CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Senin, 30 Januari 2012

Exploring Kotagede part 1

My first post on my lookbook and of course in my blog. Taken by my friend Danastri Rizqi Nabillah (@anamoelya). This is our first time to did this things. Hope you enjoy it. Maybe, i would post about my fashion journal day by day in this my lovely blog. Enjoy it :)


Vest, Parachute Travel-Tote-Bag, Shoes, and V-neck tshirt, Badger Invaders Bottom, Unbranded vintage glasses, DIY GaGa Necklace

And this is with Danastri :))

Senin, 23 Januari 2012

Rainy Day


  Langit memuntahkan  titik-titik air. Membuatnya bersentuhan langsung dengan permukaan bumi yang ku pijak. Aku menebak-nebak dalam hati, mereka pasti adalah dua sosok yang sedang jatuh cinta yang juga saling mencinta. Air yang jatuh membuat sebuah genangan pada bumi yang mereka pijak. Bumi yang dijadikan tempat pijakan dengan setia dan membuka lebar-lebar bagian tubuh mereka untuk disinggahi air yang mulai deras menghujani bumi tanpa ampun. Bumi seakan tak pernah marah tertusuk duri-duri tajam air yang jatuh menyerupai jarum panjang yang siap menusuknya dengan penuh kasih. Tentunya penuh kasih, karena bumi tak pernah merasa marah dan kesakitan karenanya. Malahan mereka terlihat sedang asyik berkolaborasi membentuk sebuah drama dan tarian penuh cinta di bawah hujan deras. Sungguh romantis. Membuatku miris. Teriris. Mengingatkan akan sebuah cinta yang terjadi padaku. Yang tak pernah bisa disamakan dengan kisah cinta tak nyata mereka berdua. Cintaku lebih nyata, namun tak bisa kuraih bahagia seperti cinta tak nyata bumi dan air hujan. Yang kurasa hanyalah kesedihan, keterpurukan, harapan-harapan palsu yang berlebihan.
  
  Aku terduduk diam  berlatar drama dan tarian cinta dibawah hujan. Hanya terdiam. Hanya melihat mereka sedang asyik bergumul. Terduduk pada sebuah tempat untuk menunggu serupa halte bis. Berpayung sebuah besi yang dirangkai bersama seng berlipit bagai tekstur makanan ringan yang terbuat dari kentang. Dua benda itu berkolaborasi melindungi siapa saja yang sedang menunggu di tempat yang sama seperti diriku yang tak menahu menunggu apa. Aku tak mau menyebut diriku menunggu cinta. Karena cinta, yang kutahu justru membuatu menjadi manusia yang lemah. Menyedihkan. Aku benci cinta. Namun, aku juga menginginkkanya hingga membuatku terduduk diam disini.
  
 Aku tak akan pernah mengingkari diriku sendiri jika aku masih mengharapkan dirimu datang kembali. Namun, aku juga tak mengingkari aku akan menerima sosok lain yang muncul disini-yang sesuai dengan apa yang aku inginkan ketika aku menunggu di tempat ini. Di tempat aku menunggu di bawah hujan yang menggila. Hujan menggila yang merupakan episode demi episode drama dan tarian persetubuhan cinta air dan bumi.
  
 Sudah berjam-jam aku terdiam di tempat yang sama. Aku sudah lupa berapa jam aku duduk disini. Jadi, alangkah lebih baik jika aku menyebutnya berjam-jam saja. Aku akan bercerita, sudah beberapa sosok yang datang menghampiriku. Beberapa yang kumaksud juga memiliki nasib pengertian yang sama dengan berjam-jam yang aku bilang barusan. Aku tak bisa menemukan apapun dari sosok mereka yang menemukan keberadaanku  berlindung di bawah hujan di tempat ini. Mungkin sebenarnya mereka memilikinya. Dengan  kadar yang berbeda-beda. Dengan bentuk yang berbeda-beda pula. Perbedaan itu seharusnya merupakan sebuah keunikan. Namun keunikan dari perbedaan itu tak ada satupun yang mampu menggetarkan.
  
  Aku mulai sedikit latah mengikuti apa yang dilakukan oleh awan. Awan menjatuhkan air ke bumi. Awan yang kupunya menjatuhkan air mata. Tak terbendung. Aku begitu kesal. Aku begitu lelah. Aku begitu marah. Aku begitu terpuruk. Tubuhku lemas. Angin sudah terlalu banyak meraja merasuki ragaku. Salahku sendiri memakai baju berbahan kain sheer saat hujan lebat seperti ini. Semua hal terjadi tanpa  bantuan akal pikirku, hanya demi sebuah kata yang aku lakukan, menunggu. Menunggu sesuatu yang entahlah, kini aku tak bisa mengidentifikasi aku sedang menunggu apa. Badanku semakin lemas. Terjerembab dalam sebuah kepiluan yang begitu menggila. Lemas, hingga aku tak kuat menahan tubuhku sendiri. Bersujud sambil berusaha untuk berdiri di tempat yang masih sama. Aku menyerah. Badanku sudah menolak untuk diajak menunggu. Dengan susah payah aku berusaha berdiri dari badanku yang semakin lama semakin lemah. Aku berusaha meyakinkan diriku agar aku kuat untuk berdiri. Berjalan pelan dengan bertumpu memegang tiang  yang tepahat di tempatku menunggu. Aku sudah akan meninggalkan tempat ini. Aku sudah lelah. Bahkan, kau sendiri pun tak muncul di hadapanku.

 Sebuah cahaya berpendar dari belakang tempatku berdiri yang sudah bersiap meninggalkan tempat ini. Aku tak akan menoleh, mengintipnya tidak akan pernah sudi aku lakukan. Tahukah, kalau aku sudah lelah?. Biarkan saja cahaya itu yang menepuk pundak-ku. Biarkan saja cahaya itu yang menyapaku. Cahaya yang datang bersamaan dengan kepuasan orgasme persetubuhan air hujan dan bumi, Matahari terbit dengan terang seterang cahaya itu. Biarkan saja cahaya itu yang memberikan cinta. Karena lebih baik cinta itu tidak untuk ditunggu. Cinta bukan bis yang kita tunggu untuk mengantar kita ke suatu tempat. Cintu itu apa ?. DAMN. FUCK. Suci.

This short-story inspired by this video..
Rainy Day - Ayumi Hamasaki


Selasa, 17 Januari 2012

Hebii Rooteeshon

Ok, i want to make some little noise...
i want to post some little fun and cute things XP..

Here we goo~.. :DD








And, thank's lord god halleluya i don't live in Japan. So, i can "hear" their song without any "bad comment". Haha, just kidding. Have fun with Heavy Rotation from Japan to Jakarta :P.

Ciao! :).


Sabtu, 14 Januari 2012

Kamis, 12 Januari 2012

Tarara Macaron from One Day in Surabaya


Saya lagi suka bikin photo empat petak seperti ini :P
Thank's to Aditia Aryo for the photos

Surabaya Satu Hari


Hi, blog. Saya sepertinya sudah cukup lama tidak mengisi entri baru di blog saya ini. And, before telling you about something, I would like to say Happy New Year 2012 for you all. Semoga tahun ini bisa memberikan kebahagian, keberkahan buat kita semua. Amin. Amin. God Bless You All.
---
  Bulan Desember yang lalu. Lebih tepatnya empat hari sebelum tahun baru tiba. Saya memutuskan untuk pulang ke Surabaya. Memutuskan untuk pulang ke Surabaya hanya untuk mengunjungi kota selama satu hari. Yah, ini saya lakukan untuk membayar lebih awal atas kekecewaan saya tak bisa pulang ke kota(?) halaman untuk merayakan tahun baru, karena ada sesuatu hal yang tak bisa ditinggalkan di tempat saya bekerja part time. Daripada saya merasa sedih karena benar-benar tak bisa pulang, jadi saya mempergunakan satu hari libur yang diberikan kantor untuk pulang ke sana. Saya sudah sangat rindu dengan kota ini :’(.
  Ada satu hal yang membuat kepulangan saya ke Surabaya kali ini sedikit berbeda. Dengan berat hati saya tidak memutuskan untuk pulang ke rumah. Karena alasan kalau saya pulang ke rumah, pasti saya akan semakin cepat merasa home sick ketika balik ke Yogyakarta. Dan alasan lainnya, saya tak rela melihat wajah ibu saya hanya selama 24 jam (satu hari) saja. Jadi, dengan berat hati itu saya memutuskan untuk menginap di rumah sahabat saya, Aditia Aryo. Dia sudah berbaik hati menjemput saya di pagi buta, pukul dua dini hari di terminal yang cukup jauh dari rumahnya berada. Yaps, dengan berjanji sekuat hati sebelum sampai di Surabaya untuk benar-benar menikmati satu hari ke depan di kota ini. Saya kangen. Kepulangan saya kemari terakhir kali saat idul fitri tiba.
  Saya bisa mencium lagi angin pagi menjelang siang kota Surabya yang saya cintai. Kami memutuskan untuk keluar dari rumah pukul sebelas siang. Tujuan utama kami di tempat makan seputaran SMA Komplek yang berada di Jl. Slamet untuk bertemu sahabat saya yang lain, Praharani Elok. Pulang ke Surabaya memang seperti ajang kangen-kangenan saya ke sahabat-sahabat yang saya punya. Mengobrol banyak hal tentang apa yang terjadi selama kita tidak bertemu, suatu hal lain yang teramat sangat saya rindukan ketika pulang. Kami tak terasa menghabiskan waktu selama dua jam di tempat ini sembari menikmati cemilan ringan berupa siomay dan mie pithik.
  Dua jam berikutnya, kami hijrah untuk menemui sahabat kami yang lain. Sahabat terbaik yang pernah saya punyai, Bismaputra Jayasujana. Kami memilih tempat pada sebuah pusat perbelanjaan yang bisa dibilang masih baru di Surabaya, Grand City. Ini baru kali kedua saya kemari. Setelah memasuki tempat ini, sudah banyak sekali perubahan yang terjadi dari segi tempat-tempat yang mengisi bangunan ini. Dan , perubahan lain yang cukup membuat saya sedikit sedih namun bisa tersenyum gembira hingga bibir saya terangkat naik. Perubahan itu bisa saya bilang sebuah perubahan. Sebuah perubahan dimana saya sudah tak bisa mengenali sosok sahabat saya sendiri. Sahabat yang sudah menjalin pertemenan dengan saya sejak Sekolah Menengah. Memang, tak bisa menyalahkan waktu yang begitu cepat bergerak maju hingga menuju sebuah perubahan. Tak bisa menyalahkan juga keputusan saya untuk berkuliah di Yogyakarta sehingga saya tak bisa lagi intens berhubungan dengan sahabat saya tersebut. Sebuah ketergantungan karena intens yang menimbulkan saya takut kehilangan. Yang baru saya mengerti, perasaan seperti ini bisa terjadi juga dalam sebuah hubungan sahabat.
  Namun, di balik itu. Saya bisa tersenyum karena mungkin sahabat saya tersebut bisa menemukan sebuah dunia baru untuk mengisi hari-harinya tang sudah tanpa saya dan tanpa cinta yang masih dengan setia ia cari hingga sekarang. Kami mungkin sama-sama belajar untuk menjadi manusia dewasa. Usia sudah tak mengijinkan kamu untuk menjadi sosok kanak-kanak seperti dulu. Tapi kenangan masa kanak-kanak justru yang bisa menyatukan kami, mungkin ini yang bisa membedakan dua hubungan antara manusia pada hubungan cinta dengan kekasih dan cinta dengan sahabat. Kami memang bersahabat, tapi mungkin kami tidak bisa selalu bersama-sama untuk meraih masa depan kami masing-masing. Saya bisa berucap seperti itu, karena saya tidak tau apa yang akan terjadi dengan hidup saya mendatang. Yang terpenting, saya bahagia bisa melihat sosok sahabat saya tersebut dibalik ketidak mampuan saya (lagi) mengenal sosoknya . We’re still best friend forever, dear.
  Seperti yang pernah saya posting di entri blog saya sebelumnya. Surabaya selalu membuat saya berkenalan dengan teman baru. Kali ini sosok anak kecil (hehe) yang masih duduk di sekolah menengah bernama Alicia yang mengisi di daftar orang-orang yang pernah saya temui. Glad to see you :).
  Waktu memang tak pernah menyediakan rentang yang cukup. Saya harus kembali ke Yogyakarta. Sebelumnya, saya dan sahabat saya yang saya tumpangi rumahnya, Aditia Aryo berkeliling kota ini. Saya masih rindu. Walaupun, di perjalanan berkeliling ini pada akhirnya saya bisa mendapat macaron yang saya idam-idamkan. Semua mungkin bisa terbilang sudah lengkap. Satu hari itu bagai roller coaster yang membuat saya merasa fun. Surabaya satu hari yang membuat saya bisa tersenyum dari penatnya saya di Yogyakarta.
Terima kasih sahabat, Bismaputra Jayasujan, Aditia Aryo, dan Praharani Elok.