CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 29 November 2011

a new place for my fashion-sense

http://fashionof-his-love.blogspot.com/

Enjoy it all :))

Sabtu, 26 November 2011

J'adore WORDISME ~Sebuah Catatan Kecil Tentang Belajar Menulis


Tak Perlu Jauh-jauh Pergi ke Negeri Cina 
Bagi saya, mungkin berdirinya ilmu itu selalu bersanding kompak dengan passion. Keduanya saling berkaitan satu sama lain, Ilmu butuh passion agar bisa berkembang. Sedangkan passion butuh ilmu untuk mewujudkannya. Terlepas dari aspek-aspek lain yang mengisi celah-celah ruang diantara keduanya, bagaimana mungkin kita bisa atau ingin meraih dan menambah ilmu jika saja kita tak ada keinginan atau passion atas sesuatu yang ingin kita cari ilmu-nya tersebut. Dan bagaimana bisa kita mengetahui keinginan atau passion kita, kalau saja kita tak mengerti (minimal) sedikitpun hal-hal (ilmu) yang menjadikannya sebuah rasa keinginan atau passion pada diri kita sendiri.


Ada sebuah pepatah yang berkata “kejarlah ilmu sampai ke negeri Cina”. Kalau saja saya boleh menambahkan, mungkin saya akan menambahkan kata passion pada kalimat tersebut hingga jika dijadikan dalam satu kalimat menjadi “kejarlah ilmu dan passion sampai ke negeri Cina”. Pepatah yang sering dijadikan motivasi (mungkin oleh kebanyakan orang jenius dan gila ilmu) itu menjadikan negeri Cina sebagai pusat dimana banyak ilmu yang di dapat darisana. Ilmu dari yang terbaik (seperti dunia bisnis) sampai yang terjelek sekalipun (semisal pintarnya Cina membuat imitasi produk-produk Famous Luxurious Brand). Namun, negeri kita tercinta ini, Indonesia. Juga mampu menyajikan berbagai atau mungkin berjuta-juta  ilmu dan passion yang bisa kita saring dan ambil sesuai apa yang kita inginkan, setidaknya itu yang bisa saya katakan dan saya rasakan :).

Hanya berbekal segenggam berry hitam elektronik yang di dalamnya sudah terintegrasi dengan social media Twitter, di suatu malam yang melelahkan saat saya baru pulang kuliah plus kerja paruh waktu. Di timeline saya menampilkan cuap-cuap dari penulis novel terkenal yang saya follow, siapa lagi kalau bukan Alberthiene Endah (@AlberthieneE). Saat itu, beliau sedang menginformasikan suatu hal yang cukup menggairahkan saya kedalam quota 140 Karakter di Twitter-nya. Sebuah workshop menulis gratis selama satu hari, yang waktu itu masih belum mempunyai nama. Yang akan diadakan pertengahan bulan November di Jakarta, dengan persyaratan pendaftaran yang bisa dibilang tidak cukup rumit. Pendaftar hanya diharuskan mengirimkan data diri, cerita pendek tentang kenapa ingin menjadi penulis, dan terakhir (yang baru saya tahu setelah mendaftar) mencantumkan photo paling kece yang dipunya :P. Dan kemudian akan disaring dan dipilih menjadi 300-an orang yang beruntung bisa mengikuti acara workshop menulis gratis selama satu hari ini.

Singkat cerita, tanpa segan dan menyelingkuhi rasa kantuk saya yang sedang melanda saat itu, saya segera membuat, mengetik apa-apa saja yang diperlukan (tentu saja tanpa mengirimkan photo, karena pada waktu itu saya belum tahu kalo diharuskan untuk mengirim photo paling kece juga :P) lalu mengirimkan ke alamat e-mail yang di informasikan oleh mbak Alberthiene Endah (AE). Di selang waktu satu bulan berikutnya (mungkin karena banyaknya pendaftar dan sistem penyeleksian yang cukup rumit karena banyakanya pendaftar) tepat di akhir bulan Oktober saya menerima e-mail bahwa saya lolos untuk mengikuti Workshop Menulis Gratis selama satu hari yang saat itu pada akhirnya diberi nama, WORDISME.

Negeri Cina memang boleh mempunyai berjuta-juta ilmu dan passion yang bisa dijemput disana. Namun, mungkin saya sedikit merasa beruntung dan sedikit lega. Tak perlu jauh-jauh ke negeri Cina (mungkin untuk saat ini) untuk menambah ilmu dan mengejar passion saya (tentu saja dalam bidang menulis). Jakarta memberikan peluang saya untuk menambah ilmu dan mengejar passion saya di bidang menulis melalaui Wordisme. Hanya butuh sembilan jam dari Yogyakarta. Bersembunyi di dalam kotak besi besar yang ditarik oleh kotak serupa namun beruap, yang mengantar saya menjemput ilmu dan passion tentang MENULIS.


And the Show Begin..
Pagi hari yang alhamdulillah cerah tanpa mendung secuilpun, menyambut hari Sabtu saya di ibukota. Memaksa diri untuk bangun pagi, karena sejujurnya bangun pagi memang bukan kebiasaan saya. Dan workshop menulis gratis selama satu hari itu tiba pada hari ini, ada perasaan gugup yang saya rasakan. Betapa tidak, tentunya di acara tersebut akan banyak sekali saya temui teman-teman seperjuangan yang sama-sama hobi menulis (bahkan mungkin sudah ada yang menjadi seorang penulis). Hal lain yang membuat saya gugup adalah bertemu para narasumber yang benar-benar sangat berkompeten di bidang kepenulisan. Sebut saja, Petty S. Fatimah dan Reda Gaudiamo yang benar-benar sudah merasakan manis pahit atau bahkan berkali-kali orgasme di bidang kepenulisan jurnalisme pop. Kalau boleh sedikit berlebihan, Indonesia sebenarnya juga memiliki sosok Editor in Chief sekaliber milik majalah Vogue USA, Anna Wintour. Dan Petty S. Fatimah mungkin sosok yang tepat untuk mewakili sosok Anna Wintour dari Indonesia. Berikutnya, ada sosok Alberthiene Endah yang piawai sekali bercerita tentang kehidupan pribadi public figure dari Indonesia mulai dari nol sampai tuntas dengan sebutan bilangan  yang tak bisa disebutkan. Sesosok penulis biografi terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Adalah Raditya Dika dan Aulia “Ollie” Halimatussadiah yang benar-benar berkompeten untuk kepenulisan blog. Teknologi Informasi yang semakin berkembang dewasa ini, telah memberikan kemudahan untuk kita mengakses bacaan atau bahkan menulis tidak saja dalam media kertas yang kemudian dijilid dengan sedemikian rupa hingga menjadi buku. Telah lahir sebuah media bernama blog yang telah dilahirkan dunia maya yang ikut berperan berkembang bersama saudara-saudaranya seperti facebook, twitter, dan media lain yang telah dilahirkan dunia maya. Dengan diramu asupan kocak Standup Comedy ala Raditya Dika dan sedikit bisnis kepenulisan dari Ollie, mereka berdua bercerita, sharing bermanfaat dan berbagi ilmu tentang kepenulisan blog. Ketika bicara tentang menulis atau mungkin membaca fiksi/cerpen itu senikmat bercinta. Pandangan saya dengan seketika akan tertuju pada sosok Djenar Maesa Ayu. Siapa yang tidak kenal dengan kumpulan cerpen seperti Mereka Bilang, Saya Monyet!, Jangan Main-Main (Dengan Kelaminmu), Cerita Pendek Tentang Cerita Cinta Pendek, 1 Perempuan 14 Laki-laki, dan Novel Nayla. Beberapa karya yang katanya sangat vulgar hingga membuat suatu kontroversi. Yah, sebenarnya kalau boleh saya sedikit berargumen, menonton film porno justru lebih vulgar daripada membaca karya-karya Djenar Maesa Ayu. Mungkin saja, saya bisa berargumen demikian karena background pendidikan saya adalah seni. Seni yang vulgar biasanya mengandung kesan estesis dan keindahan serta cita rasa yang benar-benar tinggi. Namun, karena korelasi antara bacaan dan film itu berbeda, jadi saya lebih memilih untuk mengembalikan persepsi akan karya-karya Djenar ke pribadi masing-masing. I love Djenar Maesa Ayu. Berduo bersama Clara R. Juana atau yang lebih akrab disapa Clara Ng. Sebuah novelis dan cerpenis yang benar-benar produktif menghasilkan karya-karya yang apik. Tidak melulu telah menelurkan beberapa karya untuk remaja hingga dewasa, karya-karyanya juga telah menyentuh pikiran-pikiran polos anak kecil untuk berimajinasi dari bacaan. Novel dan kumpulan cerpen yang kebanyakan kita kenal dari media buku, seakan tak pernah lepas dari sosok Editor yang siap membabat habis karya-karya tulis dari para penulis. Adalah Hetih Rusli, wanita dibalik label Editor fiksi dari penerbit Gramedia Pustaka Utama, dan Windy Ariestanty dari Gagasmedia. Berkolaborasi bersama kedua penulis fiksi/cerpen Djenar Maesa Ayu dan Clara Ng, keempatnya berdiri di atas panggung untuk memberikan wejangan penuh kegilaan untuk meluluskan ke-horny-an saya (dan peserta lain) atas ilmu-ilmu kepenulisan fiksi/cerita pendek. Sebuah film, ternyata juga tidak terlepas dari dunia kepenulisan. Aditya Gumay, Alexander Thian yang merupakan selebriti twitter dengan user id @aMrazing, dan Salman Aristo adalah sosok sukses dibalik kesuksesan film-film dan sinetron Indonesia. Mereka bertiga memberikan beberapa ilmu menakjubkan tentang kepenulisan skenario. Tentunya betapa beruntungnya saya dan peserta lain bisa bertemu dan menyerap ilmu secara langsung dari nama-nama besar dibidang kepenulisan dari beliau-beliau ini. Cukup menurunkan rasa ke-gugup-an saya yang lalu digantikan dengan rasa bersyukur.

Tepatnya di gedung Kompas-Gramedia di kawasan Jakarta Barat. Sekitar pukul delapan kurang seperempat saya menginjakkan kaki saya di lantai tujuh gedung tersebut, tempat dimana diadakannya acara Wordisme. Disambut dengan ramah dan ceria oleh Chiko Handoyo Soe (@gembrit) selaku panitia yang memegang hak penuh atas kesekretariatan. Lalu dijejali dengan dua buah goddy bag berwarna hitam yang membungkus isi yang benar-benar menyenangkan dan mengenyangkan. Artasya Sudirman (@myArtasya), Pembawa acara (secara general Wordisme) cantik dengan atasan berwarna putih, penuh dengan lipatan crowl dilengan, serta bawahan berwarna abu-abu kecoklatan dengan detail penuh kancing berwarna hitam di bagian depan menyapa semua peserta di jarum jam tepat menunjukkan pukul setengah sembilan pagi.  Yang kemudian di susul dengan sambutan singkat dan padat ketua panitia wordisme, Alberthiene Endah (@AlberthieneE) yang dibalut dengan dress cantik berwarna biru tua dengan belahan leher V yang menambah aura cantik dari tubuhnya yang langsing.

Sesi pertama diisi dengan materi pelatihan jurnalisme pop. Dengan narasumber Petty S. Fatimah (Pemimpin Redaksi Majalah Femina) dan Reda Gaudiamo (Pemimpin Grup Majalah Wanita Gramedia), serta di moderatori oleh Indah Ariani (@IndahAriani) dari majalah Dewi. Selama satu jam setengah kedua narasumber benar-benar memberikan saya sebuah pencerahan dan tambahan ilmu tentang apa-apa saja yang perlu diperhatikan dalam kepenulisan jurnalisme pop. Yang diantaranya adalah kita harus mempelajari dan memahami (membaca dan menelaah) karakter (angle, gaya penulisan, dan format penulisan) majalah atau media yang ingin kita tuju, karena sejatinya setiap majalah itu memiliki karakter yang berbeda-beda menurut target audience yang mereka tuju dan jangan takut untuk mengirimkan tulisan-tulisan yang sudah memperhatikan semua karakter dari majalah kepada majalah yang ingin kita tuju . Tentu saja di sesi pembukaan ini cukup menggugah diri saya, karena memang kelak bekerja di dunia media (majalah lebih tepatnya) adalah impian saya. Apalagi mendapat wejangan secara langsung dari ahlinya seperti Petty S. Fatimah dan Reda Gaudiamo, yang sudah bertahun-tahun hidup untuk menulis pada sebuah majalah.

Kepiawaian Alberthiene Endah dalam menuliskan Biografi dibagikan kepada semua peserta wordisme di sesi kedua acara ini. Pukul sepuluh tepat, beliau ditemani pembawa acara kawakan yang berkompeten, Mayong Suryolaksono yang identik dengan acara lawas yang membahas review-review film bertajuk Cinema Cinema. Dalam suara cantiknya yang diluar dugaan saya ketika hanya melihat avatarnya di twitter, Alberthiene Endah menguraikan beberapa ilmu untuk kepenulisan sebuah biografi. Yang diantaranya adalah menulis biografi itu adalah menulis dan menceritakan  tentang kisah hidup, historis, liku-liku kehidupan orang yang mempunyai kekayaan hidup dan memiliki Human Interest, yang bisa menginspirasi orang lain (yang membaca) untuk berubah lebih baik. Dengan segi kepenulisan yang tidak banyak berbeda dengan menulis-nulis hal lain, namun ada hal-hal yang perlu ditambahkan yaitu harus siap mental menghadapi emosi yang sering berubah-ubah dari narasumber yang akan diwawancarai, untuk wawancara dengan narasumber sebisa mungkin tidak lebih dari satu setengah jam karena setiap orang memiliki tingkat kesegaran, jika lama, dikhawatirkan jawaban akan melantur kemana-mana. Sebisa mungkin untuk intens bertemu dengan narasumber, agar tercipta kesinambungan wawancara. Di sesi ini, Alberthiene Endah juga bercerita tentang proses kepenulisan saat menulis buku biografi Probosutedjo, dimana ada satu bab yang pada akhirnya dihapus dan tidak ikut diterbitkan, karena dianggap terlalu kontroversi. Dan dari sini mungkin saya bisa sedikit menyimpulkan, menghadapai emosi dari editor juga sangat diperlukan. Browsing dan mencari banyak referensi tentang narasumber juga sangat dianjurkan sebelum melakukan wawancara langsung dengan narasumber dan mulai menulis biografinya.

Raditya Dika (@radityadika) dan Aulia “Ollie” Halimatussadiah (@salsabeela) melanjutkan sesi berikutnya dengan materi pelatihan penulisan blog, yang dipandu dengan moderator yang juga merupakan selebritis twitter yang juga seorang penyiar radio, Miund (@miund) . Raditya Dika, seorang blogger yang dikenal dengan buku Kambing Jantan yang merupakan catatan keseharian-nya di blog, kemudian di terbitakan dalam sebuah buku, dengan bumbu penuh kocak dia memberikan beberapa tips jitu dalam penulisan blog, diantaranya tulislah blog dengan jujur, tulis apa saja yang kamu mau. Jangan pernah memasang target agar blog kita ingin dikenal banyak orang. Seringlah menulis, walau tak ada yang membaca blog kita satupun. Dan dari semunya, yang paling terpenting adalah You don't have to be better, you just have to be different dan jangan berpegang teguh pada mood saat menulis, mending menulis jelek daripada tidak menulis sama sekali. Sementara dari pandangan Ollie yang saat itu banyak memakai kombinasi warna krem, hitam, dan oranye pada busananya meninggalkan beberapa ilmu yang diantaranya, Mulailah menulis dengan hal kecil, seperti apa yang dialami sehari-hari, lalu berkembang ke reaksi atas apa yang diawali dari hal kecil  itu, lalu kemudian expertise blogging. Tulislah apa yang kita suka, lalu promosikan blog kita via twitter (mention teman terdekat tentang blog kita), tutup wanita dibalik self-publishing nulisbuku dan kutukutubuku ini.

Selang beberapa jam setelah istirahat makan siang. Tepatnya satu setengah jam setelah tengah hari, giliran Djenar Maesa Ayu, Clara Ng, serta Hetih Rusli dan Windy Ariestanty yang memberikan pelatihan sesi ke empat, yaitu pelatihan menulis fiksi/cerita pendek. Saya sangat menikmati sekali sesi ini, pembawaan Djenar yang santai dengan penuh rock ‘n roll (perpaduan tank top, hot pants, empat kaleng bir yang membuat saya tergoda, dan seringnya beliau ke kamar mandi. All of that is so cool), dan sosok Clara Ng yang keibuan, ditambah dua sosok editor dari dua penerbit yang berbeda, Hetih Rusli mewakili penerbit Gramedia Pustaka Utama dan Windi Ariestanty dari penerbit Gagasmedia yang piawai menjabarkan apa-apa saja yang diperlukan agar buku kita bisa diterbitkan.  Dengan dipandu oleh moderator Hilbram Dunar, menjadikan sesi itu cukup kocak, santai tapi masih tetap serius. Sehingga saya dapat mengambil beberapa ilmu untuk kepenulisan fiksi/cerpen yang diantaranya adalah, Menulislah karena butuh menulis, jadilah objek ketika menulis jangan memposisikan kita sebagai subjek, biasakan menulis tanpa konsep agar lancar ketika bergerak untuk menulis. Gunakan bahasa yang mudah untuk menerangkan sesuatu tanpa harus memakai diksi yang berbunga (ex: penis is penis. Bukan “sesuatu yang menyerupai microphone). Seorang penulis harus kuat dengan kesunyian, bukan tidak mungkin dari situlah muncul sebuah ide dan harus kuat menampung ide tersebut. Dan yang terpenting adalah kenali diri kamu sendiri ketika menulis. Clara Ng sebagai sosok yang cukup produktif dalam menghasilkan banyak karya, juga menambahkan dalam menulis sebuah fiksi/cerpen, kita akan banyak mendapatkan ide dengan cara peka dengan perasaan (sensitif), kemudian dari banyaknya ide yang muncul pilihlah yang paling baik dan bagus. Dan kembangkan ide tersebut hingga memiliki konflik. Fiksi/cerita pendek yang bagus harus memiliki konflik. Menulis itu merupakan tingkatan paling tinggi dari level berbahasa (dari level paling bawah yaitu mengerti (apa yang diucapkan), membaca, berbicara, dan yang paling tinggi adalah menulis (menyampaikan apa yang ada dipikiran). Selain sosok penulis, yang sangat berperan penting dalam penulisan sebuah cerita fiksi/cerita pendek, sosok editor tentunya juga sangat berperan untuk menjembatani penulis dengan pembaca. Hetih Rusli dan Windy Ariestanty lebih selalu memperhatikan penulis yang memiliki kemampuan untuk bercerita dan memiliki tehnik bercerita yang piawai. Mereka berdua juga menambahkan, sebagai penulis fiksi berusahalah untuk mengenali objek yang ingin ditulis (dalam artian pembaca). Serta berusahalah menulis dengan baik dan menenangkan hati sehingga mampu menguasai emosi editor dan juga pembaca. Tutup sesi keempat ini di jarum jam tepat dipukul tiga sore.

Sesi terakhir dari acara wordisme yang di moderatori oleh Artasya Sudirman adalah pelatihan menulis skenario. Sesi ini menyajikan tiga buah narasumber yang sangat berkompeten dibidang kepenulisan skenario film dan sinetron. Beliau-beliau ini adalah Salman Aristo, pria dibalik film Brownies, Ayat-ayat Cinta, Sang Pemimpi dan beberapa film-film Indonesia yang sudah banyak kita nikmati di bioskop. Lalu disambut dengan Alexander Thian, pria yang juga merupakan selebriti twitter dikenal dengan user id @aMrazing, yang juga merupakan sosok sukses dibalik sinetron-sinetron penuh drama yang setiap harinya sering kita lihat pada layar kaca. Dan yang terakhir adalah Aditya Gumay, pria dibalik layar film Rumah Tanpa Jendela dan Emak Ingin Naik Haji. Sesi ini merupakan pengalaman pertama saya bersentuhan dengan menulis skenario. Tentunya masih benar-benar kosong ilmu saya tentang menulis di bidang ini. Sehingga ada kalanya saya sedikit tidak mengerti apa yang dijabarkan narasumber berkompeten ini. Yang saya ingat, mereka betapa seringnya membahas bahwa sinetron di Indonesia itu bisa dikatakan konsumsi babu (pembantu, yang bisa dikatakan selalu dipandang sebelah mata), dan ternyata dibalik kebabuan sinetron dan semakin panjangnya episode sinetron yang ditayangankan, sebenarnya merupakan titik sukses dari sinetron tersebut dan tentu saja memberikan pemasukan yang cukup banyak bagi siapa-siapa saja yang berdiri dibalik layarnya. Dari sini, saya bisa menyimpulan ada sisi menarik untuk menulis skenario. Tidak melulu membahas tentang sinetron, ketiga narasumber ini juga memberikan beberpa ilmu yang bisa kita saring untuk pembelajaran dalam menulis skenario film ataupun sinetron. Diantaranya adalah, dalam penulisan skenario sinetron kita harus punya ide yang premis (ide yang bisa dijual), mental yang kuat juga merupakan syarat utama bagi siapa saja yang ingin terjun kedunia kepenulisan skenario film/skenario, harus kuat dicemooh karena hasil yang kurang memuaskan, dan terlebih harus kuat mental ketika tanpa diduga kita diharuskan merubah skenario yang sudah kita buat sedemikian rupa dalam kisaran waktu yang tidak lama. Dalam menulis skenario, menulisah untuk visual sehingga deksripsi itu penting. Pemakaian bahasanya juga harus lugas, bukan hanya bisa dirasa namun harus bisa dilihat dan di dengar. Sesi terakhir ini bisa dikatakan cukup seru, ada sosok @aMrazing yang begitu suka nyinyir dan cerewetnya dia ketika bercuap-cuap di twitter, namun ternyata saat bicara di depan umum, beliau juga masih punya rasa gugup yang menguasai. Sesi ini pun ditutup tepat pukul lima sore, dan menandakan ditutupnya seluruh rangkaian acara yang cukup mengenyangkan pikiran saya akan menulis sekaligus mengenyangkan perut saya yang dijejali dengan banyak makanan plus snack dari panitia.

Seakan tak ingin berpisah dengan para peserta. Setelah semua sesi pelatihan sudah menjejali penuh akan kehausan ilmu menulis para peserta, para panitia wordisme membagi-bagikan undian doorprize bagi peserta yang beruntung nomer pesertanya dipanggil. Sebenarnya saya mengincar doorprize kursus menulis. Tapi apa daya, peserta lain lebih beruntung dan mendapatkan doorprize tersebut. Tapi, saya tak berkecil hati begitu saja. Dengan semua packaging dan isi yang benar-benar menarik dengan ilmu yang banyak saya ambil dari keseluruhan acara wordisme. Saya sudah cukup senang dan bersyukur bisa terpilih untuk mengikuti acara ini. Yang menutup satu minggu penuh di Jakarta kali ini dengan begitu menyenangakn dan mengenyangkan. Terima kasih semua panitia, Alberthiene Endah (@AlberthieneE), Aulia “Ollie” Halimatussadiah (@salsabeela), Rahne Putri (@rahneputri), Jia Effendie (@JiaEffendie), Rifky Septiaji (@rseptiaji), Faizal Reza (@monstreza), Sitty Asiah, Abdi Antara (@OmAbdi), Artasya Sudirman (@myArtasya), Chiko Handoyo Soe (@gembrit). Semua pembicara dengan sejuta ilmu yang diberikan dan moderator. Semua peserta dari teman baru, teman yang sudah kenal, dan teman lama yang bisa saya jumpai lagi diantara 300-an peserta. J’adore WORDISME. 

Practice make perfect. Tidak ada kata lain yang lebih dahsyat untuk menggantikan-nya. Melihat betapa seringnya para narasumber mengucapkannya di setial sesi pelatiham menulis di Wordisme.


Penuh Selebriti Twitter..
Dewasa ini, peran social media sangat berpengaruh dalam ranah pergaulan atau mungkin sudah sedikit demi sedikit merambah ke ranah kehidupan lain seperti bisnis atau mungkin cinta dan lainnya. Salah satunya social media Twitter, yang dalam kuota 140 karakternya, tanpa menunggu dalam beberapa detik saja kita bisa memiliki teman baru, klien baru dalam urusan bisnis, atau mungkin calon gebetan baru dalam urusan cinta. Twitter semakin bergejolak hingga seakan-akan memunculkan dunia kecil baru yang lahir di dalam dunia besar yang kita pijak dengan kedua pasang kaki kita. Di dalam dunia kecil itu sama-sama hinggap berjuta-juta macam manusia dari berbagai latar belakang. Dan beberapa dari berjuta-juta itu, lahirlah selebriti twitter. Mungkin, bisa dibilang sama halnya dengan selebriti di dunia nyata, banyak orang yang mengenal mereka. Selebriti twitter pun demikian, banyak yang mengenal dan memuja mereka yang ditunjukkan dengan jumlah follower mereka yang tak bisa dibilang sedikit.

Karena social media Twitter sendiri lebih banyak menampilkan susunan-susunan huruf menjadi sebuah kata dan kalimat, dari booklet yang saya dapat dari Wordisme, alasan itulah yang memacu diadakannya acara ini. Karena di twitter semakin banyak dijumpai benih-benih muda yang pintar, cerdas, dan piawai menulis dengan spontanitas yang apik ke dalam kuota 140 karakter yang diberikan.

Beberapa selebriti twitter, yang tentu saja mereka juga mencintai bidang menulis dengan keunikan masing-masing, dari yang benar-benar selebriti, public figure, sudah menjadi penulis terkenal sampai ordinary people yang saking lucu dan unik tweet-tweet mereka sehingga mampu mendongkrak follower yang siap-siap mengalahkan follower @ladygaga, hingga ditasbihkan menjadi selebriti twitter seperti layaknya selebriti-selberiti yang lahir dari youtube sensation yang sedang sering kita jumpai akhir-akhir ini. Di wordisme ini lah, dimana saya bisa berjumpa secara langsung dengan beberapa dari beberapa selebriti twitter yang sering wara-wiri di timeline. Dan tak tanggung-tanggung, beberapa dari mereka menjadi panitia inti dan tiga dari mereka menjadi pembicara untuk memberikan materi pelatihan kepenulisan.

Diantaranya ada sang ketua suku pelatihan menulis wordisme, mba’ Alberthiene Endah dengan tweet-tweet penuh cinta tulusnya yang dikenal dengan user id @AlberthieneE, Raditya Dika (@radityadika) dan Alexander Thian (@aMrazing) yang juga mengisi materi pelatihan menulis blog dan pelatihan menulis skenario. Di belakang nama-nama besar itu, bersiap sedia beberapa selebriti twitter yang siap mengejar follower ketiga penulis yang sudah malang melintang di industri kepenulisan tersebut, yang terbilang banyak berdiri menjadi panitia wordisme, adalah Abdi Antara yang kerap dijumpai dengan user id @OmAbdi, lalu ada Chiko Handoyo Soe dengan user id @gembrit, yang saking banyak penggemarnya di dunia twitter, dia membuat sebuah hashtag khusus #chicoholics. Duo penyiar radio kondang yang juga banyak memiliki follower, Artasya Sudirman (@myArtasya) dan miund (@miund). Yang kemudian disusul dengan Rahne Putri (@rahneputri), Rifky Septiaji (@rseptiaji), dan @zarryhendrik yang kemunculannya bisa dijumpai di akhir acara. Dari beberapa nama tersebut ada yang mengambil peran sebagai panitia untuk sukses dan berjalannya wordisme. Twitter-an jalan, Wordisme juga harus tetap jalan.

Karena padatnya acara yang telah disusun. Membuat saya tak bisa mengabadikan photo bersama para pembicara. Sebenarnya bisa, tapi saya harus mengorbankan sedikit waktu awal pelatihan di tiap materi pelatihan jika ingin mengabadikan photo bersama para pembicara. Dan alhasil, karena ketidak-bisa-an saya berphoto dengan para pembicara, saya banting setir untuk mengabadikan photo bersama selebriti-selebriti twitter yang tersusun menjadi panitia wordisme. Daripada tak mengabadikannya sama sekali, khan terbilang sayang juga. Ilmu dapet, seneng-senengnya juga dapet :).


with Alberthiene Endah
with Chico Handoyo Soe (@gembrit)

with @OmAbdi , buat sahabat saya @praharanielok yang ngefans banget sama dia >.<

with Andris (@unbornsin), pakar semiotika di twitter :P

saya saya saya :))

And the last word...J’adore Wordisme
Memang bukan di Perancis hingga saya bisa berucap J’adore. Tapi di Indonesia yang mampu bercita rasa seperti Perancis. Cita rasa tinggi bak koleksi super mewah dari koleksi asli Haute Couture yang hanya bisa dijumpai di negeri yang katanya romantis. Namun, kali ini cita rasa tinggi dalam artian lain. Dalam artian lain yang dimaksud banyak ilmu yang bisa saya dapat, banyak pelajaran yang saya terima, keseriusan yang juga dibarengi dengan kesantaian yang menggembirakan. Menyenangkan dan mengenyangkan. Mungkin akan sedikit lebih romantis dan penuh perasaan daripada diucapkan kepada kekasih. J’adore. J’adore WORDISME. Terima kasih atas berjuta-juta ilmu menulis yang diberikan.... 

Persembahan grafis dari saya untuk WORDISME, selain dalam bentuk tulisan ini :)

Kamis, 24 November 2011

How I Dreaming Karimun Jawa

Bulan November,
boleh-boleh saja ketika koleksi fall/winter sedang gencar-gencarnya ditampilkan di panggung fashion show. Banyak coat kulit berwarna gelap pastel bertebaran, topi-topi manis berbahan bulu-bulu kelas tinggi. Karena mengingat, bulan November itu selalu identik dengan hujan dan kemudian disambung dengan musim salju yang menyambutnya di bulan Desember. Intinya bulan ini bumi sedang dilanda hawa yang sejuk, dingin, bahkan sampai beku. Namun, sedikit beruntung atau malah bersedih hati, Indonesia hanya mampu di datangi si musim hujan dan kemarau.  Kalau saya sih beruntung, merasa beruntung karena hujan dan kemarau yang datang sebenarnya adalah hal yang tidak banyak bisa dibedakan di Indonesia.

Musim hujan ketika saya memimpikan Karimun Jawa. Sebuah pulau kecil nan indah di sebelah utara Provinsi Jawa Tengah. Entah kenapa, saya begitu sangat mengidam-idamkan menginjakkan kaki saya di pulau kecil ini. Bermain-main dengan hamaparan luas laut birunya, yang mampu menyapu titik-titik pasir putih yang sempurna bercumbu dengan kaki maupun badan saya. Barangkali terinpspirasi dari video ini, namun sebenarnya tidak sepenuhnya benar karena memang setting tempat videonya bukan mengambil tempat di Karimun Jawa. Saya hanya mengimajinasikan hawa sejuk dan terik panas disana. Bermain-main bersama sahabat-sahabat saya di hamparan luas yang indah. Merupakan contoh dari beberapa surga duniawi yang bisa dinikmati.


Sama halnya seperti menunggu sebuah jawaban dari pertanyaan yang tak kunjung dijemput oleh jawaban itu sendiri. Entah kapan secuil keinginan traveling saya ke Karimun Jawa bisa ter-realisasikan. Mengingat semenjak kuliah lalu menyambi dengan kerja, hampir tak ada waktu libur yang panjang. Semoga cepat atau lambat bisa ter-realisasikan. Tentu saja tak ketinggalan bersama sahabat-sahabat terdekat :)).





Kamis, 03 November 2011

You Were...


Ayumi Hamasaki - You were...

Buku Harian Ken

Aku dan Pria. Bulan depan kami sempurna menuju usia dua tahun untuk hubungan kami. Bukan waktu yang cukup mudah. Tak cukup mudah untuk kami. Namun, untuk memperoleh kemudahan itu, kami memilih untuk menjalaninya. Mungkin hanya itu jalan satu-satunya. Tanpa pernah mengeluh apalagi menyerah atas hubungan kami berdua. Yang memang cukup kompleks, cukup beresiko, diluar kendali dari sebuah kebiasaan yang sudah tercipta seperti demikian di awal. Pria mencintaiku dengan apa adanya. Dengan apa adanya selama dia bisa. Juga termasuk ketidak-bisaan dia dengan sebuah komitmen. Barangkali, cinta yang mampu membuatku melupakan ketakmampuan dia akan sebuah komitmen ada pada dirinya. Sama halnya dengan Pria, aku mencintai dia dengan apa adanya. Mencintai dengan harapan dia adalah sosok terakhir dari apa yang kucari akan cinta. Aku tau itu terdengar mustahil dan cukup egois. Tapi cobalah melihat dari sudut pandangku. Sudut pandang hubungan kami berdua. Sosok terakhir. Aku sudah lelah jika harus mencari sosok terakhir. Usia dua tahun yang akan menjelang, akan membuktikan kalau dia memang benar-benar sosok terakhir untukku.

Satu bulan menjelang usia dua tahun. Sebagaimana Pria. Pria dengan ketidakmampuan dirinya untuk menerima sebuah komitmen. Dengan kata lain, dia bisa memutuskan apapun kehendaknya tanpa ada apapun yang menghalanginya. Sebuah perubahan dari perputaran bumi-pun terjadi. Kami menyerah. Pria yang lebih menguasai menyerah. Aku berkeluh kesah. Sedih. Terhantam sebuah batu besar keras yang dilempar Pria menuju ke arahku. Satu bulan aku berkawan erat dengan tempat tidur. Dua bulan aku masih saja singgah di tempat tidur yang sama, yang kini juga selalu berteman dengan tangisan. Tiga bulan. Empat bulan. Lima Bulan. Aku ingin berjalan-jalan kembali. Aku berusaha bangkit. Aku sudah lelah tertidur selama berbulan-bulan.

Berandai engkau kembali disini. Berandai kami kembali bercakap di dekat jendela di sore hari. Berandai kami terlelap di bawah selimut hitam berbintang di atas sana. Aku hanya bisa berandai tanpa bisa sempurna menghapus sampai habis sosok Pria. Berkawan dengan air mata, di bawah malam yang sunyi. Pria menyerah. Pria ingin kembali ke perjalanan hidupnya sendiri. Katanya dia ingin mencoba jalan yang kata banyak orang lebih benar. Kami berdua ternyata sudah benar-benar berakhir. Menyerah untuk mengeratkan hubungan sesama jenis kami yang terbina karena cinta. Menjelang dua tahun itu terlepas begitu saja. Kelemahan dan ketidak berdayaanku kini dengan sempurna menguasai jiwaku. Barangkali memang benar apa yang dikata banyak orang, cinta itu penjahat brutal yang siap menghabisi kita sampai tak berdaya. Luluh lantah tak berdaya. Hingga kekasih baruku digantikan dengan alkohol dan kemunculan sosok lain yang tak biasa untukku, Wanita. Mencobanya detik demi detik. Menit demi menit. Jam demi jam. Ketidak berdayaanku membuat jalan pikiranku terbang bebas tak berujung dan tak berstruktur runtun. Jikalau, banyak orang bilang. Wanita itu sejatinya sosok yang paling benar bagi seorang Pria. Bukan Pria dengan Pria. Wanita bukan wanita. Persetan dengan semua orang bilang. Aku hanya Pria homoseksual yang mulai menjadi pria hidung belang dengan mencoba bercinta dengan Wanita jalang. Persetan saja dengan segalanya. Cinta memang busuk untuk segala macam hubungan. Segalanya dari yang normal, sampai yang tidak normal dipandang orang seperti pecinta sesama jenis. Tak berguna jika memilih mana yang lebih benar. Manusia bukanlah Tuhan.
***

Kenti Sugandhi *). Ibuku seorang waria. Ayahku seorang pengusaha kaya raya, pecinta wanita, wanita-wanita yang katanya bukan wanita yang yang sesungguhnya. Ada pepatah berkata, buah yang jatuh tak akan jauh jatuhnya dari pohonnya berasal kemungkinan ada benarnya. Aku diadopsi oleh mereka sejak aku belum sempurna berjalan, berucap, dan mampu berdiri dengan kedua kakiku sendiri. Dengan ibu seorang waria dan Ayah pecinta waria. Aku pada akhirnya memutuskan menjadi pecinta sesama. Bukan, bukan berdasar pepatah buah yang jatuh. Disinilah mungkin mengapa aku bisa berkata kemungkinan ada benarnya pepatah itu. Segalanya hanya kembali kepada si buah. Pohon hanya menuntun dari belakang. Pohon bukan membentuk buah agar menjadi matang. Karena pohon hanya sama-sama manusia. Sejatinya, sama-sama tak sempurna. Hanya mengajarkan beberapa hal. Hingga buah mengerti apa itu hidup. Sehingga dirinya mampu menjalani hidup itu seperti apa. Pohon memberikan kebebasan si buah untuk memilih. Berani bertanggung jawab atas apa yang sudah dipilih. Tanpa mengajarkan untuk meraung-raung menangis kembali ke hadapan pohon, saat buah tak mampu bahkan tak berani menghadapi tanggung jawabnya. Orang tua dan anak hanyalah sama-sama manusia. Hanyalah sebuah strkutur hierarki yang dibuat manusia yang membedakan mereka. Aku mencintai mereka sebagaimana aku mencintai diriku sebagai pecinta sesama jenis. Walau segalanya berakhir demikian jadinya.

Dua butir peluru terlepas bebas dari pelatuknya berasal. Berhasil menembus dengan sempurna. Ada sebuah sebab materi dari terlepasnya kejadian itu. Hingga meninggalkan sebuah kepergian dan ada sesuatu yang masih berupa. Kepergian yang hanya meninggakan aku sebuah nama. Yang tak pernah kutahu apa arti sebenarnya dari nama terkait. Terselip sebuah makna dari bahasa yang tak banyak orang tau. Ibu sejatinya seorang pria. Pria yang gemar bermain mainan anak perempuan bernama Barbie. Katanya sedikit konyol ketika usiaku sudah memperkenalkanku dengan makna sebenarnya sebuah nama. Nama itu indah. Bisa dikatakan indah dalam pengertian lain, karena manusia sejatinya tidak hanya memiliki bagian indah, ada bagian lain dari sebuah indah. Kekasih boneka Barbie, yang bersatu sejajar dengan kelamin pria dalam bahasa ibuku. Bahasa waria yang dipelajarinya secara otodidak. Tanpa penjara kencang sebuah institusi untuk mempelajarinya. Dia hanya meninggalkannya saat mulai pergi menjauh mengikuti sebuah cahaya terang bersama kekasihnya, Ayahku.

Sebuah kebebasan. Kebebasan untuk memilih atas apa yang ingin dipilih. Kesedihan yang sudah menjelma menjadi ketidak-mampuanku untuk melakukan apapun. Terpenjara dalam sebuah botol rapat berwarna hijau bertuliskan Bir Bintang. Katanya, bir paling nikmat daripada bir buatan luar negeri. Bercinta sepanjang waktu dengan wanita jalang yang tak pernah terencana dalam imajinasi sebelumnya. Barangkali memang waktu untuk kembali ke jalan yang benar. Jalan benar yang lain seperti makna indah dari namaku. Bukan sebuah perbuatan balas dendam. Aku hanya ingin menuruti apa yang aku inginkan. Aku sudah lelah merencanakan hal yang indah dalam menjalani.
***

Buku Harian Ken dan Indah

Kami berdua malaikat yang diciptakan Tuhan. Dua malaikat  yang diciptakan dengan kemampuan yang tidak sempurna seperti malaikat lain. Malaikat tak memiliki masa lalu yang kelam. Dia tak pernah bersentuhan dengan bir. Tak pernah bercinta dengan wanita jalang. Tak pernah bercinta dengan wanita yang belum bisa dikatakan sebagai istri. Dan malaikat tak pernah dan tak memilki rasa sakit dan penyakit. Malaikatpun tak memiliki sosok yang bodoh. Namun, kami bahagia. Kami bahagia, Tuhan.
***

Buku Harian Ken dan...... Ibu, Ayah, dan Indah

Tuhan, ijinkan aku menangis kepadamu.  Aku tak pernah merasa sedih seperti saat ini. Kehampaan yang memang kosong. Ketika segala hal disampingku telah pergi. Sesuatu yang pergi yang tak pernah bisa kugilas habis pada pikiranku.

Tuhan, ijinkan aku menjadi bodoh.

Aku melihat sayup-sayup siluet mereka dari kejauhan. Pada sebuah hamparan luas taman yang indah dimana aku berdiri saat ini. Tiga siluet yang seharusnya empat. Namun sudahlah, aku tak menginginkan hal yang menggenapi menjadi empat untuk saat ini. Lamat-lamat, siluet itu menjadi bercahaya terang. Hingga aku mampu melihat wujud ketiganya dengan sempurna.

Tuhan, terima kasih telah mengijinkan aku menangis dan menjadi bodoh.

Kembali. Saat semuanya masih disini. Suatu kemustahilan untuk menginginkan waktu yang telah pergi. Mendekat. Semakin dekat. Hingga hanya berjarak sejengkal tangan. Semuanya pun masih ada disini. Suatu kemustahilan yang diijinkan untuk terjadi. Ada sosok ibuku, ayahku, dan gadisku di depan posisi berdiriku yang tak berubah dari semula. Meraih ketiganya. Erat. Erat yang abadi. Karena di tempat ini segala sesuatu diijinkan untuk terjadi secara abadi.

Terima kasih, Tuhan.

*) Inspired by cerpen “Namanya..” karya Djenar Maesa Ayu. “Memek tidak tahu, kenapa orangtuanya menamainya begitu. Padahal dari awala me saja, banyak nama-nama lain bisa dibuat semisal, Medy, Melly, Merry, mengapa harus Memek? Apalagi nama Memek disandingkan langsung dengan nama bapaknya, Memek Sumarno”.