CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Senin, 19 Desember 2011

PARA-KISS

Indera penglihatan saya mungkin seakan mengandung magnet ketika melihat apa-apa saja yang berbau fashion. Termasuk ketika pertama kali melihat poster plus link download film yang satu ini. Bicara singkat tentang film ini, sebenarnya ini bukan kali pertama saya pernah mendengar apalagi melihat tentang Paradise Kiss. Karena sebelum dibuat kedalam versi live action, Paradise Kiss terlebih dahulu dirilis dalam format anime. Kira-kira ketika waktu itu saya masih berpakaian putih abu-abu, saat masih gemar-gemarnya melahap serial anime-nya sampai tuntas. Waktu itu alasan saya menonton anime ini, dikarenakan saya suka dengan sang kreator yang membuatnya, Ai Yazawa yang juga kreator dari anime-manga-live-action berjudul NANA. Tahu-tahu ketika berselang beberapa tahun setelah itu, lebih tepatnya di tahun 2011 dibuatlak versi live action-nya.

Secara garis besar, bisa dibilang antara cerita di anime dan live action tidak jauh berbeda. Menceritakan tentang seorang gadis yang (mungkin) berotak encer, hobi belajar (walaupun ternyata itu adalah sebuah paksaan dari si ibu) agar masuk universitas favorit, yang tiba-tiba di tengah kegusaran dan kelelahan-nya akan belajar, ditengah perjalanan pulang dia "sengaja" ditemukan oleh segerombolan anak sekolah seni (fashion designer), yang tanpa pikir panjang langsung ditasbihkan untuk menjadi model presentasi karya tugas akhir mereka. Hingga pada akhirnya, si gadis lambat laun memiliki sebuah perasaan kepada salah satu dari seniman (fashion designer) itu. Tak berakhir sampai disitu saja, seiring berjalannya waktu, si gadis (yang memiliki nama Yukari Hayasaka) mengerti apa yang terbaik harus dilakukan untuk masa depan-nya. Dia memutuskan untuk melepas keikut sertaan-nya mengikuti ujian masuk universitas, mengikut alur bakatnya menjadi model yang dikata banyak orang dia sangat berbakat untuk melakukan hal tersebut. Si ibu-nya pun akhirnya mengerti, melepas semua rantai untuk mengekang anaknya yang dirasa hanya untuk kebaikan dirinya saja. Dan bla bla bla...silahkan menonton sendiri filmnya :P.

Dengan durasi film selama dua jam, mata saya benar-benar dimanjakan dengan beberapa karya baju dari siswa-siswa fashion designer Bunka yang benar-benar dari pusat sekolah mode ini berasal, Bunka Fashion College Japan. Suatu hal yang tentu saja tak bisa dinikmati saat menonton versi anime-nya. Namun, bicara tentang kelengkapan cerita, tentu versi anime lebih memiliki kelebihan kelengkapan dalam segi cerita dibanding dengan durasi dua jam live action yang terasa singkat.

Dalam versi live action-nya banyak sekali quote-quote seru yang bisa dipetik. Buat saya, saya suka sekali dengan quote yang diucapkan tokoh George kepada Yukari saat mereka akan berpisah..

Dalam segala hal. Sebenarnya Bakat bukan faktor utama. Yang lebih utama lagi adalah Passion (hasrat). Yakinlah, jika kau menginginkannya, kau akan mendapatkanya. Tidak akan pernah ada yang terjadi jika tidak menjadi diri sendiri.
What the simple quote, but nice :). 
Yah, secara keseleruhan film ini cukup menghibur untuk ditonton. Sedikit menilik bahwa sisi sebenarnya dari fashion itu bukan hanya sebuah ke glamoran dan kemewahan. Namun sebuah karya seni tinggi dari hasil imajinasi tinggi yang butuh sebuah usaha tinggi pula untuk mewujudkannya. Otak seniman memang tak bisa ditebak, terkadang diluar mainstream yang berlaku. Sedikit ditampilkan bagaimana ke-kontrasan dari apa yang  ada dipikiran, dan bentuk luar yang dipakai antara seniman dan kelompok pemikir eksakta  yang ditampilkan dalam film ini. Tentunya, saya bisa berkata seperti demikin bukan untuk membenarkan atau membesar-besarkan mentang-mentang saya kuliah di bidang seni, lho.

Last but not least, this is the trailer of Paradise Kiss (PARA-KISS). Enjoy the movie :)).


Kamis, 15 Desember 2011

SEVEN DAYS WAR



Last Chapter of [MEDLEY: Endless Sorrow, Dearest, CAROLS, Together when, HEAVEN, You Were, SEVEN DAYS WAR]

Aku bersyukur, Tuhan pernah menginjinkan dan memberiku kesempatan untuk menikmati tujuh hari dalam satu minggu. Yang kemudian, dari ketujuh hari dalam seminggu itu bagai menenun kain tenun dengan menghasilkan hasil akhir yang terbilang sempurna, merangkai hari demi hari hingga terjalin suatu kesatuan dimana aku menyebutnya kehidupan. Sampai pada akhirnya pemberhentian terakhirku berakhir disini bersama Ayah dan Ibuku, serta kekasihku. Ada berbagai kisah tentang segala yang terjadi dan perubahan yang kesemuanya telah ku tulis dalam buku harianku. Kaleidoskop hidup yang bagai perang selama tujuh hari tanpa tahu berakhir seperti apa. Perang yang tak pernah berakhir untuk dibayangkan. Perang yang telah berakhir disaat kehidupan telah berhenti. Yang pada akhirnya saat ini aku mengerti, hidup adalah sebuah pertempuran yang indah.

Ada sebuah kisah, dimana Ibu di usir dari rumah. Dia diam-diam melakukan operasi penumbuhan payudara  tanpa sepengetahuan orang tua-nya. Betapa tidak membuat orang tuanya naik darah, mereka berdua termasuk orang terpandang yang cukup disegani banyak orang. Ibu hanya ingin menjadi dirinya sendiri. Menjadi dirinya sendiri yang dipandang orang lain sebagai lelucon kampungan yang murahan. Ditendang dengan paksa dari rumah. Meninggalkan semua yang serba mewah dari semua yang pernah dimiliki. Mewah yang di dapatnya saat ini hanyalah tidur beralaskan koran kusam yang sudah robek disana-sini. Di tengah malam yang lengang, ibu pernah menangis meronta kepada Tuhan. Apakah Tuhan menghukumnya karena melawan orang tua?. Apakah Tuhan menghukumnya karena mencoba untuk menjadi diri sendiri?. Menjadi diri sendiri perihal yang cukup sukar untuk dijalani. Ibupun menyadarinya. Namun, ibu tak mau menyerah begitu saja merengkuh sedih atas apa yang didapat dari keputusan besarnya. Ibu tak pernah menyerah. Ibu selalu berperang. Tanpa pernah menyerah dan selalu berperang untuk meraih impiannya menjadi penyanyi. Seorang penyanyi musik dangdut. Hanya dunia hiburan yang bisa mengijinkan orang-orang seperti Ibu mengenyam dan menikmati kehidupan yang serupa dengan orang-orang yang katanya lebih normal daripada dirinya. Apapun yang terjadi, ibu tak pernah menyesal pernah dilahirkan di dunia dengan keadaan seperti adanya saat ini. Pertempurannya dengan kehidupan berakhir dengan tragis ketika usiaku mulai beranjak pada batas sebuah ke dewasaan. Aku bisa belajar bertempur dengan hidup dari Ibu. Menjadi diri sendiri, walau segalanya terkadang sukar untuk mengijinkannya.

Mulutku pernah terkunci rapat. Lebih tepatnya dikunci dengan rapat. Sebuah kesukaran lain ketika menjadi diri sendiri. Aku tak pernah sekalipun melawan mereka dengan suara dari mulutku. Aku tak pernah mencemooh mereka atas apa-apa saja yang pernah mereka keluarkan dari mulut-mulut mereka sendiri. Aku hanya ingin bebas bicara tanpa batas, sama halnya seperti mereka. Aku hanya ingin bercerita tentang diri sendiri seperti mereka yang dengan lantang dan bangga menceritakan tentang diri mereka di depan kelas. Namun, kini mulutku di kunci rapat. Aku dianggap terlalu dini untuk mengenal tentang semua ini. Saat itu aku tak mengerti, bukankah seharusnya hal seperti ini sangat wajar terjadi. Mereka bisa dengan bebas berkespresi ketika bermain putri dan raja saat istirahat sekolah menjelang. Mereka bisa dengan lantang bercanda gurau tentang siapa sedang jatuh cinta dengan siapa. Namun, ketika giliranku bercerita, aku hanya mendapat cemoohan, bahkan pernah kudapatkan sebuah bogem penuh energi dari  Haris, teman sekelasku yang berlagak sok jagoan. Ketika aku bercerita tentang ketertarikanku dengan lagak sok jagoannya yang membuatku terpana. Sejak saat itu, aku mulai merasa mengerti menjadi Ibu. Mulai merasa mengerti betapa susahnya harus menjadi diri sendiri. Selama satu minggu aku terpenjara dalam ketakutan dan kebingungan. Hingga kemudian merasa, seharusnya tak ada yang salah dengan semuanya. Mungkin hanya sebuah kepolosan diri yang belum mengerti bagaimana menjadi diri sendiri yang baik. Atau mungkin saja memang mereka merasa lebih baik, merasa lebih baik dengan membuang dengan begitu saja segalanya yang dirasa buruk karena mereka merasa lebih baik. Kata sebagian orang, lelaki seharusnya melawan ketika dilawan. Namun, kata sebagian orang juga musuh terbesar adalah diri sendiri. Lalu untuk apa melawan orang lain, kalau saja melawan atau lebih mengerti diri sendiri belum bisa dilakukan. Menyampaikan apa-apa saja tentang diri sendiri kepada diri sendiri.

Suatu ketika, saat mengalami sebuah kekalahan. Sebuah kompetisi atau pertempuran memang terbilang kejam ketika berakhir dengan sebuah kemenangan dan kekalahan. Namun, tak bisa dipungkiri, kemenangan dan kekalahan dalam sebuah pertempuran sudah mulai tumbuh di dunia sejak aku belum bisa bernafas untuk merasakan kehidupan. Dari kekalahan terkadang muncul sebuah pertempuran kembali. Sebilah pedang dan tameng besi sudah terjejal menutupi diri. Aku bertarung tanpa habis dengan segala yang kutemui di depan. Secara detail, tanpa habis tak bisa ku deteksi karena pertempuran begitu menggelitik untuk dinikmati. Mengesampingkan hal-hal lain hasil proyeksi negatif dari sebuah pertempuran. Hingga pada akhirnya,tenaga yang ku punya sudah habis terkuras. Pemberhentian terakhir hanyalah sebuah kelelahan. Sebilah pedang dari lawan sudah membabat habis setengah tubuhku. Hampir tanpa menyisakan sisa. Pertempuran menjadi hancur, setengah tubuhku mengikuti alurnya menjadi sama hancurnya. Sempat ku tersentak diam tanpa berkata menyadari sisi tubuhku yang telah terbunuh. Namun, diamlah yang dengan segera memecah diriku untuk tersadar. Aku masih memiliki bagian tubuh lain untuk hidup. Segera tersadar, sudah cukup dimana masa lalu terlalu sering bercengkrama terlalu lama dalam otak ku yang beku karena ketidaksadaran diri. Perubahan dari hasil sebuah pertempuran imajiner dengan diri sendiri. Tanpa pernah membuang diri sendiri, menemukan kembali hal-hal lain untuk diri sendiri.

Saat ini, aku mungkin bisa sedikit mengerti dengan banyak orang berkata tentang “Hidup adalah sebuah proses”. Berkenalan secara rutin dengan Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, Sabtu, dan Minggu. Secara berulang selama kita hidup. Menjalani tujuh hari selama masih bisa bernafas dan melihat matahari yang ikut berperan serta dalam pergumulan dengan para hari. Merasakan beberapa musim yang ikut menggetarkan hidup dengan para hari. Sekomplotan tujuh hari yang dengan siap sedia bagai ksatria berpedang tangguh yang siap menghadapi. Sebuah makhluk imajiner yang ternyata juga mengambil peran, bahkan mendapat tempat untuk hidup menjalani kehidupan. Tanpa pernah merasa lelah, sampai pada akhirnya lelah itu pada saatnya akan datang dijemput oleh waktu untuk mengakhiri semuanya. Pertempuran tanpa mencoba menjadi hal yang lain, sudah cukup untuk menjadi apa yang sudah diberi. Sudah cukup untuk menjadi diri sendiri saja. Segalanya seperti itu, sudah berhasil membuat diriku bisa tersenyum bahagia di tempat diriku masih bisa bercerita walau buku harianku mungkin sudah menjadi abu di bumi. Sudah cukup bahagia bisa tersenyum dan hidup bahagia bersama Ayah, Ibu, dan kekasihku dalam sebuah rumah kecil di perbukitan indah yang Tuhan beri untuk kami. Disini.

Selasa, 06 Desember 2011

KAMI

Jakarta tampak lengang. Dengan berjuta lampu temaram yang menyebar di tiap bagian tubuhnya. Sesekali angin malam menyeruak masuk celah jendela, membuat sebuah pergumulan tanpa cinta dengan kulit. Gedung pencakar langit yang tak bisa sempurna tidur sejenak, nampak terlihat dari penerangan cahaya yang masih berpendar terang terlihat dari bagian luar. Bagai satu keinginan terpendam untuk masa depan yang berada dalam salah gedung pencakar langit di kota Megapolitan.

Kami berdua beradu asap rokok. Aroma strawberry yang beradu dengan menthol yang melekat. Saat-saat  seperti ini seharusnya lebih semarak jika dentingan beradu botol-botol bir ikut mengambil peran dalam drama dini hari kami berdua. Bersandar pada sebuah tembok di pinggir pintu balkon yang terbuka. Kami mengijinkan angin malam masuk dengan bebasnya, membuang asap rokok beraroma kami untuk kemudia bercinta dengan udara diluar. Dengan berlatar belakang sapuan berjuta-juta gedung-gedung penanda jaman. Untuk kali pertama kami berdua, secara bersama-sama menikmati dini hari di kota yang mungkin untuk masa depan kami.

Segalanya tak berubah dan tak akan berubah diantara kami. Kecuali bergesernya pemikiran kami, yang katanya sangat dibutuhkan dan harus dilakukan untuk eksistensi hidup di dunia. Kami masih gemar mencipta sebuah gelak tawa hanya untuk sekedar memecah keheningan dan dinginnya dini hari. Terlebih memecah apa-apa saja yang sudah mengikat pikiran kami yang mampu membuat kami sedikit sukar menikmati hidup. Hidup seharusnya dinikmati, bukan untuk membuatnya lebih sulit. Banyak orang yang berkata demikian. Tapi membuat untuk menikmati hidup itu terkadang bukan perihal yang mudah.

Kepingan beberapa puzzle kehidupan. Kata banyak orang hidup itu seperti merangkai sebuah puzzle dengan hasil akhir sebuah karya seni yang super duper bercita rasa tinggi. Kepingannya ada berupa teman, sahabat, orang tua, dan cinta. Tapi aku atau mungkin dia tak pernah membatasi kepingan-kepingan apa saja yang akan membentuk lukisan karya seni indah masing-masing kami. Aku tak ingin sebegitunya bersusah payah menjalani hidup dengan mencari tiap bagian puzzle-puzzle itu. Kalau kita bisa mencarinya bersama-sama, kenapa tidak ?. Tentu tanpa menjadikannya sebagai tujuan utama. Bersama-sama mencarinya dengan rasa cinta. Bersama-sama mencarinya bukan untuk mencari cinta. Cinta itu sahabat. Cinta itu teman. Cinta tidak seharusnya membunuh. Namun cinta terkadang juga hidup. Dia berkembang seiring berkembangnya jaman. Terkadang bisa membunuh tanpa bersisan secuil pun.

Gedung pencakar itu roboh seketika. Tanpa menyisakan secuil pun seonggok bangunan kuat. Namun, sebelum gedung itu roboh, kami menopangnya bersama-sama. Aku berani sangsi, aku tak akan mampu menopangnya sendirian. Kami menopangnya dengan masih menghisap rokok beraroma di mulut kami. Kami berdua saling membutuhkan satu sama lain. Manusia makhluk sosial. Masih butuh orang lain untuk hidup, walau pada akhirnya akan kembali menjadi sebuah individu ketika di akhir. Kami, dua pasang sahabat dengan cinta. Cinta tak seharunya diberi kepada sang kekasih. Bukan, bukan karena aku tak memiliki kekasih. Tapi kekasih yang memberi cinta, kehadirannya selalu tak terduga persis seperti kisah pangeran berkuda putih yang datang secara mendadak ketika puti salju tertidur karena sebuah apel. Cukup klise mungkin, tapi sudahlah.

Hanya ingin menikmati hidup. Melihat indahnya matahari terbit dan terbenam. Melihat indahnya manusia yang saling mencinta. Duduk bersila dengan dia di pinggir jendela yang terbuka. Dengan sapuan gedung-gedung pencakar langit penanda jaman kota megapolitan. Lantai enam. Dengan aroma strawberry dan menthol yang memamcar dari mulut kami.

Katanya, menikmati hidup itu gratis kok. Oh, yah?. Apakah benar?.
Bagi saya sahabat itu yang gratis. Dengan berjuta-juta teman yang silih berganti berdatangan, sahabat terdekat tetap yang dihati, walau hati yang dipunyai sedang hancur dan menunggunya pulih :).

Untuk seorang sahabat :).



Jumat, 02 Desember 2011

Jakarta 5 A.M. and this time i'm not leaving without you...

For the very first time i have a idea about "Jakarta 5 A.M". It comes from, when for the very first time i watch Breakfast at Tiffany's (yes, i'm a addicted of this movie. and yes, i watch this movie when i got a broke up of my relationship last year). The Opening Scene of that movie is super duper cool and cold. Taken on the early morning 5 A.M. Madison Avenue, New York. A super calm New York in the morning, a super beautiful sun when it ready to high, a super emotionally fellin' when we are get up in the morning, a super duper fabulous little black dress by Givenchy, and also a super duper extraordinary awesome classic actress, Audrey Hepburn to play her role as the-super-fabulous-chick-free-women called, Holly Gollightly.


And i'm already back to this Capital City, Jakarta. Namun, Sendiri. Hanya membawa sebuah travel tote bag besar ditambah dengan sebuah tas kecil. Saya kembali menginjakkan kaki di Ibukota. Sempat bersangsi untuk sementara tidak akan menginjakkan kaki di kota ini lagi. Yah, anggaplah saja sebagai janji-dengan-emosi-maksimal seseorang yang habis putus cinta (dulu), dengan mantan kekasih yang masih tertinggal di celah-celah banyaknya gedung bertingkat yang dimiliki kota ini.

Jakarta 5 A.M., bagi saya jam 5 pagi itu adalah waktu yang sekiranya masih sangat nikmat sekali dinikmati untuk merebahkan badan di pelukan tempat tidur :P. Bagi sebagian orang, apalagi yang hidup di rumitnya kota megapolitan seperti Jakarta, jam 5 pagi mungkin sudah menjadi dua atau satu jam setelah mereka bangun, untuk segera bersiap-siap, menghadapai realita yang ada, bersama kepala-kepala lain yang juga menggantungkan nasib hidupnya kepada kota megapolitan, Jakarta.

Ternyata tak sepenuhnya demikian, Jakarta 5 A.M. extremely beautiful for me (yeah, for me :). Saking cantiknya pagi hari di Jakarta, saya bisa sedikit melupakan keterasingan saya atas kondisi dimana saya turun di Jakarta, sendiri, mengambil busway dari Stasiun Pasar Senen untuk kemudian sampai ke tempat tujuan saya di bilangan Cilandak. Tentunya, ini kesempatan paling pertama yang diberikan saya ketika mencoba datang ke Jakarta tanpa bisa mengandalkan siapapun, kecuali mengandalkan diri sendiri :).

Di dalam busway, ketika jarum panjang baru meninggalkan sekitar sepukuh menit dari angka dua belas. Ingatan saya sedikit memainkan kembali Opening Scene dari Breakfast at Tiffany's. Saya menonton film ini ketika tahun lalu saya putus dengan mantan saya. This film have a beautiful simple opening scene. The big city New York, just same as Jakarta. Yang kemudian, saat itu (saat saya menonton-nya), ingatan saya kembali  dicuri oleh pikiran tentang mantan saya. Dan...yang bisa saya keluarkan adalah beberapa simple-silly-words-from-heart-broken-guy-like-me. "Kota besar dengan sejuta gedung-gedung pencakar langitnya yang indah namun mencekam. Ternyata masih menyimpan sisi indah dibalik rumitnya hidup disana. Pagi hari memulai hari baru. Terbilang kebalikan atas apa yang terjadi setelah waktu menjelma menjadi dua angka yang berjajar. Fellin' so calm. Dan, apakah kamu juga bisa dikatakan merupakan pemuja kedamaian itu?. Pemuja kedamaian indah saat jam 5 pagi?. Pemuja kedamaian indah yang mampu diberikan gedung-gedung bertingkat ini?".

Yeps, that is a past story of me. And now, i stand in Jakarta. 5 A.M. It doesn't matter if i'm alone. Jakarta 5 A.M. can change my feelin' about my loneliness. Beautifull. Thank You Jakarta.


And this time i'm not leaving without You...
It's been a long time since I came around
It's been along time but I'm back in town
But this time I'm not leaving without you

You taste like whiskey when you kiss me oooh
I'll give up anything again to be your baby doll
Yeah this time I'm not leaving without you

There's something, something about this place
Something about lonely nights and my lipstick on your face
Something something about my cool Nebraska guy
Yeah something about
Baby you and I

Been two years since i let you go,
I could've listened to a joke for rock n roll
And muscle cars drove a truck right through my heart

You taste like whiskey when you kiss me oooh
I'll give up anything again to be your baby doll
Yeah this time I'm not leaving without you

There's something, something about this place
Something about lonely nights and my lipstick on your face
Something something about my cool Nebraska guy

Yeah something about, baby you and I
You and I
You, you and I
You, you and I
You you and I
You and I
You you and I
You you and I

There's something, something about this place
Something about lonely nights and my lipstick on your face
Something something about my cool Nebraska guy
Yeah something about
Baby you and I

You and I
You and I
You you and I
You you and I
You and I

You you and I
you you and I
you you and I

Been along time since I came around
Its been along time but I'm back in town
And this time I'm not leaving without you

A some interesting music by Lady GaGa, playing in the radio when i'm on my bus from Pacific Place to going home to Cilandak. Maybe, Jakarta gives me soooo many memories that can make myself be like this now :). No regret all of these. I'm just say thank you so much for Jakarta and.....

Selasa, 29 November 2011

a new place for my fashion-sense

http://fashionof-his-love.blogspot.com/

Enjoy it all :))

Sabtu, 26 November 2011

J'adore WORDISME ~Sebuah Catatan Kecil Tentang Belajar Menulis


Tak Perlu Jauh-jauh Pergi ke Negeri Cina 
Bagi saya, mungkin berdirinya ilmu itu selalu bersanding kompak dengan passion. Keduanya saling berkaitan satu sama lain, Ilmu butuh passion agar bisa berkembang. Sedangkan passion butuh ilmu untuk mewujudkannya. Terlepas dari aspek-aspek lain yang mengisi celah-celah ruang diantara keduanya, bagaimana mungkin kita bisa atau ingin meraih dan menambah ilmu jika saja kita tak ada keinginan atau passion atas sesuatu yang ingin kita cari ilmu-nya tersebut. Dan bagaimana bisa kita mengetahui keinginan atau passion kita, kalau saja kita tak mengerti (minimal) sedikitpun hal-hal (ilmu) yang menjadikannya sebuah rasa keinginan atau passion pada diri kita sendiri.


Ada sebuah pepatah yang berkata “kejarlah ilmu sampai ke negeri Cina”. Kalau saja saya boleh menambahkan, mungkin saya akan menambahkan kata passion pada kalimat tersebut hingga jika dijadikan dalam satu kalimat menjadi “kejarlah ilmu dan passion sampai ke negeri Cina”. Pepatah yang sering dijadikan motivasi (mungkin oleh kebanyakan orang jenius dan gila ilmu) itu menjadikan negeri Cina sebagai pusat dimana banyak ilmu yang di dapat darisana. Ilmu dari yang terbaik (seperti dunia bisnis) sampai yang terjelek sekalipun (semisal pintarnya Cina membuat imitasi produk-produk Famous Luxurious Brand). Namun, negeri kita tercinta ini, Indonesia. Juga mampu menyajikan berbagai atau mungkin berjuta-juta  ilmu dan passion yang bisa kita saring dan ambil sesuai apa yang kita inginkan, setidaknya itu yang bisa saya katakan dan saya rasakan :).

Hanya berbekal segenggam berry hitam elektronik yang di dalamnya sudah terintegrasi dengan social media Twitter, di suatu malam yang melelahkan saat saya baru pulang kuliah plus kerja paruh waktu. Di timeline saya menampilkan cuap-cuap dari penulis novel terkenal yang saya follow, siapa lagi kalau bukan Alberthiene Endah (@AlberthieneE). Saat itu, beliau sedang menginformasikan suatu hal yang cukup menggairahkan saya kedalam quota 140 Karakter di Twitter-nya. Sebuah workshop menulis gratis selama satu hari, yang waktu itu masih belum mempunyai nama. Yang akan diadakan pertengahan bulan November di Jakarta, dengan persyaratan pendaftaran yang bisa dibilang tidak cukup rumit. Pendaftar hanya diharuskan mengirimkan data diri, cerita pendek tentang kenapa ingin menjadi penulis, dan terakhir (yang baru saya tahu setelah mendaftar) mencantumkan photo paling kece yang dipunya :P. Dan kemudian akan disaring dan dipilih menjadi 300-an orang yang beruntung bisa mengikuti acara workshop menulis gratis selama satu hari ini.

Singkat cerita, tanpa segan dan menyelingkuhi rasa kantuk saya yang sedang melanda saat itu, saya segera membuat, mengetik apa-apa saja yang diperlukan (tentu saja tanpa mengirimkan photo, karena pada waktu itu saya belum tahu kalo diharuskan untuk mengirim photo paling kece juga :P) lalu mengirimkan ke alamat e-mail yang di informasikan oleh mbak Alberthiene Endah (AE). Di selang waktu satu bulan berikutnya (mungkin karena banyaknya pendaftar dan sistem penyeleksian yang cukup rumit karena banyakanya pendaftar) tepat di akhir bulan Oktober saya menerima e-mail bahwa saya lolos untuk mengikuti Workshop Menulis Gratis selama satu hari yang saat itu pada akhirnya diberi nama, WORDISME.

Negeri Cina memang boleh mempunyai berjuta-juta ilmu dan passion yang bisa dijemput disana. Namun, mungkin saya sedikit merasa beruntung dan sedikit lega. Tak perlu jauh-jauh ke negeri Cina (mungkin untuk saat ini) untuk menambah ilmu dan mengejar passion saya (tentu saja dalam bidang menulis). Jakarta memberikan peluang saya untuk menambah ilmu dan mengejar passion saya di bidang menulis melalaui Wordisme. Hanya butuh sembilan jam dari Yogyakarta. Bersembunyi di dalam kotak besi besar yang ditarik oleh kotak serupa namun beruap, yang mengantar saya menjemput ilmu dan passion tentang MENULIS.


And the Show Begin..
Pagi hari yang alhamdulillah cerah tanpa mendung secuilpun, menyambut hari Sabtu saya di ibukota. Memaksa diri untuk bangun pagi, karena sejujurnya bangun pagi memang bukan kebiasaan saya. Dan workshop menulis gratis selama satu hari itu tiba pada hari ini, ada perasaan gugup yang saya rasakan. Betapa tidak, tentunya di acara tersebut akan banyak sekali saya temui teman-teman seperjuangan yang sama-sama hobi menulis (bahkan mungkin sudah ada yang menjadi seorang penulis). Hal lain yang membuat saya gugup adalah bertemu para narasumber yang benar-benar sangat berkompeten di bidang kepenulisan. Sebut saja, Petty S. Fatimah dan Reda Gaudiamo yang benar-benar sudah merasakan manis pahit atau bahkan berkali-kali orgasme di bidang kepenulisan jurnalisme pop. Kalau boleh sedikit berlebihan, Indonesia sebenarnya juga memiliki sosok Editor in Chief sekaliber milik majalah Vogue USA, Anna Wintour. Dan Petty S. Fatimah mungkin sosok yang tepat untuk mewakili sosok Anna Wintour dari Indonesia. Berikutnya, ada sosok Alberthiene Endah yang piawai sekali bercerita tentang kehidupan pribadi public figure dari Indonesia mulai dari nol sampai tuntas dengan sebutan bilangan  yang tak bisa disebutkan. Sesosok penulis biografi terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Adalah Raditya Dika dan Aulia “Ollie” Halimatussadiah yang benar-benar berkompeten untuk kepenulisan blog. Teknologi Informasi yang semakin berkembang dewasa ini, telah memberikan kemudahan untuk kita mengakses bacaan atau bahkan menulis tidak saja dalam media kertas yang kemudian dijilid dengan sedemikian rupa hingga menjadi buku. Telah lahir sebuah media bernama blog yang telah dilahirkan dunia maya yang ikut berperan berkembang bersama saudara-saudaranya seperti facebook, twitter, dan media lain yang telah dilahirkan dunia maya. Dengan diramu asupan kocak Standup Comedy ala Raditya Dika dan sedikit bisnis kepenulisan dari Ollie, mereka berdua bercerita, sharing bermanfaat dan berbagi ilmu tentang kepenulisan blog. Ketika bicara tentang menulis atau mungkin membaca fiksi/cerpen itu senikmat bercinta. Pandangan saya dengan seketika akan tertuju pada sosok Djenar Maesa Ayu. Siapa yang tidak kenal dengan kumpulan cerpen seperti Mereka Bilang, Saya Monyet!, Jangan Main-Main (Dengan Kelaminmu), Cerita Pendek Tentang Cerita Cinta Pendek, 1 Perempuan 14 Laki-laki, dan Novel Nayla. Beberapa karya yang katanya sangat vulgar hingga membuat suatu kontroversi. Yah, sebenarnya kalau boleh saya sedikit berargumen, menonton film porno justru lebih vulgar daripada membaca karya-karya Djenar Maesa Ayu. Mungkin saja, saya bisa berargumen demikian karena background pendidikan saya adalah seni. Seni yang vulgar biasanya mengandung kesan estesis dan keindahan serta cita rasa yang benar-benar tinggi. Namun, karena korelasi antara bacaan dan film itu berbeda, jadi saya lebih memilih untuk mengembalikan persepsi akan karya-karya Djenar ke pribadi masing-masing. I love Djenar Maesa Ayu. Berduo bersama Clara R. Juana atau yang lebih akrab disapa Clara Ng. Sebuah novelis dan cerpenis yang benar-benar produktif menghasilkan karya-karya yang apik. Tidak melulu telah menelurkan beberapa karya untuk remaja hingga dewasa, karya-karyanya juga telah menyentuh pikiran-pikiran polos anak kecil untuk berimajinasi dari bacaan. Novel dan kumpulan cerpen yang kebanyakan kita kenal dari media buku, seakan tak pernah lepas dari sosok Editor yang siap membabat habis karya-karya tulis dari para penulis. Adalah Hetih Rusli, wanita dibalik label Editor fiksi dari penerbit Gramedia Pustaka Utama, dan Windy Ariestanty dari Gagasmedia. Berkolaborasi bersama kedua penulis fiksi/cerpen Djenar Maesa Ayu dan Clara Ng, keempatnya berdiri di atas panggung untuk memberikan wejangan penuh kegilaan untuk meluluskan ke-horny-an saya (dan peserta lain) atas ilmu-ilmu kepenulisan fiksi/cerita pendek. Sebuah film, ternyata juga tidak terlepas dari dunia kepenulisan. Aditya Gumay, Alexander Thian yang merupakan selebriti twitter dengan user id @aMrazing, dan Salman Aristo adalah sosok sukses dibalik kesuksesan film-film dan sinetron Indonesia. Mereka bertiga memberikan beberapa ilmu menakjubkan tentang kepenulisan skenario. Tentunya betapa beruntungnya saya dan peserta lain bisa bertemu dan menyerap ilmu secara langsung dari nama-nama besar dibidang kepenulisan dari beliau-beliau ini. Cukup menurunkan rasa ke-gugup-an saya yang lalu digantikan dengan rasa bersyukur.

Tepatnya di gedung Kompas-Gramedia di kawasan Jakarta Barat. Sekitar pukul delapan kurang seperempat saya menginjakkan kaki saya di lantai tujuh gedung tersebut, tempat dimana diadakannya acara Wordisme. Disambut dengan ramah dan ceria oleh Chiko Handoyo Soe (@gembrit) selaku panitia yang memegang hak penuh atas kesekretariatan. Lalu dijejali dengan dua buah goddy bag berwarna hitam yang membungkus isi yang benar-benar menyenangkan dan mengenyangkan. Artasya Sudirman (@myArtasya), Pembawa acara (secara general Wordisme) cantik dengan atasan berwarna putih, penuh dengan lipatan crowl dilengan, serta bawahan berwarna abu-abu kecoklatan dengan detail penuh kancing berwarna hitam di bagian depan menyapa semua peserta di jarum jam tepat menunjukkan pukul setengah sembilan pagi.  Yang kemudian di susul dengan sambutan singkat dan padat ketua panitia wordisme, Alberthiene Endah (@AlberthieneE) yang dibalut dengan dress cantik berwarna biru tua dengan belahan leher V yang menambah aura cantik dari tubuhnya yang langsing.

Sesi pertama diisi dengan materi pelatihan jurnalisme pop. Dengan narasumber Petty S. Fatimah (Pemimpin Redaksi Majalah Femina) dan Reda Gaudiamo (Pemimpin Grup Majalah Wanita Gramedia), serta di moderatori oleh Indah Ariani (@IndahAriani) dari majalah Dewi. Selama satu jam setengah kedua narasumber benar-benar memberikan saya sebuah pencerahan dan tambahan ilmu tentang apa-apa saja yang perlu diperhatikan dalam kepenulisan jurnalisme pop. Yang diantaranya adalah kita harus mempelajari dan memahami (membaca dan menelaah) karakter (angle, gaya penulisan, dan format penulisan) majalah atau media yang ingin kita tuju, karena sejatinya setiap majalah itu memiliki karakter yang berbeda-beda menurut target audience yang mereka tuju dan jangan takut untuk mengirimkan tulisan-tulisan yang sudah memperhatikan semua karakter dari majalah kepada majalah yang ingin kita tuju . Tentu saja di sesi pembukaan ini cukup menggugah diri saya, karena memang kelak bekerja di dunia media (majalah lebih tepatnya) adalah impian saya. Apalagi mendapat wejangan secara langsung dari ahlinya seperti Petty S. Fatimah dan Reda Gaudiamo, yang sudah bertahun-tahun hidup untuk menulis pada sebuah majalah.

Kepiawaian Alberthiene Endah dalam menuliskan Biografi dibagikan kepada semua peserta wordisme di sesi kedua acara ini. Pukul sepuluh tepat, beliau ditemani pembawa acara kawakan yang berkompeten, Mayong Suryolaksono yang identik dengan acara lawas yang membahas review-review film bertajuk Cinema Cinema. Dalam suara cantiknya yang diluar dugaan saya ketika hanya melihat avatarnya di twitter, Alberthiene Endah menguraikan beberapa ilmu untuk kepenulisan sebuah biografi. Yang diantaranya adalah menulis biografi itu adalah menulis dan menceritakan  tentang kisah hidup, historis, liku-liku kehidupan orang yang mempunyai kekayaan hidup dan memiliki Human Interest, yang bisa menginspirasi orang lain (yang membaca) untuk berubah lebih baik. Dengan segi kepenulisan yang tidak banyak berbeda dengan menulis-nulis hal lain, namun ada hal-hal yang perlu ditambahkan yaitu harus siap mental menghadapi emosi yang sering berubah-ubah dari narasumber yang akan diwawancarai, untuk wawancara dengan narasumber sebisa mungkin tidak lebih dari satu setengah jam karena setiap orang memiliki tingkat kesegaran, jika lama, dikhawatirkan jawaban akan melantur kemana-mana. Sebisa mungkin untuk intens bertemu dengan narasumber, agar tercipta kesinambungan wawancara. Di sesi ini, Alberthiene Endah juga bercerita tentang proses kepenulisan saat menulis buku biografi Probosutedjo, dimana ada satu bab yang pada akhirnya dihapus dan tidak ikut diterbitkan, karena dianggap terlalu kontroversi. Dan dari sini mungkin saya bisa sedikit menyimpulkan, menghadapai emosi dari editor juga sangat diperlukan. Browsing dan mencari banyak referensi tentang narasumber juga sangat dianjurkan sebelum melakukan wawancara langsung dengan narasumber dan mulai menulis biografinya.

Raditya Dika (@radityadika) dan Aulia “Ollie” Halimatussadiah (@salsabeela) melanjutkan sesi berikutnya dengan materi pelatihan penulisan blog, yang dipandu dengan moderator yang juga merupakan selebritis twitter yang juga seorang penyiar radio, Miund (@miund) . Raditya Dika, seorang blogger yang dikenal dengan buku Kambing Jantan yang merupakan catatan keseharian-nya di blog, kemudian di terbitakan dalam sebuah buku, dengan bumbu penuh kocak dia memberikan beberapa tips jitu dalam penulisan blog, diantaranya tulislah blog dengan jujur, tulis apa saja yang kamu mau. Jangan pernah memasang target agar blog kita ingin dikenal banyak orang. Seringlah menulis, walau tak ada yang membaca blog kita satupun. Dan dari semunya, yang paling terpenting adalah You don't have to be better, you just have to be different dan jangan berpegang teguh pada mood saat menulis, mending menulis jelek daripada tidak menulis sama sekali. Sementara dari pandangan Ollie yang saat itu banyak memakai kombinasi warna krem, hitam, dan oranye pada busananya meninggalkan beberapa ilmu yang diantaranya, Mulailah menulis dengan hal kecil, seperti apa yang dialami sehari-hari, lalu berkembang ke reaksi atas apa yang diawali dari hal kecil  itu, lalu kemudian expertise blogging. Tulislah apa yang kita suka, lalu promosikan blog kita via twitter (mention teman terdekat tentang blog kita), tutup wanita dibalik self-publishing nulisbuku dan kutukutubuku ini.

Selang beberapa jam setelah istirahat makan siang. Tepatnya satu setengah jam setelah tengah hari, giliran Djenar Maesa Ayu, Clara Ng, serta Hetih Rusli dan Windy Ariestanty yang memberikan pelatihan sesi ke empat, yaitu pelatihan menulis fiksi/cerita pendek. Saya sangat menikmati sekali sesi ini, pembawaan Djenar yang santai dengan penuh rock ‘n roll (perpaduan tank top, hot pants, empat kaleng bir yang membuat saya tergoda, dan seringnya beliau ke kamar mandi. All of that is so cool), dan sosok Clara Ng yang keibuan, ditambah dua sosok editor dari dua penerbit yang berbeda, Hetih Rusli mewakili penerbit Gramedia Pustaka Utama dan Windi Ariestanty dari penerbit Gagasmedia yang piawai menjabarkan apa-apa saja yang diperlukan agar buku kita bisa diterbitkan.  Dengan dipandu oleh moderator Hilbram Dunar, menjadikan sesi itu cukup kocak, santai tapi masih tetap serius. Sehingga saya dapat mengambil beberapa ilmu untuk kepenulisan fiksi/cerpen yang diantaranya adalah, Menulislah karena butuh menulis, jadilah objek ketika menulis jangan memposisikan kita sebagai subjek, biasakan menulis tanpa konsep agar lancar ketika bergerak untuk menulis. Gunakan bahasa yang mudah untuk menerangkan sesuatu tanpa harus memakai diksi yang berbunga (ex: penis is penis. Bukan “sesuatu yang menyerupai microphone). Seorang penulis harus kuat dengan kesunyian, bukan tidak mungkin dari situlah muncul sebuah ide dan harus kuat menampung ide tersebut. Dan yang terpenting adalah kenali diri kamu sendiri ketika menulis. Clara Ng sebagai sosok yang cukup produktif dalam menghasilkan banyak karya, juga menambahkan dalam menulis sebuah fiksi/cerpen, kita akan banyak mendapatkan ide dengan cara peka dengan perasaan (sensitif), kemudian dari banyaknya ide yang muncul pilihlah yang paling baik dan bagus. Dan kembangkan ide tersebut hingga memiliki konflik. Fiksi/cerita pendek yang bagus harus memiliki konflik. Menulis itu merupakan tingkatan paling tinggi dari level berbahasa (dari level paling bawah yaitu mengerti (apa yang diucapkan), membaca, berbicara, dan yang paling tinggi adalah menulis (menyampaikan apa yang ada dipikiran). Selain sosok penulis, yang sangat berperan penting dalam penulisan sebuah cerita fiksi/cerita pendek, sosok editor tentunya juga sangat berperan untuk menjembatani penulis dengan pembaca. Hetih Rusli dan Windy Ariestanty lebih selalu memperhatikan penulis yang memiliki kemampuan untuk bercerita dan memiliki tehnik bercerita yang piawai. Mereka berdua juga menambahkan, sebagai penulis fiksi berusahalah untuk mengenali objek yang ingin ditulis (dalam artian pembaca). Serta berusahalah menulis dengan baik dan menenangkan hati sehingga mampu menguasai emosi editor dan juga pembaca. Tutup sesi keempat ini di jarum jam tepat dipukul tiga sore.

Sesi terakhir dari acara wordisme yang di moderatori oleh Artasya Sudirman adalah pelatihan menulis skenario. Sesi ini menyajikan tiga buah narasumber yang sangat berkompeten dibidang kepenulisan skenario film dan sinetron. Beliau-beliau ini adalah Salman Aristo, pria dibalik film Brownies, Ayat-ayat Cinta, Sang Pemimpi dan beberapa film-film Indonesia yang sudah banyak kita nikmati di bioskop. Lalu disambut dengan Alexander Thian, pria yang juga merupakan selebriti twitter dikenal dengan user id @aMrazing, yang juga merupakan sosok sukses dibalik sinetron-sinetron penuh drama yang setiap harinya sering kita lihat pada layar kaca. Dan yang terakhir adalah Aditya Gumay, pria dibalik layar film Rumah Tanpa Jendela dan Emak Ingin Naik Haji. Sesi ini merupakan pengalaman pertama saya bersentuhan dengan menulis skenario. Tentunya masih benar-benar kosong ilmu saya tentang menulis di bidang ini. Sehingga ada kalanya saya sedikit tidak mengerti apa yang dijabarkan narasumber berkompeten ini. Yang saya ingat, mereka betapa seringnya membahas bahwa sinetron di Indonesia itu bisa dikatakan konsumsi babu (pembantu, yang bisa dikatakan selalu dipandang sebelah mata), dan ternyata dibalik kebabuan sinetron dan semakin panjangnya episode sinetron yang ditayangankan, sebenarnya merupakan titik sukses dari sinetron tersebut dan tentu saja memberikan pemasukan yang cukup banyak bagi siapa-siapa saja yang berdiri dibalik layarnya. Dari sini, saya bisa menyimpulan ada sisi menarik untuk menulis skenario. Tidak melulu membahas tentang sinetron, ketiga narasumber ini juga memberikan beberpa ilmu yang bisa kita saring untuk pembelajaran dalam menulis skenario film ataupun sinetron. Diantaranya adalah, dalam penulisan skenario sinetron kita harus punya ide yang premis (ide yang bisa dijual), mental yang kuat juga merupakan syarat utama bagi siapa saja yang ingin terjun kedunia kepenulisan skenario film/skenario, harus kuat dicemooh karena hasil yang kurang memuaskan, dan terlebih harus kuat mental ketika tanpa diduga kita diharuskan merubah skenario yang sudah kita buat sedemikian rupa dalam kisaran waktu yang tidak lama. Dalam menulis skenario, menulisah untuk visual sehingga deksripsi itu penting. Pemakaian bahasanya juga harus lugas, bukan hanya bisa dirasa namun harus bisa dilihat dan di dengar. Sesi terakhir ini bisa dikatakan cukup seru, ada sosok @aMrazing yang begitu suka nyinyir dan cerewetnya dia ketika bercuap-cuap di twitter, namun ternyata saat bicara di depan umum, beliau juga masih punya rasa gugup yang menguasai. Sesi ini pun ditutup tepat pukul lima sore, dan menandakan ditutupnya seluruh rangkaian acara yang cukup mengenyangkan pikiran saya akan menulis sekaligus mengenyangkan perut saya yang dijejali dengan banyak makanan plus snack dari panitia.

Seakan tak ingin berpisah dengan para peserta. Setelah semua sesi pelatihan sudah menjejali penuh akan kehausan ilmu menulis para peserta, para panitia wordisme membagi-bagikan undian doorprize bagi peserta yang beruntung nomer pesertanya dipanggil. Sebenarnya saya mengincar doorprize kursus menulis. Tapi apa daya, peserta lain lebih beruntung dan mendapatkan doorprize tersebut. Tapi, saya tak berkecil hati begitu saja. Dengan semua packaging dan isi yang benar-benar menarik dengan ilmu yang banyak saya ambil dari keseluruhan acara wordisme. Saya sudah cukup senang dan bersyukur bisa terpilih untuk mengikuti acara ini. Yang menutup satu minggu penuh di Jakarta kali ini dengan begitu menyenangakn dan mengenyangkan. Terima kasih semua panitia, Alberthiene Endah (@AlberthieneE), Aulia “Ollie” Halimatussadiah (@salsabeela), Rahne Putri (@rahneputri), Jia Effendie (@JiaEffendie), Rifky Septiaji (@rseptiaji), Faizal Reza (@monstreza), Sitty Asiah, Abdi Antara (@OmAbdi), Artasya Sudirman (@myArtasya), Chiko Handoyo Soe (@gembrit). Semua pembicara dengan sejuta ilmu yang diberikan dan moderator. Semua peserta dari teman baru, teman yang sudah kenal, dan teman lama yang bisa saya jumpai lagi diantara 300-an peserta. J’adore WORDISME. 

Practice make perfect. Tidak ada kata lain yang lebih dahsyat untuk menggantikan-nya. Melihat betapa seringnya para narasumber mengucapkannya di setial sesi pelatiham menulis di Wordisme.


Penuh Selebriti Twitter..
Dewasa ini, peran social media sangat berpengaruh dalam ranah pergaulan atau mungkin sudah sedikit demi sedikit merambah ke ranah kehidupan lain seperti bisnis atau mungkin cinta dan lainnya. Salah satunya social media Twitter, yang dalam kuota 140 karakternya, tanpa menunggu dalam beberapa detik saja kita bisa memiliki teman baru, klien baru dalam urusan bisnis, atau mungkin calon gebetan baru dalam urusan cinta. Twitter semakin bergejolak hingga seakan-akan memunculkan dunia kecil baru yang lahir di dalam dunia besar yang kita pijak dengan kedua pasang kaki kita. Di dalam dunia kecil itu sama-sama hinggap berjuta-juta macam manusia dari berbagai latar belakang. Dan beberapa dari berjuta-juta itu, lahirlah selebriti twitter. Mungkin, bisa dibilang sama halnya dengan selebriti di dunia nyata, banyak orang yang mengenal mereka. Selebriti twitter pun demikian, banyak yang mengenal dan memuja mereka yang ditunjukkan dengan jumlah follower mereka yang tak bisa dibilang sedikit.

Karena social media Twitter sendiri lebih banyak menampilkan susunan-susunan huruf menjadi sebuah kata dan kalimat, dari booklet yang saya dapat dari Wordisme, alasan itulah yang memacu diadakannya acara ini. Karena di twitter semakin banyak dijumpai benih-benih muda yang pintar, cerdas, dan piawai menulis dengan spontanitas yang apik ke dalam kuota 140 karakter yang diberikan.

Beberapa selebriti twitter, yang tentu saja mereka juga mencintai bidang menulis dengan keunikan masing-masing, dari yang benar-benar selebriti, public figure, sudah menjadi penulis terkenal sampai ordinary people yang saking lucu dan unik tweet-tweet mereka sehingga mampu mendongkrak follower yang siap-siap mengalahkan follower @ladygaga, hingga ditasbihkan menjadi selebriti twitter seperti layaknya selebriti-selberiti yang lahir dari youtube sensation yang sedang sering kita jumpai akhir-akhir ini. Di wordisme ini lah, dimana saya bisa berjumpa secara langsung dengan beberapa dari beberapa selebriti twitter yang sering wara-wiri di timeline. Dan tak tanggung-tanggung, beberapa dari mereka menjadi panitia inti dan tiga dari mereka menjadi pembicara untuk memberikan materi pelatihan kepenulisan.

Diantaranya ada sang ketua suku pelatihan menulis wordisme, mba’ Alberthiene Endah dengan tweet-tweet penuh cinta tulusnya yang dikenal dengan user id @AlberthieneE, Raditya Dika (@radityadika) dan Alexander Thian (@aMrazing) yang juga mengisi materi pelatihan menulis blog dan pelatihan menulis skenario. Di belakang nama-nama besar itu, bersiap sedia beberapa selebriti twitter yang siap mengejar follower ketiga penulis yang sudah malang melintang di industri kepenulisan tersebut, yang terbilang banyak berdiri menjadi panitia wordisme, adalah Abdi Antara yang kerap dijumpai dengan user id @OmAbdi, lalu ada Chiko Handoyo Soe dengan user id @gembrit, yang saking banyak penggemarnya di dunia twitter, dia membuat sebuah hashtag khusus #chicoholics. Duo penyiar radio kondang yang juga banyak memiliki follower, Artasya Sudirman (@myArtasya) dan miund (@miund). Yang kemudian disusul dengan Rahne Putri (@rahneputri), Rifky Septiaji (@rseptiaji), dan @zarryhendrik yang kemunculannya bisa dijumpai di akhir acara. Dari beberapa nama tersebut ada yang mengambil peran sebagai panitia untuk sukses dan berjalannya wordisme. Twitter-an jalan, Wordisme juga harus tetap jalan.

Karena padatnya acara yang telah disusun. Membuat saya tak bisa mengabadikan photo bersama para pembicara. Sebenarnya bisa, tapi saya harus mengorbankan sedikit waktu awal pelatihan di tiap materi pelatihan jika ingin mengabadikan photo bersama para pembicara. Dan alhasil, karena ketidak-bisa-an saya berphoto dengan para pembicara, saya banting setir untuk mengabadikan photo bersama selebriti-selebriti twitter yang tersusun menjadi panitia wordisme. Daripada tak mengabadikannya sama sekali, khan terbilang sayang juga. Ilmu dapet, seneng-senengnya juga dapet :).


with Alberthiene Endah
with Chico Handoyo Soe (@gembrit)

with @OmAbdi , buat sahabat saya @praharanielok yang ngefans banget sama dia >.<

with Andris (@unbornsin), pakar semiotika di twitter :P

saya saya saya :))

And the last word...J’adore Wordisme
Memang bukan di Perancis hingga saya bisa berucap J’adore. Tapi di Indonesia yang mampu bercita rasa seperti Perancis. Cita rasa tinggi bak koleksi super mewah dari koleksi asli Haute Couture yang hanya bisa dijumpai di negeri yang katanya romantis. Namun, kali ini cita rasa tinggi dalam artian lain. Dalam artian lain yang dimaksud banyak ilmu yang bisa saya dapat, banyak pelajaran yang saya terima, keseriusan yang juga dibarengi dengan kesantaian yang menggembirakan. Menyenangkan dan mengenyangkan. Mungkin akan sedikit lebih romantis dan penuh perasaan daripada diucapkan kepada kekasih. J’adore. J’adore WORDISME. Terima kasih atas berjuta-juta ilmu menulis yang diberikan.... 

Persembahan grafis dari saya untuk WORDISME, selain dalam bentuk tulisan ini :)

Kamis, 24 November 2011

How I Dreaming Karimun Jawa

Bulan November,
boleh-boleh saja ketika koleksi fall/winter sedang gencar-gencarnya ditampilkan di panggung fashion show. Banyak coat kulit berwarna gelap pastel bertebaran, topi-topi manis berbahan bulu-bulu kelas tinggi. Karena mengingat, bulan November itu selalu identik dengan hujan dan kemudian disambung dengan musim salju yang menyambutnya di bulan Desember. Intinya bulan ini bumi sedang dilanda hawa yang sejuk, dingin, bahkan sampai beku. Namun, sedikit beruntung atau malah bersedih hati, Indonesia hanya mampu di datangi si musim hujan dan kemarau.  Kalau saya sih beruntung, merasa beruntung karena hujan dan kemarau yang datang sebenarnya adalah hal yang tidak banyak bisa dibedakan di Indonesia.

Musim hujan ketika saya memimpikan Karimun Jawa. Sebuah pulau kecil nan indah di sebelah utara Provinsi Jawa Tengah. Entah kenapa, saya begitu sangat mengidam-idamkan menginjakkan kaki saya di pulau kecil ini. Bermain-main dengan hamaparan luas laut birunya, yang mampu menyapu titik-titik pasir putih yang sempurna bercumbu dengan kaki maupun badan saya. Barangkali terinpspirasi dari video ini, namun sebenarnya tidak sepenuhnya benar karena memang setting tempat videonya bukan mengambil tempat di Karimun Jawa. Saya hanya mengimajinasikan hawa sejuk dan terik panas disana. Bermain-main bersama sahabat-sahabat saya di hamparan luas yang indah. Merupakan contoh dari beberapa surga duniawi yang bisa dinikmati.


Sama halnya seperti menunggu sebuah jawaban dari pertanyaan yang tak kunjung dijemput oleh jawaban itu sendiri. Entah kapan secuil keinginan traveling saya ke Karimun Jawa bisa ter-realisasikan. Mengingat semenjak kuliah lalu menyambi dengan kerja, hampir tak ada waktu libur yang panjang. Semoga cepat atau lambat bisa ter-realisasikan. Tentu saja tak ketinggalan bersama sahabat-sahabat terdekat :)).





Kamis, 03 November 2011

You Were...


Ayumi Hamasaki - You were...

Buku Harian Ken

Aku dan Pria. Bulan depan kami sempurna menuju usia dua tahun untuk hubungan kami. Bukan waktu yang cukup mudah. Tak cukup mudah untuk kami. Namun, untuk memperoleh kemudahan itu, kami memilih untuk menjalaninya. Mungkin hanya itu jalan satu-satunya. Tanpa pernah mengeluh apalagi menyerah atas hubungan kami berdua. Yang memang cukup kompleks, cukup beresiko, diluar kendali dari sebuah kebiasaan yang sudah tercipta seperti demikian di awal. Pria mencintaiku dengan apa adanya. Dengan apa adanya selama dia bisa. Juga termasuk ketidak-bisaan dia dengan sebuah komitmen. Barangkali, cinta yang mampu membuatku melupakan ketakmampuan dia akan sebuah komitmen ada pada dirinya. Sama halnya dengan Pria, aku mencintai dia dengan apa adanya. Mencintai dengan harapan dia adalah sosok terakhir dari apa yang kucari akan cinta. Aku tau itu terdengar mustahil dan cukup egois. Tapi cobalah melihat dari sudut pandangku. Sudut pandang hubungan kami berdua. Sosok terakhir. Aku sudah lelah jika harus mencari sosok terakhir. Usia dua tahun yang akan menjelang, akan membuktikan kalau dia memang benar-benar sosok terakhir untukku.

Satu bulan menjelang usia dua tahun. Sebagaimana Pria. Pria dengan ketidakmampuan dirinya untuk menerima sebuah komitmen. Dengan kata lain, dia bisa memutuskan apapun kehendaknya tanpa ada apapun yang menghalanginya. Sebuah perubahan dari perputaran bumi-pun terjadi. Kami menyerah. Pria yang lebih menguasai menyerah. Aku berkeluh kesah. Sedih. Terhantam sebuah batu besar keras yang dilempar Pria menuju ke arahku. Satu bulan aku berkawan erat dengan tempat tidur. Dua bulan aku masih saja singgah di tempat tidur yang sama, yang kini juga selalu berteman dengan tangisan. Tiga bulan. Empat bulan. Lima Bulan. Aku ingin berjalan-jalan kembali. Aku berusaha bangkit. Aku sudah lelah tertidur selama berbulan-bulan.

Berandai engkau kembali disini. Berandai kami kembali bercakap di dekat jendela di sore hari. Berandai kami terlelap di bawah selimut hitam berbintang di atas sana. Aku hanya bisa berandai tanpa bisa sempurna menghapus sampai habis sosok Pria. Berkawan dengan air mata, di bawah malam yang sunyi. Pria menyerah. Pria ingin kembali ke perjalanan hidupnya sendiri. Katanya dia ingin mencoba jalan yang kata banyak orang lebih benar. Kami berdua ternyata sudah benar-benar berakhir. Menyerah untuk mengeratkan hubungan sesama jenis kami yang terbina karena cinta. Menjelang dua tahun itu terlepas begitu saja. Kelemahan dan ketidak berdayaanku kini dengan sempurna menguasai jiwaku. Barangkali memang benar apa yang dikata banyak orang, cinta itu penjahat brutal yang siap menghabisi kita sampai tak berdaya. Luluh lantah tak berdaya. Hingga kekasih baruku digantikan dengan alkohol dan kemunculan sosok lain yang tak biasa untukku, Wanita. Mencobanya detik demi detik. Menit demi menit. Jam demi jam. Ketidak berdayaanku membuat jalan pikiranku terbang bebas tak berujung dan tak berstruktur runtun. Jikalau, banyak orang bilang. Wanita itu sejatinya sosok yang paling benar bagi seorang Pria. Bukan Pria dengan Pria. Wanita bukan wanita. Persetan dengan semua orang bilang. Aku hanya Pria homoseksual yang mulai menjadi pria hidung belang dengan mencoba bercinta dengan Wanita jalang. Persetan saja dengan segalanya. Cinta memang busuk untuk segala macam hubungan. Segalanya dari yang normal, sampai yang tidak normal dipandang orang seperti pecinta sesama jenis. Tak berguna jika memilih mana yang lebih benar. Manusia bukanlah Tuhan.
***

Kenti Sugandhi *). Ibuku seorang waria. Ayahku seorang pengusaha kaya raya, pecinta wanita, wanita-wanita yang katanya bukan wanita yang yang sesungguhnya. Ada pepatah berkata, buah yang jatuh tak akan jauh jatuhnya dari pohonnya berasal kemungkinan ada benarnya. Aku diadopsi oleh mereka sejak aku belum sempurna berjalan, berucap, dan mampu berdiri dengan kedua kakiku sendiri. Dengan ibu seorang waria dan Ayah pecinta waria. Aku pada akhirnya memutuskan menjadi pecinta sesama. Bukan, bukan berdasar pepatah buah yang jatuh. Disinilah mungkin mengapa aku bisa berkata kemungkinan ada benarnya pepatah itu. Segalanya hanya kembali kepada si buah. Pohon hanya menuntun dari belakang. Pohon bukan membentuk buah agar menjadi matang. Karena pohon hanya sama-sama manusia. Sejatinya, sama-sama tak sempurna. Hanya mengajarkan beberapa hal. Hingga buah mengerti apa itu hidup. Sehingga dirinya mampu menjalani hidup itu seperti apa. Pohon memberikan kebebasan si buah untuk memilih. Berani bertanggung jawab atas apa yang sudah dipilih. Tanpa mengajarkan untuk meraung-raung menangis kembali ke hadapan pohon, saat buah tak mampu bahkan tak berani menghadapi tanggung jawabnya. Orang tua dan anak hanyalah sama-sama manusia. Hanyalah sebuah strkutur hierarki yang dibuat manusia yang membedakan mereka. Aku mencintai mereka sebagaimana aku mencintai diriku sebagai pecinta sesama jenis. Walau segalanya berakhir demikian jadinya.

Dua butir peluru terlepas bebas dari pelatuknya berasal. Berhasil menembus dengan sempurna. Ada sebuah sebab materi dari terlepasnya kejadian itu. Hingga meninggalkan sebuah kepergian dan ada sesuatu yang masih berupa. Kepergian yang hanya meninggakan aku sebuah nama. Yang tak pernah kutahu apa arti sebenarnya dari nama terkait. Terselip sebuah makna dari bahasa yang tak banyak orang tau. Ibu sejatinya seorang pria. Pria yang gemar bermain mainan anak perempuan bernama Barbie. Katanya sedikit konyol ketika usiaku sudah memperkenalkanku dengan makna sebenarnya sebuah nama. Nama itu indah. Bisa dikatakan indah dalam pengertian lain, karena manusia sejatinya tidak hanya memiliki bagian indah, ada bagian lain dari sebuah indah. Kekasih boneka Barbie, yang bersatu sejajar dengan kelamin pria dalam bahasa ibuku. Bahasa waria yang dipelajarinya secara otodidak. Tanpa penjara kencang sebuah institusi untuk mempelajarinya. Dia hanya meninggalkannya saat mulai pergi menjauh mengikuti sebuah cahaya terang bersama kekasihnya, Ayahku.

Sebuah kebebasan. Kebebasan untuk memilih atas apa yang ingin dipilih. Kesedihan yang sudah menjelma menjadi ketidak-mampuanku untuk melakukan apapun. Terpenjara dalam sebuah botol rapat berwarna hijau bertuliskan Bir Bintang. Katanya, bir paling nikmat daripada bir buatan luar negeri. Bercinta sepanjang waktu dengan wanita jalang yang tak pernah terencana dalam imajinasi sebelumnya. Barangkali memang waktu untuk kembali ke jalan yang benar. Jalan benar yang lain seperti makna indah dari namaku. Bukan sebuah perbuatan balas dendam. Aku hanya ingin menuruti apa yang aku inginkan. Aku sudah lelah merencanakan hal yang indah dalam menjalani.
***

Buku Harian Ken dan Indah

Kami berdua malaikat yang diciptakan Tuhan. Dua malaikat  yang diciptakan dengan kemampuan yang tidak sempurna seperti malaikat lain. Malaikat tak memiliki masa lalu yang kelam. Dia tak pernah bersentuhan dengan bir. Tak pernah bercinta dengan wanita jalang. Tak pernah bercinta dengan wanita yang belum bisa dikatakan sebagai istri. Dan malaikat tak pernah dan tak memilki rasa sakit dan penyakit. Malaikatpun tak memiliki sosok yang bodoh. Namun, kami bahagia. Kami bahagia, Tuhan.
***

Buku Harian Ken dan...... Ibu, Ayah, dan Indah

Tuhan, ijinkan aku menangis kepadamu.  Aku tak pernah merasa sedih seperti saat ini. Kehampaan yang memang kosong. Ketika segala hal disampingku telah pergi. Sesuatu yang pergi yang tak pernah bisa kugilas habis pada pikiranku.

Tuhan, ijinkan aku menjadi bodoh.

Aku melihat sayup-sayup siluet mereka dari kejauhan. Pada sebuah hamparan luas taman yang indah dimana aku berdiri saat ini. Tiga siluet yang seharusnya empat. Namun sudahlah, aku tak menginginkan hal yang menggenapi menjadi empat untuk saat ini. Lamat-lamat, siluet itu menjadi bercahaya terang. Hingga aku mampu melihat wujud ketiganya dengan sempurna.

Tuhan, terima kasih telah mengijinkan aku menangis dan menjadi bodoh.

Kembali. Saat semuanya masih disini. Suatu kemustahilan untuk menginginkan waktu yang telah pergi. Mendekat. Semakin dekat. Hingga hanya berjarak sejengkal tangan. Semuanya pun masih ada disini. Suatu kemustahilan yang diijinkan untuk terjadi. Ada sosok ibuku, ayahku, dan gadisku di depan posisi berdiriku yang tak berubah dari semula. Meraih ketiganya. Erat. Erat yang abadi. Karena di tempat ini segala sesuatu diijinkan untuk terjadi secara abadi.

Terima kasih, Tuhan.

*) Inspired by cerpen “Namanya..” karya Djenar Maesa Ayu. “Memek tidak tahu, kenapa orangtuanya menamainya begitu. Padahal dari awala me saja, banyak nama-nama lain bisa dibuat semisal, Medy, Melly, Merry, mengapa harus Memek? Apalagi nama Memek disandingkan langsung dengan nama bapaknya, Memek Sumarno”. 

Minggu, 30 Oktober 2011

And the Dream Never Stop :'))

Entah, sejujurnya saya sudah habis berkata-kata.
Baru saja beberapa jam yang lalu saya menjemput passion dan mimpi saya untuk bisa datang di Fashion Week. Tiket sudah ditangan.

Dan, di hari yang sama. Dengan kondisi keadaan yang berbeda tentunya. Siang yang datang dengan sedikit mendung di awan. Passion saya yang lain menghampiri saya. Adalah menulis. Sebuah workshop menulis gratis yang dilansir oleh novelis terkenal, Albethiene Endah. Awalnya saya sempat deg-degan nggak diterima. Yah, gimana nggak deg-degan karena beliau hanya memilih 400 orang untuk mengikuti workshop ini. Dan ternyata, alhamdulillah saya termasuk 400 orang itu.

Alhamdulillah,
Tuhan benar-benar baik sama saya. Entah, saya harus membalas apa setelah ini :').

Sebuah email yang letaknya tepat diatas e-mail e-ticketing Jakarta Fashion Week. Double Happiness. Thank You So Much God. Sehari merasakan sebuah mimpi yang sepertinya tak pernah berakhir :')).


Walk Walk Fashion Baby. OMG!..

Alhamdulillah...
Akhirnya kesampaian juga impian saya buat dateng ke acara fashion week (walau masih di dalam negeri dan hanya sebagian acaranya saja). Berbekal terburu-terburu, akhirnya tujuh buah tiket fashion show di gelaran Jakarta Fashion Week 2012 bisa saya dapatkan. Alhamdulillah :)).

It would be my very first time experience about my passion. Semoga kabar baik lain tentang passion saya yang lain bisa saya pegang. Bismillah :)).

Nggak kebayang aja, saya yang masih mahasiswa semester 7 di kampus paling pinggir Yogyakarta akhirnya bisa dateng ke acara kaya' gini. Mimpi..mimpi..mimpi.. siapa yang gak bakal mengira hal yang tidak mungkin seperti ini bisa dibilang seperti mimpi. Tapi akhirnya nyata. Alhamdulillah :)).

Terima Kasih, Allah :)).
The ticket

The another ticket

Jumat, 28 Oktober 2011

HEAVEN


Ayumi Hamasaki - HEAVEN

Pada sebuah cerita di mimpiku waktu itu. Aku berada di sebuah pelataran taman antah berantah. Nampak terlihat segalanya hitam putih, segalanya terlihat aneh membuatku betah. Entah. Tak menahu. Aku mengangkat badanku untuk menyusun posisi duduk bertumpu pada batu yang terletak persis dibawah pohon yang rindang, yang juga terlihat hitam putih. Samar-samar tetapi jelas, aku mulai mendengar gemuruh dari kejauhan. Gemuruh biasanya identik dengan tangisan awan berupa hujan. Akupun segera bergeser mendekat menuju bagian bawah pohon. Mengambil strategi awal. Sedia payung sebelum hujan. Gemuruh kedua menembus gendang telingaku. Kali ini suaranya terdengar lebih kerasa daripada sebelumnya. Awan gelap pun mulai menyongsong bergerombol kejam datang. Aku tau awan bukan sosok yang lemah dan cengeng hanya dengan sebuah cubitan akan menangis. Bagaimana mungkin sosok yang bisa mencipta kilat kuat yang kejam merupakan sosok yang lemah dan cengeng?. Perlu dihantam berkali-kali lipat, awan baru akan bisa menangis. Seperti saat ini, gemuruh ketiga yang datang lebih keras bagai teriakan awal awan yang kesakitan telah dihantam. Lalu kemudian menangis, hujan membasahi pelataran antah berantah.

Di kejauhan, aku melihat sosok yang tak asing oleh penglihatanku. Wanita berambut panjang sepinggang. Dia tak takut basah. Dirinya tak basah. Setitikpun tidak. Walau air hujan sudah mengucuri habis raganya. Entah mengapa, aku merasakan ketakutan terbasahi oleh air hujan. Sesuatu yang tidak biasa buatku. Sehingga kuputuskan hanya diam ditempatku terduduk. Wanita itu merubah posisinya berdiri. Berputar. Sedikit demi sedikit aku bisa melihat sosok lengkap dengan raut muka wajahnya. Dirinya sama halnya dengan awan. Sedang menangis. Entah apa yang telah menghantam dirinya untuk kemudian menjadikannya menangis.

Dia sudah sempurna memutar posisinya berdiri. Sudah tidak berada pada posisi membelakangiku. Namun, masih saja aku tak bisa melihat wajahnya dengan benar-benar sempurna tanpa cela. Mungkin terhalang oleh hujan lebat yang turun. Atau mungkin memang jarak kami yang berjauhan. Akupun memicingkan kedua mataku. Berharap usaha ini bisa membuahkan hasil untuk lebih sempurna melihat sosok wajah wanita yang sedang menangis itu. Aku mendapati air matanya meleleh membasahi pipinya. Keheranan. Kekhawatiran. Apakah wanita itu adalah kekasihku?. Kenapa dia menangis?. Kenapa aku tak bisa menjangkaunya?. Kenapa aku tak bisa mempunyai perasaan untuk menjangkau tubuh dan kemudian memeluknya saat ini?. Yang pada akhirnya, yang kubisa hanyalah menjadi gila. Menggila. Menangis menggila ketika dirinya ternyata pergi mendahuluiku. Penyakit berhasil mengunyah habis kekasihku.
***

Pada sebuah cerita di mimpiku. Kini bagian mimpiku yang kedua. Ada sebuah kupu-kupu mencium hidungku. Kubuka mataku. Yang bisa kulihat adalah sosok kekasihku dibelakang siluet kupu-kupu yang persis berada di depan mataku. Karena tak betah berlama-lama. Kupu-kupu itu terbang menikmati kebebasannya kembali. Selamat Datang. Ucap kekasihku dengan lancar. Dia sudah sangat piawai berucap AIUEO. Terima kasih Tuhan.

Sebuah pelataran taman indah berwarna-warni. Rumput-rumput hijau bergoyang bagai bermain peran di perbukitan Sound of Music. Sapuan warna-warni indah tertancap manis di jalan setapak yang penuh dengan taman bunga yang juga berwarna-warni. Awan biru bergradasi keungunan terbentang luas di angkasa. Ada pelangi yang seperti membentuk jembatan warna-warni indah yang menghubungkan awan satu dengan awan yang lainnya. Semuanya sempurna. Semuanya indah. Semuanya bagai surga.

Tuhan masih memberi kami kesempatan untuk bertemu. Kami berdua. Sebuah kehidupan lanjut bersamamu yang tak pernah bisa kubayangkan setelah kau pergi. Karena memang mustahil ingin bersama sosok yang telah tiada. Karena memang ini lah takdir, takdir kita. Bibirmu kembali menyerukan kalimat dalam suara yang dulu tak pernah bisa ku dengar. Aku hanya terdiam, tersenyum, lalu memelukmu erat sampai petang menjelang. Dengan lautan bintang yang terhempas luas di selimut malam yang hitam pekat.

Hidup memberiku petunjuk untuk percaya. Walaupun segalanya memang sudah sangat jelas tidak akan bisa terjadi di kemudian hari, namun hidup tidak pernah menyerah memberikan ku petunjuk untuk selalu percaya. Dirimu memelukku erat, aku pun demikian, kami menikmati sajian lautan bintang yang berkedip manja, dan indera pengucapmu masih berbicara manis tanpa henti tentang semua ini. Sempat aku berpikir untuk menyerah untuk percaya. Dan hanya cukup berkata selamat tinggal ketika waktu itu kau sedang menangis menggila. Tidakkah kau mendengar ucapan selamat tinggalku waktu itu kekasih?.

Aku selalu berada di sampingmu. Walau aku sudah tiada. Tapi kau selalu memintaku berada di sisimu. Tanpa pernah beranjak dari sampingmu. Yang pada akhirnya, kau menyatukan sedikit jiwaku di darahmu. Membiarkannya menggerogoti tubuhmu sepertiku dulu. Aku tak pernah menginginkan cara seperti ini untuk bersama. Namun aku sudah tak bisa melarangmu melakukan hal gila seperti itu. Aku hanya mampu melihatmu dari kejauhan. Dan merasakannya sedikit pada ragaku yang telah menyatu di dalam tubuhmu. Hingga kita bisa saling menyentuh satu sama lain. Benar-benar bisa menyentuh diri kami masing-masing. Pada sebuah pelataran taman indah warna-warni, yang ketika malam tiba, dihiasi lautan kristal berkedip manja di angkasa seperti saat ini.

Mimpi keduaku tak pernah berbohong. Karena mimpi bukan manusia. Akupun juga sama sepertimu kekasih. Tak pernah mampu mengucapkan selamat tinggal. Hingga pada akhirnya aku berbuat demikian. Bodoh. Tolol. Idiot. Moron. Menyatukan sedikit jiwamu mengalir di darahku sudah menggerogoti tubuhku yang kotor. Aku dikirim disamping ragamu yang sudah damai. Semoga aku bisa menemanimu dengan damai. Kami bisa bersatu lagi karena percaya. Mungkin bisa dibilang percaya akan cinta. Atau percaya akan hal lain.

Pada sebuah pelataran taman indah warna-warni, yang ketika malam tiba, dihiasi lautan kristal berkedip manja di angkasa. Bersama kekasihku. Hanya kami. Hanya kami berdua.  Mampu menyentuh sama lain. Mimpi kedua benar-benar menyentuh ragaku. Tidak seperti mimpiku yang pertama. Mimpi pertama yang hanya imajinasi saat terlelap. Mimpi kedua yang seakan ingin membuatku selalu terjaga bersama kekasihku di dunia yang katanya penggambaran sebuah surga. Entahlah. Jangan tanyakan padaku tentang kebenarannya. Aku hanya akan sibuk disamping kekasihku. Kekasihku yang mantan jalang. Dan diriku yang mantan hidung belang.
***