CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Senin, 19 Desember 2011

PARA-KISS

Indera penglihatan saya mungkin seakan mengandung magnet ketika melihat apa-apa saja yang berbau fashion. Termasuk ketika pertama kali melihat poster plus link download film yang satu ini. Bicara singkat tentang film ini, sebenarnya ini bukan kali pertama saya pernah mendengar apalagi melihat tentang Paradise Kiss. Karena sebelum dibuat kedalam versi live action, Paradise Kiss terlebih dahulu dirilis dalam format anime. Kira-kira ketika waktu itu saya masih berpakaian putih abu-abu, saat masih gemar-gemarnya melahap serial anime-nya sampai tuntas. Waktu itu alasan saya menonton anime ini, dikarenakan saya suka dengan sang kreator yang membuatnya, Ai Yazawa yang juga kreator dari anime-manga-live-action berjudul NANA. Tahu-tahu ketika berselang beberapa tahun setelah itu, lebih tepatnya di tahun 2011 dibuatlak versi live action-nya.

Secara garis besar, bisa dibilang antara cerita di anime dan live action tidak jauh berbeda. Menceritakan tentang seorang gadis yang (mungkin) berotak encer, hobi belajar (walaupun ternyata itu adalah sebuah paksaan dari si ibu) agar masuk universitas favorit, yang tiba-tiba di tengah kegusaran dan kelelahan-nya akan belajar, ditengah perjalanan pulang dia "sengaja" ditemukan oleh segerombolan anak sekolah seni (fashion designer), yang tanpa pikir panjang langsung ditasbihkan untuk menjadi model presentasi karya tugas akhir mereka. Hingga pada akhirnya, si gadis lambat laun memiliki sebuah perasaan kepada salah satu dari seniman (fashion designer) itu. Tak berakhir sampai disitu saja, seiring berjalannya waktu, si gadis (yang memiliki nama Yukari Hayasaka) mengerti apa yang terbaik harus dilakukan untuk masa depan-nya. Dia memutuskan untuk melepas keikut sertaan-nya mengikuti ujian masuk universitas, mengikut alur bakatnya menjadi model yang dikata banyak orang dia sangat berbakat untuk melakukan hal tersebut. Si ibu-nya pun akhirnya mengerti, melepas semua rantai untuk mengekang anaknya yang dirasa hanya untuk kebaikan dirinya saja. Dan bla bla bla...silahkan menonton sendiri filmnya :P.

Dengan durasi film selama dua jam, mata saya benar-benar dimanjakan dengan beberapa karya baju dari siswa-siswa fashion designer Bunka yang benar-benar dari pusat sekolah mode ini berasal, Bunka Fashion College Japan. Suatu hal yang tentu saja tak bisa dinikmati saat menonton versi anime-nya. Namun, bicara tentang kelengkapan cerita, tentu versi anime lebih memiliki kelebihan kelengkapan dalam segi cerita dibanding dengan durasi dua jam live action yang terasa singkat.

Dalam versi live action-nya banyak sekali quote-quote seru yang bisa dipetik. Buat saya, saya suka sekali dengan quote yang diucapkan tokoh George kepada Yukari saat mereka akan berpisah..

Dalam segala hal. Sebenarnya Bakat bukan faktor utama. Yang lebih utama lagi adalah Passion (hasrat). Yakinlah, jika kau menginginkannya, kau akan mendapatkanya. Tidak akan pernah ada yang terjadi jika tidak menjadi diri sendiri.
What the simple quote, but nice :). 
Yah, secara keseleruhan film ini cukup menghibur untuk ditonton. Sedikit menilik bahwa sisi sebenarnya dari fashion itu bukan hanya sebuah ke glamoran dan kemewahan. Namun sebuah karya seni tinggi dari hasil imajinasi tinggi yang butuh sebuah usaha tinggi pula untuk mewujudkannya. Otak seniman memang tak bisa ditebak, terkadang diluar mainstream yang berlaku. Sedikit ditampilkan bagaimana ke-kontrasan dari apa yang  ada dipikiran, dan bentuk luar yang dipakai antara seniman dan kelompok pemikir eksakta  yang ditampilkan dalam film ini. Tentunya, saya bisa berkata seperti demikin bukan untuk membenarkan atau membesar-besarkan mentang-mentang saya kuliah di bidang seni, lho.

Last but not least, this is the trailer of Paradise Kiss (PARA-KISS). Enjoy the movie :)).


Kamis, 15 Desember 2011

SEVEN DAYS WAR



Last Chapter of [MEDLEY: Endless Sorrow, Dearest, CAROLS, Together when, HEAVEN, You Were, SEVEN DAYS WAR]

Aku bersyukur, Tuhan pernah menginjinkan dan memberiku kesempatan untuk menikmati tujuh hari dalam satu minggu. Yang kemudian, dari ketujuh hari dalam seminggu itu bagai menenun kain tenun dengan menghasilkan hasil akhir yang terbilang sempurna, merangkai hari demi hari hingga terjalin suatu kesatuan dimana aku menyebutnya kehidupan. Sampai pada akhirnya pemberhentian terakhirku berakhir disini bersama Ayah dan Ibuku, serta kekasihku. Ada berbagai kisah tentang segala yang terjadi dan perubahan yang kesemuanya telah ku tulis dalam buku harianku. Kaleidoskop hidup yang bagai perang selama tujuh hari tanpa tahu berakhir seperti apa. Perang yang tak pernah berakhir untuk dibayangkan. Perang yang telah berakhir disaat kehidupan telah berhenti. Yang pada akhirnya saat ini aku mengerti, hidup adalah sebuah pertempuran yang indah.

Ada sebuah kisah, dimana Ibu di usir dari rumah. Dia diam-diam melakukan operasi penumbuhan payudara  tanpa sepengetahuan orang tua-nya. Betapa tidak membuat orang tuanya naik darah, mereka berdua termasuk orang terpandang yang cukup disegani banyak orang. Ibu hanya ingin menjadi dirinya sendiri. Menjadi dirinya sendiri yang dipandang orang lain sebagai lelucon kampungan yang murahan. Ditendang dengan paksa dari rumah. Meninggalkan semua yang serba mewah dari semua yang pernah dimiliki. Mewah yang di dapatnya saat ini hanyalah tidur beralaskan koran kusam yang sudah robek disana-sini. Di tengah malam yang lengang, ibu pernah menangis meronta kepada Tuhan. Apakah Tuhan menghukumnya karena melawan orang tua?. Apakah Tuhan menghukumnya karena mencoba untuk menjadi diri sendiri?. Menjadi diri sendiri perihal yang cukup sukar untuk dijalani. Ibupun menyadarinya. Namun, ibu tak mau menyerah begitu saja merengkuh sedih atas apa yang didapat dari keputusan besarnya. Ibu tak pernah menyerah. Ibu selalu berperang. Tanpa pernah menyerah dan selalu berperang untuk meraih impiannya menjadi penyanyi. Seorang penyanyi musik dangdut. Hanya dunia hiburan yang bisa mengijinkan orang-orang seperti Ibu mengenyam dan menikmati kehidupan yang serupa dengan orang-orang yang katanya lebih normal daripada dirinya. Apapun yang terjadi, ibu tak pernah menyesal pernah dilahirkan di dunia dengan keadaan seperti adanya saat ini. Pertempurannya dengan kehidupan berakhir dengan tragis ketika usiaku mulai beranjak pada batas sebuah ke dewasaan. Aku bisa belajar bertempur dengan hidup dari Ibu. Menjadi diri sendiri, walau segalanya terkadang sukar untuk mengijinkannya.

Mulutku pernah terkunci rapat. Lebih tepatnya dikunci dengan rapat. Sebuah kesukaran lain ketika menjadi diri sendiri. Aku tak pernah sekalipun melawan mereka dengan suara dari mulutku. Aku tak pernah mencemooh mereka atas apa-apa saja yang pernah mereka keluarkan dari mulut-mulut mereka sendiri. Aku hanya ingin bebas bicara tanpa batas, sama halnya seperti mereka. Aku hanya ingin bercerita tentang diri sendiri seperti mereka yang dengan lantang dan bangga menceritakan tentang diri mereka di depan kelas. Namun, kini mulutku di kunci rapat. Aku dianggap terlalu dini untuk mengenal tentang semua ini. Saat itu aku tak mengerti, bukankah seharusnya hal seperti ini sangat wajar terjadi. Mereka bisa dengan bebas berkespresi ketika bermain putri dan raja saat istirahat sekolah menjelang. Mereka bisa dengan lantang bercanda gurau tentang siapa sedang jatuh cinta dengan siapa. Namun, ketika giliranku bercerita, aku hanya mendapat cemoohan, bahkan pernah kudapatkan sebuah bogem penuh energi dari  Haris, teman sekelasku yang berlagak sok jagoan. Ketika aku bercerita tentang ketertarikanku dengan lagak sok jagoannya yang membuatku terpana. Sejak saat itu, aku mulai merasa mengerti menjadi Ibu. Mulai merasa mengerti betapa susahnya harus menjadi diri sendiri. Selama satu minggu aku terpenjara dalam ketakutan dan kebingungan. Hingga kemudian merasa, seharusnya tak ada yang salah dengan semuanya. Mungkin hanya sebuah kepolosan diri yang belum mengerti bagaimana menjadi diri sendiri yang baik. Atau mungkin saja memang mereka merasa lebih baik, merasa lebih baik dengan membuang dengan begitu saja segalanya yang dirasa buruk karena mereka merasa lebih baik. Kata sebagian orang, lelaki seharusnya melawan ketika dilawan. Namun, kata sebagian orang juga musuh terbesar adalah diri sendiri. Lalu untuk apa melawan orang lain, kalau saja melawan atau lebih mengerti diri sendiri belum bisa dilakukan. Menyampaikan apa-apa saja tentang diri sendiri kepada diri sendiri.

Suatu ketika, saat mengalami sebuah kekalahan. Sebuah kompetisi atau pertempuran memang terbilang kejam ketika berakhir dengan sebuah kemenangan dan kekalahan. Namun, tak bisa dipungkiri, kemenangan dan kekalahan dalam sebuah pertempuran sudah mulai tumbuh di dunia sejak aku belum bisa bernafas untuk merasakan kehidupan. Dari kekalahan terkadang muncul sebuah pertempuran kembali. Sebilah pedang dan tameng besi sudah terjejal menutupi diri. Aku bertarung tanpa habis dengan segala yang kutemui di depan. Secara detail, tanpa habis tak bisa ku deteksi karena pertempuran begitu menggelitik untuk dinikmati. Mengesampingkan hal-hal lain hasil proyeksi negatif dari sebuah pertempuran. Hingga pada akhirnya,tenaga yang ku punya sudah habis terkuras. Pemberhentian terakhir hanyalah sebuah kelelahan. Sebilah pedang dari lawan sudah membabat habis setengah tubuhku. Hampir tanpa menyisakan sisa. Pertempuran menjadi hancur, setengah tubuhku mengikuti alurnya menjadi sama hancurnya. Sempat ku tersentak diam tanpa berkata menyadari sisi tubuhku yang telah terbunuh. Namun, diamlah yang dengan segera memecah diriku untuk tersadar. Aku masih memiliki bagian tubuh lain untuk hidup. Segera tersadar, sudah cukup dimana masa lalu terlalu sering bercengkrama terlalu lama dalam otak ku yang beku karena ketidaksadaran diri. Perubahan dari hasil sebuah pertempuran imajiner dengan diri sendiri. Tanpa pernah membuang diri sendiri, menemukan kembali hal-hal lain untuk diri sendiri.

Saat ini, aku mungkin bisa sedikit mengerti dengan banyak orang berkata tentang “Hidup adalah sebuah proses”. Berkenalan secara rutin dengan Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, Sabtu, dan Minggu. Secara berulang selama kita hidup. Menjalani tujuh hari selama masih bisa bernafas dan melihat matahari yang ikut berperan serta dalam pergumulan dengan para hari. Merasakan beberapa musim yang ikut menggetarkan hidup dengan para hari. Sekomplotan tujuh hari yang dengan siap sedia bagai ksatria berpedang tangguh yang siap menghadapi. Sebuah makhluk imajiner yang ternyata juga mengambil peran, bahkan mendapat tempat untuk hidup menjalani kehidupan. Tanpa pernah merasa lelah, sampai pada akhirnya lelah itu pada saatnya akan datang dijemput oleh waktu untuk mengakhiri semuanya. Pertempuran tanpa mencoba menjadi hal yang lain, sudah cukup untuk menjadi apa yang sudah diberi. Sudah cukup untuk menjadi diri sendiri saja. Segalanya seperti itu, sudah berhasil membuat diriku bisa tersenyum bahagia di tempat diriku masih bisa bercerita walau buku harianku mungkin sudah menjadi abu di bumi. Sudah cukup bahagia bisa tersenyum dan hidup bahagia bersama Ayah, Ibu, dan kekasihku dalam sebuah rumah kecil di perbukitan indah yang Tuhan beri untuk kami. Disini.

Selasa, 06 Desember 2011

KAMI

Jakarta tampak lengang. Dengan berjuta lampu temaram yang menyebar di tiap bagian tubuhnya. Sesekali angin malam menyeruak masuk celah jendela, membuat sebuah pergumulan tanpa cinta dengan kulit. Gedung pencakar langit yang tak bisa sempurna tidur sejenak, nampak terlihat dari penerangan cahaya yang masih berpendar terang terlihat dari bagian luar. Bagai satu keinginan terpendam untuk masa depan yang berada dalam salah gedung pencakar langit di kota Megapolitan.

Kami berdua beradu asap rokok. Aroma strawberry yang beradu dengan menthol yang melekat. Saat-saat  seperti ini seharusnya lebih semarak jika dentingan beradu botol-botol bir ikut mengambil peran dalam drama dini hari kami berdua. Bersandar pada sebuah tembok di pinggir pintu balkon yang terbuka. Kami mengijinkan angin malam masuk dengan bebasnya, membuang asap rokok beraroma kami untuk kemudia bercinta dengan udara diluar. Dengan berlatar belakang sapuan berjuta-juta gedung-gedung penanda jaman. Untuk kali pertama kami berdua, secara bersama-sama menikmati dini hari di kota yang mungkin untuk masa depan kami.

Segalanya tak berubah dan tak akan berubah diantara kami. Kecuali bergesernya pemikiran kami, yang katanya sangat dibutuhkan dan harus dilakukan untuk eksistensi hidup di dunia. Kami masih gemar mencipta sebuah gelak tawa hanya untuk sekedar memecah keheningan dan dinginnya dini hari. Terlebih memecah apa-apa saja yang sudah mengikat pikiran kami yang mampu membuat kami sedikit sukar menikmati hidup. Hidup seharusnya dinikmati, bukan untuk membuatnya lebih sulit. Banyak orang yang berkata demikian. Tapi membuat untuk menikmati hidup itu terkadang bukan perihal yang mudah.

Kepingan beberapa puzzle kehidupan. Kata banyak orang hidup itu seperti merangkai sebuah puzzle dengan hasil akhir sebuah karya seni yang super duper bercita rasa tinggi. Kepingannya ada berupa teman, sahabat, orang tua, dan cinta. Tapi aku atau mungkin dia tak pernah membatasi kepingan-kepingan apa saja yang akan membentuk lukisan karya seni indah masing-masing kami. Aku tak ingin sebegitunya bersusah payah menjalani hidup dengan mencari tiap bagian puzzle-puzzle itu. Kalau kita bisa mencarinya bersama-sama, kenapa tidak ?. Tentu tanpa menjadikannya sebagai tujuan utama. Bersama-sama mencarinya dengan rasa cinta. Bersama-sama mencarinya bukan untuk mencari cinta. Cinta itu sahabat. Cinta itu teman. Cinta tidak seharusnya membunuh. Namun cinta terkadang juga hidup. Dia berkembang seiring berkembangnya jaman. Terkadang bisa membunuh tanpa bersisan secuil pun.

Gedung pencakar itu roboh seketika. Tanpa menyisakan secuil pun seonggok bangunan kuat. Namun, sebelum gedung itu roboh, kami menopangnya bersama-sama. Aku berani sangsi, aku tak akan mampu menopangnya sendirian. Kami menopangnya dengan masih menghisap rokok beraroma di mulut kami. Kami berdua saling membutuhkan satu sama lain. Manusia makhluk sosial. Masih butuh orang lain untuk hidup, walau pada akhirnya akan kembali menjadi sebuah individu ketika di akhir. Kami, dua pasang sahabat dengan cinta. Cinta tak seharunya diberi kepada sang kekasih. Bukan, bukan karena aku tak memiliki kekasih. Tapi kekasih yang memberi cinta, kehadirannya selalu tak terduga persis seperti kisah pangeran berkuda putih yang datang secara mendadak ketika puti salju tertidur karena sebuah apel. Cukup klise mungkin, tapi sudahlah.

Hanya ingin menikmati hidup. Melihat indahnya matahari terbit dan terbenam. Melihat indahnya manusia yang saling mencinta. Duduk bersila dengan dia di pinggir jendela yang terbuka. Dengan sapuan gedung-gedung pencakar langit penanda jaman kota megapolitan. Lantai enam. Dengan aroma strawberry dan menthol yang memamcar dari mulut kami.

Katanya, menikmati hidup itu gratis kok. Oh, yah?. Apakah benar?.
Bagi saya sahabat itu yang gratis. Dengan berjuta-juta teman yang silih berganti berdatangan, sahabat terdekat tetap yang dihati, walau hati yang dipunyai sedang hancur dan menunggunya pulih :).

Untuk seorang sahabat :).



Jumat, 02 Desember 2011

Jakarta 5 A.M. and this time i'm not leaving without you...

For the very first time i have a idea about "Jakarta 5 A.M". It comes from, when for the very first time i watch Breakfast at Tiffany's (yes, i'm a addicted of this movie. and yes, i watch this movie when i got a broke up of my relationship last year). The Opening Scene of that movie is super duper cool and cold. Taken on the early morning 5 A.M. Madison Avenue, New York. A super calm New York in the morning, a super beautiful sun when it ready to high, a super emotionally fellin' when we are get up in the morning, a super duper fabulous little black dress by Givenchy, and also a super duper extraordinary awesome classic actress, Audrey Hepburn to play her role as the-super-fabulous-chick-free-women called, Holly Gollightly.


And i'm already back to this Capital City, Jakarta. Namun, Sendiri. Hanya membawa sebuah travel tote bag besar ditambah dengan sebuah tas kecil. Saya kembali menginjakkan kaki di Ibukota. Sempat bersangsi untuk sementara tidak akan menginjakkan kaki di kota ini lagi. Yah, anggaplah saja sebagai janji-dengan-emosi-maksimal seseorang yang habis putus cinta (dulu), dengan mantan kekasih yang masih tertinggal di celah-celah banyaknya gedung bertingkat yang dimiliki kota ini.

Jakarta 5 A.M., bagi saya jam 5 pagi itu adalah waktu yang sekiranya masih sangat nikmat sekali dinikmati untuk merebahkan badan di pelukan tempat tidur :P. Bagi sebagian orang, apalagi yang hidup di rumitnya kota megapolitan seperti Jakarta, jam 5 pagi mungkin sudah menjadi dua atau satu jam setelah mereka bangun, untuk segera bersiap-siap, menghadapai realita yang ada, bersama kepala-kepala lain yang juga menggantungkan nasib hidupnya kepada kota megapolitan, Jakarta.

Ternyata tak sepenuhnya demikian, Jakarta 5 A.M. extremely beautiful for me (yeah, for me :). Saking cantiknya pagi hari di Jakarta, saya bisa sedikit melupakan keterasingan saya atas kondisi dimana saya turun di Jakarta, sendiri, mengambil busway dari Stasiun Pasar Senen untuk kemudian sampai ke tempat tujuan saya di bilangan Cilandak. Tentunya, ini kesempatan paling pertama yang diberikan saya ketika mencoba datang ke Jakarta tanpa bisa mengandalkan siapapun, kecuali mengandalkan diri sendiri :).

Di dalam busway, ketika jarum panjang baru meninggalkan sekitar sepukuh menit dari angka dua belas. Ingatan saya sedikit memainkan kembali Opening Scene dari Breakfast at Tiffany's. Saya menonton film ini ketika tahun lalu saya putus dengan mantan saya. This film have a beautiful simple opening scene. The big city New York, just same as Jakarta. Yang kemudian, saat itu (saat saya menonton-nya), ingatan saya kembali  dicuri oleh pikiran tentang mantan saya. Dan...yang bisa saya keluarkan adalah beberapa simple-silly-words-from-heart-broken-guy-like-me. "Kota besar dengan sejuta gedung-gedung pencakar langitnya yang indah namun mencekam. Ternyata masih menyimpan sisi indah dibalik rumitnya hidup disana. Pagi hari memulai hari baru. Terbilang kebalikan atas apa yang terjadi setelah waktu menjelma menjadi dua angka yang berjajar. Fellin' so calm. Dan, apakah kamu juga bisa dikatakan merupakan pemuja kedamaian itu?. Pemuja kedamaian indah saat jam 5 pagi?. Pemuja kedamaian indah yang mampu diberikan gedung-gedung bertingkat ini?".

Yeps, that is a past story of me. And now, i stand in Jakarta. 5 A.M. It doesn't matter if i'm alone. Jakarta 5 A.M. can change my feelin' about my loneliness. Beautifull. Thank You Jakarta.


And this time i'm not leaving without You...
It's been a long time since I came around
It's been along time but I'm back in town
But this time I'm not leaving without you

You taste like whiskey when you kiss me oooh
I'll give up anything again to be your baby doll
Yeah this time I'm not leaving without you

There's something, something about this place
Something about lonely nights and my lipstick on your face
Something something about my cool Nebraska guy
Yeah something about
Baby you and I

Been two years since i let you go,
I could've listened to a joke for rock n roll
And muscle cars drove a truck right through my heart

You taste like whiskey when you kiss me oooh
I'll give up anything again to be your baby doll
Yeah this time I'm not leaving without you

There's something, something about this place
Something about lonely nights and my lipstick on your face
Something something about my cool Nebraska guy

Yeah something about, baby you and I
You and I
You, you and I
You, you and I
You you and I
You and I
You you and I
You you and I

There's something, something about this place
Something about lonely nights and my lipstick on your face
Something something about my cool Nebraska guy
Yeah something about
Baby you and I

You and I
You and I
You you and I
You you and I
You and I

You you and I
you you and I
you you and I

Been along time since I came around
Its been along time but I'm back in town
And this time I'm not leaving without you

A some interesting music by Lady GaGa, playing in the radio when i'm on my bus from Pacific Place to going home to Cilandak. Maybe, Jakarta gives me soooo many memories that can make myself be like this now :). No regret all of these. I'm just say thank you so much for Jakarta and.....