tag:blogger.com,1999:blog-39790640389040467862024-03-14T01:11:30.731-07:00Rumah MainanAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.comBlogger110125tag:blogger.com,1999:blog-3979064038904046786.post-78222469260301383602013-11-13T23:42:00.002-08:002013-11-13T23:42:59.708-08:00Ham and Cheese Bagels<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Apa yang terbersit dalam pikir perkara <i>one night stand?</i>, yang dalam budaya populer masa-masa ini sering
dikata cinta satu malam. Ah, bagi teman-teman Bastian tentu saja satu malam
adalah beberapa jam yang hanya berisi tentang persetubuhan. Semata hanya tentang
seks. Bastian tentu tertawa cekikik. Memang benar teman-temannya itu. Namun,
satu malam baginya adalah pertemuan kali pertamanya dengan Adrian. Pria
misterius yang gemar membuat sebuah kejutan-kejutan dalam bentuk sebuah
perjamuan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Malam itu adalah kali kedua mereka bertemu, Bastian dengan Adrian.
Sebelumnya tentu Bastian tak pernah mengira akan ada pertemuan kedua. Adrian
tipikal lelaki komersial secara fisik dan materi, yang pastinya banyak digilai
orang-orang, perempuan maupun laki-laki pecinta laki-laki. Tubuhnya tinggi 180
sentimeter, dengan tubuh berisi dan rambut-rambut halus yang tersebar di
dagunya. Kulitnya kuning bersih, dan ada satu hal lagi yang baru Bastian
ketahui di pertemuan kedua ini.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Laki-laki itu mengajaknya bertemu di restaurant pada sebuah hotel
berbintang lima. Tempat yang diluar kebiasaan dari Bastian, tentunya itu adalah
sebuah tempat yang mewah dan istimewa. Setidaknya itulah yang segera menjamur
di benak-benaknya setelah pria itu mengajakanya bertemu disana. Mendekati jam
bertemu, Bastian sudah terduduk di sebuah kursi di sudut ruangan. Dia sedikit
terperangah, dia suka interior dari tempat makan itu. Memang mewah. Memang
istimewa. Namun mewah yang tanpa secara terang-terangan ingin mempertontonkan
kemewahannya. Tak ada warna emas, hampir tak ada warna yang mencolok mata, yang
ada hanyalah paduan sapuan warna coklat tua dan biru tua. Menelanjangi
ruas-ruas tiap sudut ruangannya, dia jadi teringat sosok Adrian. Pria itu tak
kunjung datang. Akhirnya, ia putuskan membuka buku yang terselip di dalam
tasnya, sembari menunggu.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Hei, maaf menunggu lama,” suara seorang pria menerobos masuk ke dalam
telinga Bastian. Sudah setengah jam dia asik menelanjangi lembar-lembar kertas
yang ia genggam. Di meja belum terlihat makanan maupun kudapan apapun, hanya
segelas bening berisi air putih. “Serius amat. Hehe.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Di hadapan Bastian berdiri sosok pria yang ia tunggu. Tapi, dia sedikit
tak percaya dengan apa yang dilihatnya di depan tempatnya terduduk. Pasalnya,
kalau memang hanya berniat bertemu dengannya di restaurant ini, pria di
depannya itu tak perlu memakai kostum putih-putih dengan <i>appron </i>tergantung yang seperti sekarang ia pakai. Terbilang
berlebihan, kecuali memang…</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“<i>Welcome to my office. I mean, my
kitchen, maybe..” </i>ucap Adrian penuh semangat. Belum sempat Bastian melempar
kata-kata, pria itu sudah menghujaninya dengan kejutan konyol seperti yang
dilihatnya barusan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sejujurnya Bastian merasa sedikit kaget melihat pengakuan Adrian
tersebut, tapi dia berusaha untuk tidak terlihat merasa seperti itu. Perasaan
kaget biasanya hanya membuat dia kikuk dan sisi pemalunya menjalar keluar.
Hingga ia lebih memutuskan untuk menyimpan rasa kagetnya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Pantesan di rak buku kamu kemarin banyak buku-buku masakan. Ternyata
benar seorang <i>chef,” </i>ucap Bastian
dengan nada mengejek.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Haha..sudah mengira sebelumnya kalau saya <i>chef</i>?” Adrian terkekeh.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Tak sepenuhnya. Perawakan tubuhmu lebih cocok punya profesi orang
bisnis.” Bastian.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Hmm..bisa begitu, ya?” Adrian mengernyitkan dahinya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Lebih tepatnya, om-om tambun perut bunci kaya raya yang punya bisnis
sukses. Haha..” ejek Bastian kemudian disusul keduanya tertawa cekikik
sebentar.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Dasar..” Adrian menyudahi tawanya. “Kamu tak apa menunggu saya sebentar
disini?. Jam kerja saya sepertinya bertambah karena ada suatu hal.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Tergantung..” ujar Bastian, Adrian menatapnya kembali dengan mimik
wajah tanda tanya bercampur kecewa. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Maaf, deh. Nanti saya bikin menu spesial buat kamu.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Buat sogokan?”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Tentu bukan. Tentunya buat permintaan maaf sudah mau menunggu lama.
Hehe,” Adrian terkekeh. “Apa masih bakal ada tergantung?”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Hahahahaha” Bastian menjawab tanpa kata-kata. Dia hanya tertawa
menanggapi pria itu.</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
***</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Masih hubungan sama <i>sex buddy one
night stand</i> itu kamu, Yan?” tanya Bisma, teman dekat Bastian. Siang itu
mereka janjian bertemu di sebuah kedai kopi langganan mereka. Laki-laki betubuh
subur itu segera saja menyeletuk ketika melihat pandangan Bastian tak bisa
lepas dari layar ponselnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Eits, <i>sex buddy </i>yang mana
lagi, nih?. Yang pramugara maskapai burung-burungan itu?, apa yang sukanya main
di dalam mobil?. Haha,” celetuk Aryo tiba-tiba. Laki-laki ini juga teman dekat
Bastian dan Bisma. “Dasar lacur,” tawa keduanya bergemuruh seketika.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Haha. Masih, enggak tau nih, tumben aja ada yang masih baik-baikan
minta ketemu lagi. Biasanya pada sok-sokan langsung hilang,” terang Bastian.
Pandangannya masih terpaku di layar ponselnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Halah..palingan juga tiap ketemu mintanya seks mulu,” Bisma sinis.
Sahabatnya yang satu ini memang gemar mengucap kata-kata kasar. Bukan karena
memang pada dasarnya dia termasuk orang yang sinis akan segala sesuatu. Tapi,
perkara laki-laki yang dekat dengan Bastian, pasti komentarnya tak pernah
berubah. Semua ditanggapinya dengan sinis, karena menurutnya mereka semua patut
diperlakukan seperti itu. Terlebih pada yang tiba-tiba suka menghilang.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Semalem tumben aja enggak ada adegan begituan. Hehe,” Bastian terkekeh.
Dia mulai mengedar pandang ke arah dua sahabatnya, setelah sebelumnya menyudahi
keterpakuannya pada ponselnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Semalem kalian ketemu lagi?” Aryo berucap meyakinkan dirinya. “Dan
enggak ada adegan begituan?. Bukan Bastian banget, deh kayanya.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bastian menghembuskan nafasnya. Hanya menimpalinya dengan hembusan-hembusan
udara dari kedua lubang hidungnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Coba sini aku lihat orangnya,” sergah Bisma yang tetiba begitu saja
menyambar ponsel Bastian yang tergeletak di meja. Kedua matanya yang terbingkai
kacamata terbelalak seketika, dahinya berkerut, alisnya menyambung. “Seriusan
orang ini?”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bastian kontan menyambung keterbelalakan Bisma dengan gerakan-gerakan
yang serupa dilakukan sahabatnya itu. Dia mengangguk perlahan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Bentar…bentar…dia yang <i>chef</i>
itu bukan?. Cowok yang sok-sok misterius, tapi tetep aja banyak yang gila sama
dia,” Bisma menyemburkan cercahannya, seakan dia tau tentang pria itu, Adrian.
“Yang kalau menginap di tempat dia tinggal. Tiap pagi dia pasti nyiapin <i>Ham and Cheese Bagels</i> buat sarapan
kalian berdua?” tambahnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Kok kamu bisa tau banyak, Bis?” sambung Aryo seketika dengan perasaan
herannya. “Pernah sempat deket sama dia, emang?.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bastian diam termangu sembari masih menyimpan keheranan di dalam
dirinya. Lagi-lagi dia tetap bergeming. Tanpa suara dan hanya mengangguk
perlahan ke arah sahabatnya yang bertubuh subur itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Dia mantan gebetan..”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Mantan gebetan?” Aryo segera memotong. Bisma segera saja membelalakkan
kedua matanya ke arah sahabatnya itu, ekspresinya menggertak karena memotong
ucapannya yang belum selesai.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Mantan gebetan dari mantanku. Pernah sekali ketemu. Itupun enggak
sengaja. Dan memang cakepnya nggak ketulungan, tapi ngebosenin. Tipikal cowok
cakep bertampang komersial kebanyakan,” Bisma kembali meneruskan ucapannya yang
terpotong.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Beneran ngebosenin, apa emosi gara-gara mantan gebetannya mantan kamu?.
Hihi,” celetuk Aryo mengejek.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bastian meraih gelas plastik berisi <i>ice
chocolate</i> di dalamnya. Meneguknya melalui pipa kecil sedotan berwarna hijau
tua. Sekedar untuk membasahi kerongkongannya, menghujani rasa kagetnya untuk
sementara. Lalu ia letakkan kembali gelas itu ditempat semula. “Memang
sejujurnya cukup ngebosenin.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Terus apalagi yang kamu tau, Bis?” tanya Bastian perlahan. Ucapannya
bernada getir dan hambar. Tak berasa, beriringan dengan sedikit kecamuk rasa di
dalam dirinya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Udah, hanya itu saja. Menurutku, lambat laun juga bakalan suka hilang
enggak jelas gitu, sih, Yan,” ucap Bisma enteng.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Oh…”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Tapi, ya udahlah. <i>Boys will be
boys</i>. Aku yakin, kamu punya pilihan yang benar untuk memperlakukan pria itu
seperti apa. <i>You’re a bitch </i>otodidak.
Haha,” Bisma terkekeh. Sahabatnya itu memang terkesan orang yang <i>judgemental</i>, tapi saat cercahannya
mengerucut di ujung cerita, segalanya seakan musnah tak bersisa.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Apa, sih,” sergah Bastian menimpali. “Balik, yuk. Nanti duit yang ku
pinjam, aku ganti secepatnya ya, Yo. Ini kayanya dompet beneran ketinggalan di
tempat si Adrian.” </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Semalem nginap di tempat dia?” Aryo.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bastian mengangguk. “Kunci kamarnya aku bawa. Kayanya habis ini mau
balik ambil dompet disana, terus balik ke rumah.” </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Kenapa
mendadak jadi lesu gitu, sih?” Bisma tergelitik melihat gelagat sahabatnya itu
yang kini terkesan aneh. Nada bicara Bastian berubah pelan, cenderung tak
berasa apapun, selain getir.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Enggak papa, Bis. Udah yuk, balik,” tutup Bastian pelan.</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
***</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Seminggu setelah mereka bertiga bertemu di kedai kopi langganan itu,
Bastian mulai menyelidik diri sendiri lagi dalam kesendirian. Bocah laki-laki
itu mungkin memang terbilang lacur seperti kata teman-teman dekatnya, tapi
perkara laki-laki, labirin hatinya terkadang perlahan terusik walau
mereka-mereka yang datang terkadang hanya bertopeng perihal persetubuhan. Dia
lelah, bukan karena kesenangan persetubuhan, hanya lelah labirinnya begitu
mudah ditembus.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Seminggu ini juga Adrian tak kunjung pergi meneleponnya, meskipun Bastian
ingin menyendiri sejenak, dia tak juga mematikan ponselnya. Ada sedikit
perasaan senang tentunya, dibaliknya tentu ada perasaan sendu yang ditopenginya
dengan mencari kesibukan. Seminggu ini dia begitu menikmati dirinya sendiri,
sambil sesekali masih menyesap tubuh-tubuh yang lain yang rindu persetubuhan. <i>Boys will be boys, Bastian will be Bastian. </i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Siang itu dihari kedelepan, dia mengasingkan diri di sebuah kedai kopi
langganan seperti biasanya. Sekedar untuk membaca buku dan menyelesaikan
tulisannya untuk kerja paruh waktunya sebagai kontributor di sebuah majalah. Pikirannya tentang Adrian hanya tinggal
selembar kertas, tapi relung hatinya masih dibubuhi oleh sosok lelaki itu. Bangsat
benar memang koki itu, pasti sudah ditambahinya bumbu-bumbu racun magis di
sekujur tubuh masakan yang telah dilahap Bastian kemarin. Siang itu dia
sendiri, sampai pada satu titik ada seseorang memperhatikannya dari kejauhan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“<i>Chocolate cream chips, and free one glass ice chocolate signature,”</i>
ujar Barista di kedai kopi itu saat pesanan minuman Bastian sudah jadi. Barista
laki-laki itu mencodongkan dua gelas plastik bening ke arah Bastian berdiri di
ujung meja.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“<i>Free ice chocolate signature?. </i>Tadi
saya sebelumnya beli <i>chocolate cream
chips</i>, tapi enggak dikasih <i>free</i>
satu gelas itu?” Bastian merajuk.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Hmmm..anu…” Laki-laki Barista itu kebingungan menjawab. “<i>Compliment </i>dari mas Adrian, Mas.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“<i>Compliment?. </i>Adrian?, maaf
maksud mas-nya Adrian siapa?” </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Dia dulu <i>store manager </i>disini.
Sekarang…itu dia lagi duduk di kursi pojokan <i>no smoking area,”</i> terang si Barista sembari mencondongkan wajahnya ke
arah laki-laki tinggi besar sedang terduduk di kursi pojokan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Oh, <i>thank you, </i>ya, mas,” Bastian
segera meraih dua gelas minuman coklat itu, menghela nafasnya, dan disambungnya
berjalan ke arah laki-laki yang ditunjuk oleh si Barista tadi. Dia menaruh dua
gelas itu di meja, duduk tepat di depan lelaki itu, di depan Adrian. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Repot amat ngasih <i>compliment </i>segala.
Mentang-mentang dulu ternyata pernah jadi <i>store
manager</i> disini?. Haha,” ledek Bastian. Nada bicaranya dia buat senormal
mungkin.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“<i>Compliment </i>buat orang yang
mendadak hilang. Untung nggak sampai masukin berita orang hilang di koran,”
sambung ledek Adrian tak mau kalah.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Idih, lebay. Haha,”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Tulisan udah beres?. Udah seminggu kamu minta nggak diganggu dulu,”
Adrian menyeletuk, sembari menunjukkan secarik kertas kecil yang tadi ia simpan
di saku celananya. “Ini catatan kecil yang kamu tinggalin di tempatku saya balikin
ke kamu,” </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Astaga..masih disimpan coba?. Banyak-banyakin sampah di bumi aja. Haha,”
Bastian terperangah.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Itu khan pesan. Kalau dibuang takutnya lupa. Jadi saya simpan sampai
umurnya habis seminggu. Sesuai yang kamu tulis khan?. Seminggu nggak mau
diganggu.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Skak mat. Bastian serasa tak tahu harus menimpalinya dengan kata-kata
apalagi. Dia bungkam, segera mengisinya dengan menyeruput segelas minuman yang
ia pesan tadi. Laki-laki itu tak sedikitpun mengaburkan pandangannya
menelanjangi Bastian. Kedua mata yang terbingkai kacamata berbingkai hitam yang
melekat di depannya, membuat bocah laki-laki yang duduk di depannya tak hanya
bungkam di bibirnya, gelagatnya seakan beku tak tau harus berbuat apa.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Tulisan udah beras belum?. Temani saya jalan-jalan, donk,” rintih
laki-laki itu manja.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Hmm..belum sepenuhnya selesai, ada beberapa yang masih mau saya edit,”
jawab Bastian. Berbohong. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Ya, sudah. Kalau begitu saya tunggu kamu sampai selesai.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Hah?. Mungkin bakal masih lama disini, Adrian.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Sampai kamu selesai,” tutupnya pendek.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Benar saja dua jam setelah itu Bastian baru benar-benar menyelesaikan
tulisannya. Atau, lebih tepatnya baru saja dua jam setelah itu, dia benar-benar
menyelesaikan pekerjaannya mengulur waktu hingga laki-laki yang menunggunya
bosan dan berangsur pergi dari kedai itu. Nyatanya, lelaki itu memang berangsur
pergi, tapi hanya untuk pergi ke kamar kecil dan lalu kembali ke kursinya
semula. Dari kejauhan, Bastian menelisik diam-diam gelagat laki-laki itu
sembari dia memasang gelagat sibuk di depan laptopnya. Hingga dia menyerah,
pandangannya bubrah berkaca pada laptop berjam-jam lamanya. Dua jam itu dijalaninya dengan sia-sia. Dan
dengan sedikit terpaksa menjadi gundik untuk laki-laki itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Diam terus. Ngobrol dong, Bastian,” sergah Adrian dibalik meja
kemudinya. Sepanjang perjalanan selepas dari kedai kopi itu, Bastian memang
lebih banyak diam. Membuka mulutnya pun hanya menyembulkan kata-kata pendek
yang lama kelamaan membuat laki-laki itu bosan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Hari ini libur kerja, kah?” ucap Bastian sedikit ragu.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“<i>Silly question. </i>Enggak mau
jawab,” </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Hmm…mau kemana kita sekarang?”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Masih <i>silly question. </i>Saya
yang minta kamu temani jalan. Sudah kamu nurut saja mau saya bawa kemana. Haha,”
Adrian terkekeh.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Terus, apa yang nggak termasuk <i>silly
question?”</i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Entah, ngobrol apa gitu, lah..”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Hmm…” Bastian bergumam perlahan. Dia tak tau mau membuat obrolan apa
lagi dengan laki-laki itu. Yang ada dipikirannya, kalau dia ingin nekat, dia
ingin membuat obrolan yang terkesan menyelidik tentang diri laki-laki itu. Buah
obrolannya dengan sahabat-sahabatnya kemarin. “Hmm…saya mau dibikinin <i>Ham and Cheese Bagels</i> lagi, dong?”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Hah?. <i>Ham and Cheese Bagels?. </i>Kamu
suka sama makanan itu?” Adrian tetiba terbelalak.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Suka banget, sih enggak. Buat sarapan bikin kenyang banget. Bikinan
kamu rasa-rasanya yang paling enak yang pernah saya makan,” </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Paling enak?. Emang sebelumnya pernah makan dimana?”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Hehe belum pernah makan dimanapun. Baru pertama kali yang kamu bikinin
kemarin,” Bastian terkekeh. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Lah…begooo. Haha,” tawa Adrian meledak sebentar. Lalu dicondongkannya
wajahnya ke arah bocah laki-laki di sebelahnya. Sebaliknya, Bastian sedari tadi
hanya melihat ke arah depan, sesekali hanya melihat ke arah jalanan yang
berhambur cepat di sisi kirinya. Tak pernah sekalipun memandang ke arah Adrian
sejak semula tadi.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Udah sering banget bikin itu sepertinya?” celetuk Bastian lagi.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Hah?. Yaa…lumayan sering..” Adrian menjawabnya ngambang. Seolah ingin
menjawab antara iya dan tidak.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Ohh….” </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Yaaa…” </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Hanya sebuah keheningan yang kemudian menyergap keduanya. Bastian tak
tau harus melempar kata-kata apalagi. Sebaliknya, Adrian seperti sudah terbiasa
dengan kebekuan yang terjadi diantara keduanya hari itu. Sepanjang perjalanan
sesudahnya, Adrian hanya mencuri-curi bayangan Bastian dari meja kemudinya.
Sementara Bastian, menggelepar tidur di setengah perjalanan mereka berdua itu. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Mereka berhenti persis di depan
bangunan yang sudah tak asing lagi bagi keduanya. Sebuah bangunan yang Bastian
tinggalkan seminggu yang lalu. Sebuah tempat yang ia tinggali pesan seminggu
yang lalu. Sebuah bilik tempat dimana dia bertemu untuk kali pertama dengan
laki-laki yang duduk disampingnya itu. Ada sedikit hasrat untuk tak ingin
kembali di tempat ini, namun entah tak tau berasal darimana, ada juga sedikit
hasrat untuk tidak ingin terlalu menggubris apa yang sedang terjadi dan akan
terjadi. Mereka tak sekedar berhenti, keduanya memasuki kembali bilik kamar
tersebut. Berdua.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Adrian
memutar pintu kamarnya. Mengaktifkan perintah kunci pada pintu tersebut.
Keduanya sudah di dalam kamar itu lagi. Adrian berangsur mengunci kembali apa
yang ingin ia tutup untuk dirinya sendiri. Dia memeluk erat bocah laki-laki
yang belum berjalan masuk lebih dalam kamar itu kemudian. Memeluknya erat,
seolah bocah laki-laki itu tak bertulang yang mampu digeretak pecah keluar.
Bastian segera saja bergeming, kedua matanya teduh tak berkedip melihat manusia
di depannya itu. Dia tak bisa berbuat apapun, tak bisa dan tak ingin yang
perlahan menjelma menjadi sebuah keinginan yang tidak ingin ia ketahui. Adrian
bisa saja memutar kunci untuk merekatkan apa yang ia inginkan. Dan laki-laki
itu juga bisa saja mulai membuka segalanya pada senja di hari kedelapan yang
berangsur ditangkap oleh petang hari, dimana Bastian mengerti bahwa laki-laki
memang akan menjadi laki-laki, sampai kapanpun. Dan tak ada yang lebih rumit
bagi laki-laki untuk mengerti apa itu kasih, apa itu yang kebanyakan lalu
disebut cinta.</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
***</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“<i>Ham and cheese Bagels. Have a
nice breakfast, </i>Sayang,” pagi-pagi pukul setengah tujuh suara Adrian sudah
menggema di meja makan tempatnya tinggal. Bastian masih terduduk lesu di meja
itu. Matanya masih sembab, piyama masih berciuman dengan tubuhnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Terima kasih, Sayang,” bocah laki-laki itu mengusap-usap kedua matanya,
titik-titik air hasil cuci muka masih berceceran di julur-julur kulit mukanya.
Dia masih berusaha mengembalikan nyawanya yang belum sepenuhnya genap. “Lagi-lagi
makanan ini, lagi-lagi makanan ini, kamu kenapa gemar sekali membuat makanan
ini buatku, dan…laki-laki yang dulu pernah dekat sama kamu, Sayang?”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Haha..pertanyaan bodoh. Usiamu sudah lebih dewasa dua tahun dari
pertama kita bertemu, tapi masih saja sering bertanya pertanyaan-pertanyaan
bodoh,” Adrian terkekeh.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Bukan pertanyaan bodoh. <i>I mean, </i>hampir
dua tahun kita benar-benar pacaran, saya nggak pernah tau kenapa tiap pagi kamu
sering bikinin <i>Ham and Cheese Bagels</i>?”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Kamu pernah bilang kalau kamu suka makanan ini khan?” Adrian balik
bertanya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Oh ya?” Bastian berusaha mengingat. “Oh, waktu itu. Waktu itu, saya cuma
ingin tahu. Mancing-mancing kamu ternyata waktu itu kamu sering bikin makanan
ini buat siapa saja yang ingin kamu dekati. Haha.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Haha. Dasar bocah kepo,” sanggah Adrian.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Habisnya jadi orang sok-sok misterius banget. Makan, yaa..” timpal
Bastian enteng. Segera saja dia menyergap satu gelas susu putih, lalu
disusulnya dengan melahap sarapan pagi yang serupa dengan hamburger itu. Tapi
yang membuatnya beda, roti yang dipakai mirip donat dengan satu lubang
ditengahnya. Rasa rotinya gurih, hasil pencampuran garam, perisa bawang Bombay dan
bawang putih. Ditengahnya terselip daging ham, selada, dan keju yang membuatnya
tebal dan kenyang.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“<i>Ham and Cheese Bagels </i>itu
bikin kenyang. Apalagi kalau dibuat sarapan tiap pagi,” Adrian mulai mencoba
menjelaskan alasannya membuat masakan itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Alasan klise. Itu khan alasan yang saya pakai tempo hari perkara <i>Ham and Cheese Bagels,” </i>timpal Bastian
dengan segera dengan mulut penuh makanan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Tunggu dulu,lah. Saya belum selesai menjelaskan,” </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Lalu?”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Tiap kali memasak, saya selalu pakai hati. Sama halnya ketika kamu
menulis khan?. <i>I always treat my love
like cooking. </i>Kalau makanan yang saya buat bisa saya masak pakai hati, itu
sama seperti saya ngasih hati dalam bentuk makanan yang dibuat <i>to..yeah..my love ones..”</i> sambung
Adrian. Nada bicaranya berubah menjadi serius. Tulus. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Haha..” Bastian terbahak. “Sesimpel itu kah?”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Memang simpel, tapi tak banyak yang tau. And, <i>I’m so lucky finally you knew it,” </i>Adrian tersenyum.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bastian tak berkata-kata lagi setelah itu. Segera membuang kebingungannya
untuk berucap lagi dengan sibuk menghabiskan sarapan paginya yang tinggal
separuh porsi. Sejujurnya memang <i>Ham and
Cheese Bagels </i>yang dibuat kekasihnya itu memang enak, memang membuat
kenyang, dan dari kali pertama dia bertemu kekasihnya itu, makanan ini pulalah
yang setidaknya membuat ia rindu bertemu sosok lelaki itu. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Ya sudah, saya berangkat bekerja dulu. Cepat habisin sarapan, lalu
cepat mandi. Hari ini, hari spesial buat kita?” Adrian beranjak dari kursinya. Mengembalikannya
ke pelukan meja, dan segera menyusun langkah ke kursi Bastian. Segera mengecup kekasihnya itu. “<i>I love you so much. </i>Jangan suka ngilang
tanpa kabar. Kalau memang hari ini atau kapanpun ingin hilang dan sedang tak
ingin diganggu, tinggalin pesan seperti tempo hari, ya sayang. Hehe.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Hehe. Gantian ngeledekin dia. <i>Anyway,
</i>memang hari spesial apa hari ini?” Bastian.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Periksa meja di ruang TV. Jangan menyentuhnya saat belum mandi.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Ye, peduli apa mandi atau belum mandi. Enggak bakalan ada yang tau saya
menyentuhnya saat sudah mandi atau belum mandi. Haha.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Bocah bandel. Sudahlah, terserah kamu. Saya berangkat kerja dulu,
Sayang,” Adrian mengecup kekasihnya sekali lagi. Dan segera saja bayangannya
lenyap dari tempat ia tinggal. Menyisakan Bastian seorang diri.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Benar saja dia tak mengindahkan ucapan kekasihnya barusan. Sesaat
setelah memastikan sosok laki-laki itu lenyap dari dalam rumah, Bastian segera
menyergap ruang TV. Tanpa terlebih dahulu menyudahi sarapan paginya itu, dia
menuju ruang tengah tempat biasanya dia dan kekasihnya menghabiskan malam.
Dilihatnya sebuah amplop persegi panjang berwarna putih diantara tumpukan
majalah kuliner dan seni di meja yang bertengger diantara sofa dan televisi yang
berseberangan. Amplop itu bertuliskan Happy Anniversary. Astaga, Bastian
tergagap karena bisa-bisanya melupakan hari itu. Lebih tepatnya dia memang
benar-benar lupa hari itu, karena kebersamaannya dengan Adrian dua tahun ini
sudah cukup membuatnya berbahagia. Laki-laki itu masih penuh dengan
kejutan-kejutan yang misterius. Dibukanya amplop itu, dua carik tiket ke Eropa
Timur untuk bulan depan. Bastian semakin tergagap, mulutnya terbuka cukup lama
karena tak tau harus berucap apa lagi. Di amplop itu juga terselip sebuah
carikan kertas kecil, diatasnya dibubuhi goresan tinta hitam menyemburkan kata,
“Agar kamu bisa singgah di negeri asal <i>Ham
and Cheese Bagel</i>. Disana kamu juga pasti bisa mencicipi makanan itu, tapi
bukan saya yang buat. <i>Chef </i>disana
pasti bisa membuatnya lebih enak. I Love You and Happy Anniversary.” </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Segera dia masukkan kembali dua carik tiket dan kertas itu ke dalam
amplopnya semula. Bastian menyusun simpul senyumnya. Dipandanginya tiap sudut
tempat tinggal lelaki itu. Tempat inilah untuk kali pertama dia mengenal cinta
satu malam dengan Adrian. <i>One night stand</i>
yang bagi teman-temannya adalah perkara persetubuhan semata. Dan ditempat
inilah, untuk kali pertama dia bertemu dengan sosok laki-laki yang tak ingin
kehilangan sosok diri Bastian sendirian. <i>Boys
will be a boys, </i>ucap sahabatnya. Tapi laki-laki mencintai petualangan, dia
akan berhenti jika memang sudah bertemu dengan sosok yang mampu membuatnya
berhenti, ucap Adrian ketika mendekap kencang memeluk Bastian saat setelah
mengunci pintu bilik tempatnya tinggal dan mulai membuka segalanya kepada bocah
laki-laki itu dua tahun lalu. </div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3979064038904046786.post-38212099586790226992013-11-13T23:40:00.000-08:002013-11-13T23:40:31.847-08:00Dear Heart<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<i>My dear heart, seems like a year<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<i>Since you’ve been out of my sight<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><i> </i></b>Semisal hari itu adalah lima tahun
yang lalu, Bastian adalah serupa dengan pagi yang masih terlalu muda untuk
mengenal matahari yang menemani lebih unggul di terang hari. Ketermudaannya masih
betapa merindukan kehangatan sebuah pelukan, jari jemari yang saling berdekap
lekat, dan candaan manja yang beradu dengan keterdewasaan yang ia kenal bernama
kasih. Lima tahun lalu, Bastian genap berusia diakhir kepala sepuluhnya, 19
tahun. Dan itu kali pertama dia bertemu lelaki itu. Si kambing gunung dengan
tanduknya yang kokoh berkelamin jantan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sekiranya hari itu adalah lima tahun
sesudahnya, usianya kini sudah menginjak di urutan keempat dalam jajaran angka
dua puluh. Dua puluh empat. Bastian masih laki-laki yang sama, namun ada
beberapa sedikit keterubahan yang ia tekan dan pendam sendiri untuk hanya
disimpan di relung hatinya. Menyimpannya mirip dengan sebuah koleksi lampau
benda-benda klasik seperti yang ia suka. Hari itu juga, dia sengaja memberanikan
dirinya untuk sedikit menengok kembali apa yang ia simpan itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bastian memasuki sebuah ruangan dengan arsitektur kental berciri khas
Belanda. Disana akan diadakan pertunjukan teater. Di dalam ruangannya ramai,
lampu-lampu penerang berdecak riuh membentuk gugusan cahaya berwarna kuning
pucat terang, kepala-kepala berambut berhamburan terduduk lesehan di lantai
kayu berlapis karpet hijau yang di gelar diatasnya, dalam keramaian itu dia
melihat lelaki yang untuk kali pertama ia temui lima tahun silam. Bastian hanya
melihat, menahan dirinya untuk tidak melekatkan pandang yang terlalu pada sosok
itu, lima tahun sudah membuatnya terbiasa dengan penahanan diri. Dia segera
saja berhambur masuk mengikuti seorang teman yang berjalan di depannya. Bastian
berjalan masuk, dan si kambing gunung jantan berjalan keluar. Dan pada satu
titik, saat pandangannya tak ingin terlalu memandang, kini bibirnya yang
mengenal terlalu itu. Dia menyapa lelaki itu. Sebuah nama terbang mengalir
keluar kembali dari bibirnya setelah lima tahun hanya sesekali ia tiupkan.
Suara yang masih sama saling tersembul keluar dari keduanya. Pandang keduanya
masih sama, namun dalam gejolak yang berbeda yang mungkin serupa dengan rindu
dan kaget. Awal pertemuan itu tak berlangsung lama, yang Bastian ingat hanya
sebuah kecupan dan tatapan mata keduanya yang saling bertanding mengurai
kembali apa yang terajut lima tahun lalu.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dan yang tak pernah Bastian mengira, awal pertemuan itu berlanjut hingga
dini hari dengan dingin yang tak menusuk kulit dari kota Surabaya. Ia benar tak
mengira, yang terbersit dalam pikir sebelumnya hanyalah menengok sebentar apa
yang tersimpan di bilik hatinya. Sama seperti yang ia lakukan saat umur
perkenalannya dengan si kambing gunung masih menginjak satu tahun, saat itu ia juga
hanya menengoknya saja karena memang waktu itu pikirannya masih membentang
tentang perkara kasih itu bukan sebuah susunan cerita yang rumit. Apa yang tak
pernah ia kira sebelumnya, di hari itu perlahan terajut kembali walau segalanya
sudah serba mengenal keterubahan. Keduanya saling mendekap kembali, diluar
perkiraan Bastian sebelumnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Cara menyetirmu masih tetap sama, ya,” celetuk suara seorang pria
beradu dengan suara angin menderu yang dilawan oleh kecepatan kendaraan yang
ditumpangi Bastian dan pria itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bastian mengernyitkan dahinya, pencampuran antara dirinya sedang dibuat
sedikit bingung oleh ucapan pria tersebut dengan decak tiba-tiba yang mulai
bergerumul di dasar hatinya. “Dia masih ingat?” ucap Bastian dalam hati. “Aku
malah sudah lupa, sejujurnya aku berusaha untuk tidak mengingat dimana lima
tahun lalu kita juga pernah satu kendara,” tambahnya dalam hati lagi.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Tetap sama bagaimana?” Bastian melontarkan tanya kepada pria itu.
Bentuk dari akumulasi kekagetan bilik hati dan bingung akan menimpali ucapan
pria itu dengan apa.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Tak ada jawaban.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Maksudku memang cara menyetirku seperti apa?” dia mencoba memperjelas
pertanyaan yang ia lontarkan sebelumnya. Namun, hingga kendaraannya mulai
berbelok arah dari jalan lurus yang panjang, pria itu tak kunjung menjelaskan
maksud ucapannya. Bastian menarik nafasnya dalam, sembari masih menerka
diantara bingung dan kaget. Sejujurnya, dia tak tau harus merasa gembira
ataukah sedih ketika mengetahui pria itu masih ingat bagian kecil-yang mungkin
bagi Bastian tak penting-di benak otaknya yang kini mulai sedikit demi sedikit
termakan usia.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Sekarang sudah balik ke Surabaya?” bibir pria itu yang sedari tadi tak
menjawab malah berbalik melontarkan pertanyaan dalam topik yang berbeda.
Bastian berdeham. “Maksudku sudah permanen balik ke Surabaya?” tambah pria itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Belum bisa dibilang seperti itu,” Jawab Bastian mengambang. Konsentrasi
menyetirnya sedikit terpecah. Hari itu malam minggu, ruas-ruas jalanan riuh
oleh kepadatan. Menyetir sambil mengobrol tentu membutuhkan kesempatan sedikit
dari jalanan padat yang mengalir bebas dari kemacetan yang tercipta.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Lalu?” </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Ya..lalu…” Bastian menekan klakson kendaraannya dua kali. Mobil di
depannya tak kunjung tancap gas padahal kendaraan di depan mobil tersebut sudah
perlahan melesat maju menyisakan <i>space</i>
jalan yang cukup lebar untuk mobil tersebut melaju ke depan. Sementara di
belakang Bastian, bertubi-tubi riuh klakson kendaraan berteriak tanpa padam
menyuarakan emosi tak sabarnya. Bastian mengikuti gerakan tersebut, karena
memang mobil di depannya cenderung kebangetan. “Maunya gimana, sih, ini orang?”
Bastian mulai menggerutu.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Genap delapan kali klakson dari kendaraan Bastian berbunyi, mobil di
depannya baru mulai melaju ke arah depan. Kontan saja kendaran-kendaraan di
belakangnya segera berebut behamburan melaju ke depan secara tak sabar. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Macetttt…Surabaya sekarang malesin banget, ya..jalanannya. Apa bedanya
sama Jakarta,” gerutu si pria tiba-tiba. Sedikit terbilang seperti menyindir
memang. Di dalam benak Bastian, bilik terdalamnya kembali berbisik perlahan
sembari dia masih menancapkan titik fokusnya pada kendaraannya. Pria itu masih
gemar menyindir.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Selepas jalanan mulai lancar dan keriuhan mulai padam, Bastian berbelok
lagi sehabis jalan yang seharusnya pendek tercipta menjadi jalan panjang karena
kemacetan tadi. Kendaraannya menuju ke sebuah kedai makan. Pria itu ingin
menyesap makanan khas kota ini. Katanya ia rindu masakan Jawa Timur, disamping
dia juga rindu dengan teman-temannya di kota ini-yang juga teman dari Bastian.
Setelah dua kelokan Bastian jelajahi, dia berhenti dan memuntahkan diri dari
kendaraannya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Oh, ya..tadi sampai dimana ngobrolnya?” celetuk Bastian.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Pria itu memberengut. Menampakan mimik wajahnya itu ke arah Bastian tanpa
sepatah katapun.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Menanggapi reaksi pria tersebut, sejujurnya memang membuat semangat
Bastian untuk mengobrol dengannya menjadi padam. Berurusan dengan pria itu
memang tak pernah tuntas. Terbilang sering menggantung. Tetapi, lebih dari lima
tahun ini, sudah bukan hal asing baginya untuk memakluminya sebagai kebiasaan
yang tak berubah dari si kambing gunung. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Memasuki kedai, dari kejauahan di titik pintu masuk, keduanya melihat
segerombol lelaki dan perempuan yang kesemuanya mereka kenali duduk pada sebuah
meja kayu hitam persegi panjang. Gerombolan itu adalah kelompok besar-kalau
saja memang tak ingin disebut kelompok kecil dari teman-teman si kambing gunung
dan Bastian. Lingkaran perteman mereka di kota ini masih dalam satu sirkulasi
memutar yang sama. Bastian merasa beruntung setidaknya, karena pertemuannya
kembali dengan si kambing jantan tak membuat hanya mereka berdua duduk bersama
dalam satu meja. Karena Bastian hanya ingin mengintip sebentar bilik hatinya,
hanya sebentar, dan tak lebih.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Seorang perempuan melambaikan tangan dari satu titik di meja persegi
panjang hitam itu. Si Pria tersenyum simpul dan segera berhambur berjalan
menuju ke arahnya. Bastian mengikutinya di belakang. Berjalan santai sembari
menelisik sosok si kambing gunung dari belakang. Pria itu tak berubah fisiknya,
meskipun usianya kian renta, hanya beberapa lemak di bagian-bagian tubuhnya
tertentu menyembul di balik kaos warna merah yang ia kenakan. Dan Bastian hanya
menghembuskan nafasnya seketika.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Di meja panjang itu, riuh seketika menyergap. Ada celotehan-celotehan
jenaka yang saling terbang dari mulut-mulut lelaki dan perempuan. Beradu dengan
asap-asap rokok hasil sesapan batang-batang tembakau yang juga datang dari
mulut-mulut lelaki dan perempuan yang sama. Gemericik tawa cekikikan sering
juga mengisi diantara keduanya. Bastian maupun si kambang gunung melebur
diantara kesemuanya. Namun ada salah satu sisi terdalam yang serasa ingin
mengasingkan diri. Di bilik itu, mungkin ada sebuah rindu yang kembali
berdentang karena telah dicoba-coba untuk disentuh. Mereka terbang, bergerilya
membentuk gugusan keinginan lampau yang entah sebenarnya tak ditahu bisa
meraihnya atau tidak. Mereka meluap, dan dibalik senyum, kata-kata, dan cekik
tawa Bastian dia menatapi lama menelanjangi si kambing gunung. Bagaimana tidak,
dia adalah sosok yang datang sebelum Bastian bertemu dengan Centaurus, manusia
berbadan kuda yang ia temui empat tahun lalu. Mereka, Bastian dan Centaurus,
saling mencinta. Dia sempat melupakan si kambing gunung karena memang ia ingin
melepaskan diri dari segala yang tidak pernah tuntas. Tapi perihal kasih,
perihal yang katanya cinta memang tidak akan pernah tuntas ataupun musnah.
Bastian menganggapnya tuntas, tapi tahun-tahun belakangan ia tersadar jika
cinta tertelan hidup-hidup di alam bawah sadarnya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Hei...Hallooo!!” sembur si kambing gunung ke arah Bastian. “Ngelamun
aja, nih lacur satu ini. Haha,” sambung candanya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Oh…hei,” kesadaran Bastian kembali ke tubuhnya. “Kok lacur, sih?.
Haha.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Haha..udah ikut dia ke Jakarta aja, sih. Hidup sama dia. Pekerjaan di
sana lebih banyak, lho,” salah satu perempuan yang duduk di dekat Bastian dan
si kambing gunung ikut menyambung obrolan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Haha. Enggak kuat bayar tarifnya dia aku. Pasti mahal,” si kambing
gunung kembali cekikan. Tetiba dia mendekatkan tubuhnya ke arah Bastian,
menyodorkan tangan kanannya hingga menyentuh pundak kanan Bastian. Lalu menarik
tubuh Bastian ke arah tubuhnya, hingga bersentuhan dengan lengan dan dada pria
tersebut.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Mata Bastian membelalak. Namun hanya sebentar, karena ia tak ingin
teman-temannya dan si kambing gunung tau kalau dia terperosok dalam kaget.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Balik, yuk!” si kambing gunung kembali berkata, masih mendekap Bastian
dengan tangan kanannya. “Aku baliknya sama kamu lagi, ya?” dia menggoyang-goyangkan
tubuh Bastian, tapi ia tak menjawabnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Baginya, bagi Bastian ini mungkin sedikit terbilang konyol. Dia ingin
segera tersadar karena ini memang bukan mimpi. Kalaupun memang mimpi, dia tak
ingin mimpinya digerayangi oleh pria itu. Setidaknya itu yang diinginkan akal
budinya dan rasionalitasnya. Bukan apa yang terselip di dalam bilik hati dan
alam awah sadarnya. “Iya,” jawab Bastian pendek. Tak kuasa menolak.</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
***</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Kamu sekarang pacarnya siapa?” dini hari ruas-ruas jalanan kota sudah
cukup lengang. Pria itu kembali memecah keheningan perjalanannya dengan
Bastian. “Masih jalan sama si Sagitarius?”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bastian menggeleng. Jalanan sudah sepi, konsentrasinya tak perlu terlalu
ia bagi antara fokus menyetir dengan mengobrol. “Sudah enggak sejak dua tahun
lalu.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Lalu?”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bastian kembali menggeleng. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Enggak jalan sama siapa-siapa, tapi ngelacur jalan terus?. Haha” sindir
si kambing jantan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Haha..” timpal Bastian dengan tawa. “Daritadi nyindiri lacur melacur
terus, sih,” sergahnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“<i>You’re grown up, now. </i>Aku
beruntung bisa ketemu kamu lagi di Surabaya.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Maksudnya?. Apa hubungannya lacur sama tumbuh?”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Memang tak ada hubungannya, Sayang. <i>But,
I just feels so lucky today.”</i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Batin Bastian kembali terpengarah. Panggilan itu tersembul kembali sejak
terakhir, lima tahun lalu ia dengar dari bibir pria itu. “Aku juga merasa
beruntung sebenarnya,” ucapanya. Namun, hanya dalam hati. Tak ingin ia ucapakn
begitu saja.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Cinta itu eksistensialis*, Sayang. <i>You’re
grown up now, and I think you already know it,”</i> tambahnya lagi.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sebuah tanda tanya besar kembali menghunjam di benak Bastian. “Darimana
kamu tau aku tahu itu?”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Tak perlu tahu darimana-mana. Waktu selalu punya banyak cara untuk
membuat kita tahu akan sesuatu,” ucap si kambing gunung datar. “Nanti, aku
turun di luar aja, yah.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Enggak masuk sekalian aja?” timpal Bastian.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Tak usah. Kemarin aku diantar pulang seseorang juga cuma di depan,
kok,” terang si kambing gunung pendek.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Oh…” Bastian.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kendaraan Bastian menerobos jalanan menembus angin dini hari kota
Surabaya yang tak seberapa dingin. Jalanan tak seriuh malam tadi, lengang sudah
menggerayangi kota ini. Menerobos masuk di sisi terdalam bilik hatinya, tak ia
jumpai keriuhan lengang yang menggema disana. Di dalamnya memang terasa riuh,
tapi justru hangat ia rasakan di bilik kecil yang bisa menampung jutaan
partikel yang mampu menyergap ke dalamnya. Hangat yang tak pernah ia mengira
sebelumnya. Sebelumnya, yang hanya ingin ia menengoknya sebentar. Sebentar
saja. Hingga, sepanjang perjalanan kembali dari kedai, salah satu tangan
Bastian tak pernah terlepas dari genggaman erat pria itu, si kambing jantan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Benar, mau turun di depan saja?. Tak perlu masuk kedalam?” kendaraannya
sudah berhenti di sebuah bangunan tempat pria itu tinggal menginap.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“<i>Yeah, no problem,” </i>pria itu
bergegas menata tasnya. Meraih sesuatu yang sedari tadi ia genggam erat, dan
mengecupnya perlahan dengan hangat. “Terima kasih, Sayang,” si kambing gunung
tersenyum simpul. “Hati-hati,” Bastian beku tanpa kata-kata.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Hati-hati juga besok pulang ke Jakarta,” tatap Bastian kosong. Si
kambing gunung tersenyum simpul kembali dengan hangat, lalu segera bergegas
menuju ke dalam.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bastian menatap pria itu hingga wujud bayangnya hilang. Dan segera saja
bergegas menarik gas kendaraanya melaju. Angin dini hari dengan segera menyapu
wajahnya, walau dingin tak seberapa menusuki kulit di julur-julur tubuhnya.
Bilik hatinya masih saja bergejolak, barangkali apa yang ia simpan selama lima
tahun ini ingin dimuntahkan keluar. Dia ingin terbang bebas, dia tak ingin
terbelenggu lagi di dalam bilik sempit itu, bergerumul dengan kawan-kawannya
yang lain yang kian lama semakin banyak terjejal masuk di dalam bilik itu.
Namun, sepertinya itu semua mustahil. Kasih, cinta mungkin terbilang memang
eksistensialis. Kebebasan hidup di sisi terdalam bilik hati, mungkin saja sudah
menjadi bagian kebebasannya. Dan…selama lima tahun dan setelahnya, Bastian
hanya membiarkannya terdiam disana. Hanya bergeming.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<i>And dear heart, I want you to know<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<i>I’ll leave your arms never more<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<i><br /></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<i><br /></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
*) eksistensialisme : aliran
filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab
atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan
mana yang tidak benar. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3979064038904046786.post-19949415459580383042013-08-18T05:09:00.001-07:002013-08-18T05:09:18.215-07:00Dongeng dari Ketinggian 23.000 kaki dari Permukaan Air Laut<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dini hari menjelang makan sahur, saya kedapatan berdialog dengan seorang
asing melalui Skype. Seorang pria, kemungkinan dari negara istana-sentris,
berperawakan klimis-rapi, nada bicaranya lembut tapi penuh dengan kuasa. Orang
itu menginap pada sebuah hotel dengan lima bintang sebagai tingkatan
prestisiusnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Banyak duit itu enggak boleh sombong. Nanti cepat miskin,” dengan
sangat santai pria itu berujar, nadanya masih penuh kuasa.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Memang, sombong di mata kamu seperti apa?” saya penasaran.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Yah…sombong itu suka belanja barang-barang branded, makan di restoran
super mahal, pokoknya yang mewah-mewah,” Ia menjelaskan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Oh, berarti orang kaya itu sombong-sombong, ya?. Mereka bakalan cepat
miskin juga?” saya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Maksdunya?”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Ya, orang kaya khan suka belanja barang-barang branded, makan di
restoran super mahal, pokoknya yang mewah-mewah gitu,” saya menjelaskan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Yah…” ucapan pria itu mengambang mencari alasan. “Ya, pokoknya saya
bukan sombong,” dia terdiam. Skak mat. Apalagi saya?.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
---</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bel kamarnya berbunyi, terdengar menembus dari celah speaker laptop
saya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Sebentar, room service lagi nganter makan sahut. Wait…,” Ia beranjak
menghampiri sumber suara. Saya diam. Lalu terdengar dialog-dialog kecil antara
si pria dan room service.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Sorry lama. Saya lupa nyimpan uang rupiah di dompet. Jadi, saya kasih
uang dollar ke room service.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Hah?” saya tertegun.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Iya, saya hampir enggak pernah nyimpan uang rupiah di dompet. Dollar
semua. Rupiah cuman ada di ATM,” Ia terkekeh.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saya mengangguk perlahan. Memandang kosong ke arah monitor laptop.
Untungnya segera dipecah oleh jam penunjuk di angka 03.00.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Mas, saya makan sahur dulu, ya. Takut enggak keburu. Thank you,” tentu
saja hanya sebuah alasan saya untuk kabur. Kabur dari entah apa-apa saja
celotehan pria itu yang penuh dengan nada kekuasaan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
***</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saya mengetahui kalau dia bernama Sandi. Awalnya, saya mengira Pria itu
adalah proyeksi realistis dari Sandi Yuda, tokoh sang “Iblis” dari roman-serial
Bilangan Fu yang ditulis Ayu Utami. Pria sipil-militer yang selalu haus dan
rindu akan sebuah kekuasaan, yang seakan masih menyebar luaskan isu patriarkal
dalam kelembutan nada bicaranya. Dia mungkin sama seperti Pria pada umumnya,
persetubuhan hanyalah serupa perkara melepas syahwat tanpa tendensi apapun.
Selesai.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Benar saja saya datang menuju istananya, undangan secara tiba-tiba
beberapa hari kemudian, serupa undangan Jay Gatsby untuk Daisy Buchanan seorang
perempuan yang telah lama dirindu dan tak mampu disentuhnya. Dibalik baju
lengan panjang kotak-kotak berbahan kain flannel, saya sebenarnya menyimpan
gemerincing perasaan was-was yang tak berani sepenuhnya saya yakini. Menebas
petang, istananya serupa dengan istana negara yang dijaga dan dikawal ketat
oleh pria-pria bertubuh besar dengan busana yang seragam berwarna gelap.
Atribut lengkap pertahanan itu didukung sekali dengan pemikiran khas
sipil-militer yang begitu tergila-gila akan hierarki (dalam cerita ini lebih
menjurus kepada hierarki status sosial). Sebuah pemikiran yang mengkategorikan
jenis-jenis manusia menjadi beberapa tingkatan, yang kemudian dengan begitu
saja dan mudahnya tingkatan itu berpengaruh kepada kepribadian manusia yang
seakan menihilkan beberapa konsep dan teori psikologi tentang perilaku manusia.
Buat saya, sejujurnya ini sedikit tidak adil, tapi karena doktrin ini sudah
mengakar dari zaman sebelum saya lahir, rasa tidak adil itu lebih baik saya
simpan sendiri. Toh, saya bukan bercita-cita sebagai manusia yang ingin
menciptakan sebuah revolusi. Contoh kasus nyata saat saya mendatangi istananya,
pria-pria bertubuh besar itu terbilang seperti memperlakukan saya sebagai
tertuduh yang wajib untuk di interogasi, lantaran saya kesana dengan menaiki
sebuah motor. Tapi, lagi-lagi toh saya juga bisa berbuat apa lagi. Saya
meladeni apa-apa saja yang diinginkan pria-pria itu. Kata seorang teman yang
pernah berkunjung ke beberapa negara, miris dan sedihnya hidup di Indonesia itu
ketika menghadapi kejadian seperti ini. Hierarki status sosial yang begitu
gamang, dan meninggalkan sebuah kelapangan hati karena bukan terlahir sebagai
seorang revolusioner.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kamarnya terbuka, dan saya memasuki kamar pribadinya di lantai lima. Ada
dua single bed terdiam disana. Ranjang yang satu sudah begitu keruh dan kentara
lipatan-lipatan kainnya. Sementara ranjang disampingnya (yang hanya dipisahkan
beberapa langkah dari ranjang yang keruh) masih begitu rapi dengan sprei dan
selimut putih yang tak terjamah. Dia menawarkan minum, saya hanya menjawab
dengan sesegera mungkin memasrahkan badan di pinggir tempat tidur yang belum
terjamah itu. Kesan pertama saya akan tokoh Sandi Yuda sang “Iblis” perlahan
luntur sedikit demi sedikit dimulai detik itu. Barangkali dia memang seorang
Iblis, tapi wujud di depan saya itu adalah realisasi dari seorang Iblis yang
kehilangan jiwa, atau mungkin seorang Iblis yang kehilangan sayap keiblisannya
hingga dia tak mampu lagi terbang kemanapun ia inginkan. Jangan membayangkan
Iblis yang memiliki wajah menyeramkan, Pria di depan saya ini justru
berkebalikan sekali dengan perjumpaan pertama kami di layar monitor laptop yang
terhubung melalui teknologi Skype. Saya tak menjumpai sisi kekuasaan yang
begitu hebat seperti yang ia lontarkan beberapa hari lalu di Skype, padahal
sejujurnya saya begitu menunggu cercahan-cercahan renyah itu segera
disembulkan. Pertemuan di istananya malam itu sangat begitu kontradiktif, dia
seperti memutar balikan sebuah isu materialistis yang kemarin sangat begitu
disanjung dalam balutan nada bicaranya yang lembut penuh kuasa. Malam itu dia
memutarnya dengan cercahan isu materialistis dari segi fungsionalitas dan
timbal balik yang ia terima dari massa. Nada bicara yang lembut dan masih
sedikit terdengar berkuasa, namun dengan taburan rasa menyesal yang kadarnya
hanya setetes. Saya mendengar tiap ucapannya ketika dia bercerita tentang
hidupnya yang begitu bertahtakan istanasentris, yang secara tidak langsung
keuntungan dari fungsi material-nya yang begitu membludak, mendapatkan timbal
balik dan respon positif dari massa. Tapi, dia juga menambahkan bahwa respon
positif itu adalah serupa dengan topeng belaka. “Sebelumnya mereka sok-sok jual
mahal. Tapi begitu ketemu, dan saya ajak kerumah, mereka bisa secepat itu
berubah menjadi manis dan seperti begitu ingin memiliki saya ketika pertemuan
di rumah usai. Saya tidak pernah tahu,” ucapnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saya mengangguk perlahan, menelanjangi setiap gerak-geriknya, dan yang
saya temui, dia tak pernah bisa saling bertatap mata dalam waktu yang lama.
Iblis itu terlihat begitu kesepian, entah karena ada sesuatu yang membatasi
pada dirinya. Hingga akhirnya, saya merasa ada kemiripan dengan dirinya dalam
perkara sisi buruk yang mengerat pada diri masing-masing. Kami berdua mempunyai
sisi buruk tak ingin dimiliki oleh siapapun, yang dibalik sisi itu, kami juga
menyimpan sebuah sisi dimana kami juga menginginkan perasaan untuk dimiliki
oleh sosok yang begitu sangat di rindu. Tapi, yang membedakan kami adalah
alasan dibalik sisi buruk itu. Dia bisa saja tak ingin dimiliki karena dirinya
sendiri tak bisa bebas, sementara alasan saya adalah perkara asas
ketidakpercayaan penuh kepada sosok lain selain diri saya sendiri. Entah
kenapa, perlahan saya begitu merasa miris melihat sosok yang terduduk di
ranjang yang terletak disamping ranjang tempat dimana saya mulai merebahkan
tubuh.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dini hari semakin meninggi, dan kebekuan seakan mulai menggantikan
dingin yang begitu terjejal pada lapisan kulit terluar. Malam itu, saya seperti
memiliki dua peran. Berperan yang sejati-jatinya sebagai bentuk nyata seperti
Daisy Buchanan yang dengan begitu lapang menerima kebaikan-kebaikan seorang Jay
Gatsby, dan dibalik itu, saya seperti berperan sebagai Holly Golightly yang tak
pernah mengenal perasaan dan hanya memikirkan kesenangan saja. Dia meminta saya
merebahkan kepala di salah satu pahanya, sembari kami berbagi menyeruput satu
batang rokok yang asapnya seakan menghapuskan segala yang beku di ruangan itu.
Pada satu titik, saya menyadari matanya menelisik rupa yang saya miliki. Begitu
menyadarinya, saya segera membalas menelanjangi balik kedua matanya. “What are
you looking for?” bibirnya berucap setelah asap ia hembuskan keluar, kedua
matanya sesegera mungkin beranjak menelanjangi rupa saya. Dan dimulai detik itu
juga, seketika saya seperti memasuki lorong kesedihan, kesepian, dan
kerahasiaan melalui kedua mata yang ia miliki sebagai pintu masuknya. Saya
menjadi sedikit berfikir, Tuhan mungkin saja menciptakan kedua mata sebagai
simbol signasi atas rahasia yang disimpan dari tiap manusia yang ia cipta.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dia memasrahkan satu nampan makanan lengkap untuk sahurnya kepada saya,
Pria itu hanya menyentuh buah-buahan yang dipotong kecil lalu disejajarkan dan
ditusukkan pada batang lidi. Dua biji sate buah. Kemudian dia begitu piawai menghidangkan
secangkir English Tea pada jam yang salah untuk saya. Tubuhnya sedikit lebih
rileks jika dibandingkan detik-detik pertama bertemu tadi. Namun, saya masih
menangkap sedikit tingkah was-was yang sebenarnya sangat begitu ingin ia
sembunyikan kepada saya. Bisa jadi, malam itu sebenarnya sebuah malam yang cukup
indah. Tapi, begitu pulang pikiran saya masih berputar-putar pada sosoknya yang
begitu misterius. Sosok misterius yang tak bisa saya lihat dari bentuk luar
Pria itu saja. Sosok misterius yang bisa ditangkap ketika mampu menerobos masuk
kedalam lorong dengan kedua mata pria itu sebagai pintu masuknya. Dan setelah
semuanya usai, beberapa hari kemudian saya seperti bertransformasi menjadi
detektif. </div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
***</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Di usia 24 tahun, saya masih berpendapat bahwa cerita-cerita dongeng
putri dan raja yang dibuat Disney itu begitu manis, jujur, dan memang sedikit
naïf. Dan sang Iblis itu, dengan usia tiga sampai empat hari setelah pertemuan,
seperti terkelupas bagian kecil dari misteri dan rahasia yang ia simpan.
Mungkin, karena saya pribadi adalah orang yang serba penasaran dan sedikit
kurang lebih gemar mengkritisi segala sesuatu yang terjadi, saya menemukan
sedikit keterungkapan bahwa sang Iblis adalah memang sosok pangeran
sejati-jatinya. Namun, sosoknya adalan
pangeran di zaman post-modern. Yang dimana sosok pangeran dan putri itu sendiri
bersifat universal dan dikompetisikan bagi siapa saja yang benar-benar yakin
akan potensi diri yang mereka miliki. Sang “Iblis” memegang tahta kerajaan di
daerahnya empat tahun yang lalu. Bibir menyunggingnya sangat kentara saat
memegang tahta kerajaan, tapi kedua matanya masih tak beranjak dari sebuah
perasaan yang ia sebut sebagai rahasia dan misteri. Masa jabatan-nya hanya
berusia satu tahun, lalu dia terbang mengepakkan sayapnya ke awan-awan. Mungkin
saja, masa-masa itu sayap Iblis-nya masih mampu bergerak dengan lincah ke arah
yang begitu ia inginkan. Perlahan, lorong gelap dari kedua matanya yang pernah
saya lihat mulai menampakkan sedikit demi sedikit cahaya dari atas bagai cahaya
surgawi. Saya menemukan sosok perempuan renta dengan jilbab yang tergantung di
kepalanya. Wajahnya begitu teduh, kerut-kerut di mukanya seakan menyembulkan
perasaan sabar yang telah ia tempa selama bertahun-tahun. Perasaan miris saya
menjadi semakin ganda. Bayangan-bayangan istanasentris yang sang “Iblis” cipta
seakan hancur lebur. Hanya menyisakan sedikit keping-keping sejati yang
merupakan bagian-bagian dari potensi dirinya yang membuahkan hasil.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Ada sebuah premis yang diambil dari sebuah teori yang berkata bahwa manusia
itu makhluk ciptaan yang paling sempurna. Disisi lain, ada juga sebuah premis
yang berkata bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Lalu, jika diambil
kesimpulan kedua premis itu dengan memakai teori logika Alex Lanur, tentu saja
antara kedua premis tersebut tak akan bisa menghasilkan sebuah kesimpulan yang
logis. Keduanya begitu kontradiktif. Mungkin, bisa jadi saya menganggap yang logis
adalah Manusia itu kompleks. Kajian tentang manusia membuat saya bersifat
universal, meskipun moral, material, spiritual, dan prinsip hidup selalu tak
bisa lepas dan akan selalu mengikuti di belakangnya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Pada akhirnya, saya tak ingin menghakimi sang “Iblis” dengan
semena-mena. Bisa jadi, pria itu punya alasan tersendiri untuk menyembulkan
cerita-cerita tentang megahnya hidup di ranah istana-sentris. Yang justru pada
realitasnya, dia memang dalam tahta istanasentris yang megah, namun kemegahan
itu seperti mengurungnya dalam ketidak bebasan meskipun pria itu masih bisa
terbang dengan bebas, namun tidak sesuai dengan tujuan untuk terbang seperti
yang ia inginkan. Sang pangeran Iblis, kini telah menjelma dengan setelan
jasnya yang begitu rapi, potongan rambut klimis rapi yang sempurna, sepatu
pantofel berwarna hitam mengkilat. Sejati-jatinya tokoh Jay Gatsby, yang
misterius dan ternyata menyimpan sebuah lorong hitam yang menjadikan kedua
matanya sebagai pintu masuk menuju ruang rahasianya. Malam hingga dini hari itu
sejujurnya memang seperti mimpi, barangkali itu sudah menjadi kelebihan sang
Iblis. Pria itu sudah sangat terlalu piawai menerbangkan dan melayani para
penumpang meletup bebas di ketinggian 23.000 kaki dari permukaan air laut.</div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: center;">
*** </div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3979064038904046786.post-55961809157296564632013-05-30T10:33:00.001-07:002013-05-30T10:33:37.448-07:00Skeptis*<html><body>Petang. Balkon rumah sebenarnya menjadi tempat favorit Saya untuk sekedar pergi dari keriuhan. Beberapa keriuhan yang bisa saja menjadi beberapa hal yang tidak Saya sukai. Kalau saja Saya suka, kenapa harus pergi?. Namun, daripada memilih untuk pergi, sejatinya bukankah lebih baik menikmati dan beberapa detik untuk singgah dalam keriuhan. Tapi, itu dulu. Itu lima tahun lalu. Saat Saya belum memutuskan untuk merantau ke Yogyakarta.<br /><br />Di Yogyakarta, Saya tak butuh balkon untuk sekedar lari. Di Kota itu, di setiap sudutnya justru memberikan kehangatan bagi batin. Tapi tentu saja kehangatan itu berbaur dengan kedinginan damai orang-orangnya yang tercipta dalam perilaku blangkon* untuk mencipta sirkulasi konstan yin dan yang. Tak ada yang salah dengan itu, kalaupun memang salah, kenapa harus ada kajian Psikologi Budaya dalam ranah studi tentang kejiwaan manusia?.<br /><br />Lima tahun kemudian, Saya kembali ke rumah. Bukankah sejatinya pergi itu untuk pulang?. Awalnya Saya ragu dengan kalimat tersebut, tapi rotasi bumi membuat Saya mengerti bahwa juga tidak ada salahnya dengan kalimat itu. Saya kembali terduduk pada sebuah kursi di balkon rumah. Langit gelap, karena memang sudah saatnya jam dinding bergerak pada angka dua belas gelap. Di kejauhan, produk tata surya sebagai aji-aji keberuntungan hanya nampak separuh, bulan separuh. Bapak dan Ibu Saya sudah pergi tidur. Selama pergi ke Yogya, rumah memiliki personil pengganti untuk menggantikan Saya. Seorang perempuan renta yang kini sudah tak bisa melihat, namun beliau masih piawai untuk berjalan. Perempuan milik Ibu Saya. Sosok perempuan dimana ia dulu menyimpan orang terkasih Saya di alat reproduksinya. Nenek.<br /><br />Di balkon itu, Saya seperti enggan untuk sekedar melempar pandangan ke arah kiri. Saya merasa skeptis, hanya berani mencoba-coba untuk menerka apa yang ada disana. Padahal Saya sebenarnya tahu, disana tersembul sebuah sosok yang besar, perkasa, tapi kosong. Tak mau memungkiri, keengananan Saya sebenernya bersumber dari perasaan cinta atau mungkin menyertakan sebuah benci didalamnya. Pokoknya, malam itu saya tak mau menoleh ke kiri. Toh, disana pasti sudah gelap. Karena jiwa sosok besar, perkasa, serta kosong itu sedang melakukan sebuah perjalanan pergi (yang juga untuk pulang). Disana hanya sebuah kemasan kosong, sudah kosong ditambah lagi dengan kekosongan tanpa jiwa.<br /><br />Saya suka melempar pandangan ke arah kanan. Itu ke arah pusat kota. Salah satu alasan Saya rindu untuk pulang. Tak jarang, angin-angin malam menerpa wajah, dan Saya menyukai hal kecil itu. Malam itu-pun juga sama halnya. Lampu-lampu diseberang semakin riuh. Berbeda dengan lima tahun lalu saat Saya terduduk di tempat yang sama. Mereka seolah-olah ingin berbicara pada Saya. Tapi mereka-mereka itu segera terdiam. Terkalahkan oleh sesuatu. Firasat.<br /><br />"Selamat datang kembali. Ujung yang merupakan sebuah titik akhir dalam setiap pergi dan perjalanan yang kau jalani. Tak perlu berbicara dengan mereka, dengan para lampu-lampu itu. Mereka hanya ingin merayakan euforia kedatangan pada setiap seseorang yang bergabung di kota ini kembali. Seperti layaknya, Kau," ada sebuah percakapan.<br /><br />"Segalanya sudah tercipta sedemikan baru sekarang. Sudah, percaya sajalah bahwa Kau akan membuat sebuah cerita baru disini. Tak perlu ragu, ini dirimu yang berbicara sendiri. Alam bawah sadar, yang selama ini kau ciptakan sendiri dalam sebuah paket keisengan dan penuh keingintahuan. Percaya saja," percakapan itu terhenti. <br /><br />Dengan sesegera Saya hembuskan nafas. Bintang hanya tiga titik diatas. Saya terpikirkan sosok besar, perkasa, tapi kosong itu. Saya terpikirkan diri Saya yang berbicara dalam diam. Saya hanya terpikirkan dalam diam yang bermula dari perasaan Skeptis. Namun, Saya mencintai malam itu. Saya mencintai balkon rumah, sebuah tempat kecil. Namun, memiliki keleluasaan fikir dan tanpa batas mengawang-awang lautan atas.<br /><br />***<br /><br />*Skeptis : Sikap sedia meragukan segala sesuatu.<br />*Blangkon : Analogi untuk perilaku orang Jawa (bagian tengah?). Ibarat blangkon yang sisi permukaan depannya rata, namun sisi belakangnya ada sebuah ikatan benjolan. Di depan manis, tapi di belakang menyimpan sebuah ketidaksukaan.<div style="clear: both;"></div></body></html>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3979064038904046786.post-34365879061178995992013-05-25T10:27:00.001-07:002013-05-25T10:27:35.840-07:00Namanya Mr. Perfect<html><body>Menjadi lelaki itu, katanya harus berperawakan tinggi, besar, dengan otot-otot menyembul bagai aktor-aktor Hollywod yang kerap bertandang di bioskop ternama. Entah berasal darimana konseptual itu, Saya hanya ingin bercerita sedikit tentang pertemuan dengan berjuta-juta lelaki kembar yang Saya namai "Mr. Perfect".<br /><br />Pria pertama yang Saya temui, dia berkulit cokelat dengan otot diilengannya yang menyembul keluar dari T-Shirt tanpa lengan berwarna hitam. T-Shirt-nya basah, akibat dari memompa fisik untuk tampilan perfect di hadapan Saya tersebut. Kami mengobrol sejenak, berbicara tentang buku dan seni. Karena dia hanya menanggapi seadanya saja, Saya menjadi sedikit mengurangi berbicara tentang apresiasi buku dan seni yang menjadi hobi Saya. Kemudian makanan datang, Saya memesan sepotong cake bertaburan keju diatasnya. Pemandangan ini tentu saja membuat Saya tak sabar untuk segera melahapnya. <br /><br />"Gila, berapa kalorinya, tuh?" Tiba-tiba saja dia menyeletuk sembari mulai menyendok sepiring salad yang bertengger dimejanya.<br /><br />"Kira-kira lebih banyak daripada salad yang dimakan, mas, lah" ujar Saya kemudian. Makanan itu anugerah. Daripada sekedar menghitung berapa kandungan gizi-nya, bukannya lebih asyik jika kita langsung melahapnya. Bukannya dengan menghitung kandungan gizinya, lantas tidak akan membuat diri kita menjadi orang paling higienis dan sehat di dunia ini?. Hanya itu yang ada di pikiran Saya waktu itu.<br /><br />Kami menyudahi pertemuan itu ketika dia berpamitan untuk melakukan sesi kedua dari kegiatannya membasahi Tshirt hitam tanpa lengan yang dipakainya. Au revoir, Mr. Perfect.<br /><br />***<br /><br />Pria kedua yang Saya temui awalnya hanya mampu membuat Saya kagum melalui isyarat saja. Kami sudah lama berkenalan, melalui social media lintas batas tentunya. Saya menganggumi sense of fashion yang ia miliki (yang waktu itu hanya bisa lihat dan nikmati melalui social media miliknya). Singkat cerita, keberuntungan mungkin mendatangi Saya. Seorang teman tiba-tiba memberi secarik undangan. Invitation Fashion Show. Tentunya Saya girang setengah mati, karena acara tersebut terbilang private, hanya untuk kalangan tertentu yang disebut, Fashion People. Saya pribadi memang tergila-gila dengan dunia fashion. Tapi, untuk melabeli diri sendiri dengan label Fashion People, butuh keberanian ekstra untuk merengkuhnya. Skeptis mungkin kata yang tepat untuk perkara keberanian melabeli diri dengan label itu. Hehe.<br /><br />Di dalam fashion tent, lebih tepatnya diperjalanan menuju kursi undangan. Saya sedikit tersihir dengan pemandangan seorang Pria yang berjalan di depan Saya. Perawakannya tinggi, dari belakang, rambutnya menjulang ke atas sekitar satu senti. Ya, cuman helai-helai rambut itu saja yang terlihat di kepalanya, dia membabat skinny rambut dibagian kanan kiri dan belakang kepala rambutnya. SWAG. <br /><br />Mata Saya benar-benar menelanjangi sosoknya dari belakang. Otot di lengannya menyembul dari kemeja bermotif quirky yang berteriak. Muscle fit, kalau saja kemeja itu bisa berbicara, mungkin dia sudah berteriak lantaran sekujur tubuhnya ditarik dengan terpaksa untuk menutupi tubuh kekar pria tersebut. Short chino pants yang juga samar-samar menyembunyikan otot kakinya yang kencang. Serta sepasang flip on shoes beralas merah yang seakan berbicara bahwa dia adalah rentetan koleksi "men in sole" dari Christian Loubuitton. STYLISH.<br /><br />Pria itu adalah Pria kedua. Yang pada akhirnya bisa Saya telanjangi dengan mata, wujud tiga dimensinya.<br /><br />Entah bagaimana kronologi detailnya, atau mungkin karena Saya lupa. Dua hari berselang setelah kali pertama Saya melihat sosoknya di fashion show tersebut, kami janjian untuk bertemu. Di hari bertemunya kami, Saya tersihir kembali. Sosok itu kini menjelma menjadi Young American Swagger. Mirip tanpa cela seperti kebanyakan pria-pria yang Saya lihat di social media tempat kami pertama berkenalan. Topi hip-hop yang merupakan modifikasi modern dari topi casual yang kita pakai waktu duduk di Sekolah Dasar, T-shirt tanpa lengan berwarna putih yang ia bungkus dalam varsity jacket berwarna biru. Saya tersenyum, dan membatin pasti akan tercipta obrolan asyik dengan-nya, terlebih pasti asyik ketika bertukar pikir tentang wacana fashion.<br /><br />"Kemarin seru, yah, Fashion Show-nya?" Saya mencoba membuka obrolan.<br /><br />"Seru banget. Bisa jadi trendsetter buat fashion 2013, tuh" Pria itu menimpali. "Apalagi bisa ketemu desainer-desainernya"<br /><br />"Iya, Saya suka sama show terakhir. Cutting-nya rapi dan pas banget. Agak Quirky memang, tapi mungkin itu yang bikin karya-karya si desainer berbeda. Hehe."<br /><br />"Oh, yah?" Dia balik bertanya. Mungkin Saya tidak puas dengan reaksinya, Saya hanya mampu mengerutkan dahi dan alis. Baiklah, mungkin Saya yang salah menciptakan sebuah obrolan. <br /><br />"Kalau soal hoolahop-bag nya Chanel?. Sumpah, itu diluar ekspektasi banget. Karl Lagerfeld emang jenius dan enggak main-main buat ngebikin suatu karya," Dengan susah payah, Saya akhirnya mencetuskan sebuah obrolan yang lebih umum. Iya, sebuah obrolan umum yang sudah kerap sekali dibahas di majalah-majalah fashion kala itu.<br /><br />"Oh, yah?" Jawabnya pendek. Entahlah, apakah itu sebuah jawaban, ataukah balik bertanya. Saat itu dia tak memandang wajah Saya, kedua matanya hanya menelanjangi smartphone di genggamannya.<br /><br />"Eh, ZARA lagi diskon gede-gede'an, lho. Gila banget, nih. Sumpah, apalagi Guess juga bikin diskon gede-gede'an. Bisa shopping gila-gila'an nih.." Beberapa detik kemudian, tanpa di duga Pria didepan Saya itu meletup seketika dalam keheningan yang tercipta sebelumnya. Saya terlonjak dalam hati.<br /><br />Dan kali ini, mungkin benar-benar giliran Saya yang mengatakan ucapan tersebut...<br /><br />"Oh, yah?" Ujar Saya setelah itu. Demikian, kata terakhir yang Saya ucapkan di pertemuan kami kala itu. Dengan perasaan sumringah juga, Saya mempersilahkan Pria tersebut ketika Dia berpamitan untuk segera memborong di butik yang sedang mengadakan Sale gila-gila'an tersebut.<br /><br />Sekitar dua jam kemudian, Saya masih terduduk di tempat Saya semula bertemu Pria itu. Dari kejauhan, Saya melihat dua sosok Pria Stylish sedang menggotong beberapa shopping bag dari label asal Spanyol dan Amerika yang membuka butik di mall itu. Entah apa saja isinya, yang bisa Saya lihat kedua Pria itu sama-sama Stylist. Sama-sama putih. Sama-sama proyeksi sempurna dari aktor-aktor Hollywod bertubuh "Oh, La..La..". Si Pria kedua bersama seorang kerabatnya.<br /><br />---<br /><br />Masih berbicara tentang si Pria kedua. Kala itu Saya dan seorang sahabat sedang pergi menonton. Sembari menunggu film diputar, kami berdua berjalan menuju salah satu departement store di mall tersebut.<br /><br />"Hei!" Tiba-tiba saja sahabat Saya tersebut menyapa seseorang. Saya segera menoleh ke seseorang yang disapanya. Si Pria kedua dengan setelan baju kerjanya. Kebetulan, karena circle pergaulan di dunia ini makin sempit, sahabat Saya tersebut juga kenal dengan si Pria kedua.<br /><br />"Berdua aja?" Tanya balik si Pria kedua. "Mau ngapain?"<br /><br />"Iya, ini mau nonton" Jawab sahabat Saya.<br /><br />"Wah..nonton apa?. Star trek?" Si Pria kedua.<br /><br />"Nonton Gatsby" Lagi-lagi sahabat Saya kembali menjawabnya. Saya memang sengaja mengunci mulut.<br /><br />"Itu film tentang apa, sih?" Si Pria kedua kembali mencanangkan atas rasa ingin tahunya.<br /><br />"Film tentang...." Sahabat saya didera skeptis seketika atas pertanyaan tersebut. Dia melirik ke Saya.<br /><br />"Yah, film tentang gitu, deh. Hehe." Dengan terpaksa Saya menjebol gembok yang telah Saya kunci di mulut sendiri. <br /><br />Sepulang dari nonton. Saya masih dalam keadaan Euphoria atas film tersebut. Keisengan Saya mencuat yang pada akhirnya membuat Saya kembali pada kebiasaan. Mengapresiasi apapun yang habis Saya lihat. Apresiasi Saya jatuh pada Carey Mulligan yang mengambil peran menjadi peran utama di film tersebut. Saya kurang puas dengan perannya sebagai Daisy Buchanan. <br /><br />Bias tipis antara perasaan apresiasi dan terkekeh lantaran si Pria Perfect kedua. Saya menguploadnya di social media bersamaan dengan cover sebuah majalah fashion yang memperlihatkan sosok Carrey Mulligan berdandan ala Daisy untuk ajang publikasi film tersebut. Si Pria kedua juga berada dalam list teman Saya. Rasa ingin tahunya akan film ini mungkin sudah terbayar. Zaman sekarang, bukankah mencari apapun lebih mudah melalui Internet.<br /><br />Dan kemudian, Si Pria kedua itu ditembak mati serupa Jay Gatsby di akhir cerita. Setidaknya, dia ditembak mati dengan terpaksa dari pikiran Saya...<br /><br />***<br /><br />Si Pria ketiga. Ini cerita Sahabat Saya, dia sedang terlibat pergulatan batin dengan sahabat (lama)-nya. Singkat cerita-nya, sahabat dari sahabat Saya tersebut baru saja terbebas dari kungkungan masa lalu yang menurut dia menyebalkan dan menghambat hidupnya?. Setelah terbebas, lalu mampu meng-aktualisasikan diri sendiri hingga pada akhirnya mendapat pengakuan positif yang bertubi-tubi dari sosial, sahabat dari sahabat Saya tersebut mirip sekali dengan balita yang baru pertama kali dilepas orangtuanya lantaran sudah piawai berjalan. Balas dendam-nya akan masa lalu satu persatu dia lancarkan dan untungnya berhasil, tanpa Saya pernah tahu bagaiaman cara dia melancarkan serangannya tersebut.<br /><br />Keterlalu bebasannya akan keberhasilan meraih apa yang tak bisa ia raih di masa lalu, jatuh pada satu titik dimana tingkah dan obrolannya kepada sahabat Saya sedikit berbeda dari yang dulu. Sahabat Saya yang memang orangnya sedikit iseng, menerima perlakuan sedikit berbedanya tersebut dengan lapang dada. Malahan sahabat Saya tersebut kerap membuat obrolan tentang seks dan pergumulan dengan sahabatnya itu setelah kejadian itu. Hingga waktu berjalan, sahabat dari sahabat Saya tersebut sampai mengalami pergumulam seks dengan sahabat Saya di mimpi. Bias sekali, antara nafsu dan perasaan sayang.<br /><br />Dibalik T-Shirt tanpa lengan berwarna maroon yang menyembulkan otot-otot di lengannya, si Pria ketiga ini masih sibuk dengan kegiatan-kegiatan aktualisasi untuk dirinya sendiri yang kerap ia bagikan ke social media. Sahabat Saya ini untung kepribadiannya santai, meskipun masih di dera pergumulatam batin antara hanya nafsu ataukah benar-benar sayang, dia masih setia mendengar setiap keluh kesah sahabatnya tersebut.<br /><br />"Saya enggak pernah habis pikir deh, sama sahabat Saya itu" Ujar sahabat Saya saat kami bertemu dan mengobrol tentang sahabatnya itu.<br /><br />"Lah, kenapa?. Dia khan Mr. perfect. Haha" Saya terkekeh.<br /><br />"Enggak habis pikir, aja. Dulu pas masih belum sekeren sekarang, suka ngedumel soal hubungannya dia yang sering banget dikecewain," Beber sahabat Saya. "Nah, sekarang, udah suka ganti-ganti pasangan seks yang kebanyakan dengan sesama Mr. perfect juga, dia masih aja ngedumel. Katanya capek lama-lama ngeseks mulu."<br /><br />"Lhoh, dengan bentukannya yang udah perfect sekarang. Dia masih suka dikecewain toh?" Saya balik bertanya.<br /><br />"Ya, enggak bisa dibilang gitu juga. Menurut Saya dan menurut cerita dari dia justru malah banyak yang dateng buat berusaha deket sama dia," Sambung sahabat Saya itu lagi.<br /><br />"Terus kenapa dia masih aja ngedumel?. Kok udah perfect masih aja aneh gitu, toh?" Saya.<br /><br />"Masalahnya itu. Dari banyakanya orang yang dateng buat berusaha deket sama dia, kebanyakan cuman minta seks. Ada sih, sebagian yang ngasih cinta. Tapi dia enggak mau. Katanya kurang perfect. Haha," Tawa sahabat Saya tersebut meledak. Saya menyambung tawanya kemudian. Di pertemuan Saya dengan Sahabat Saya itu, Saya memasukkan sahabat-nya dalam list si Pria ketiga.<br /><br />Dada bubye, Pria Ketiga.<br /><br />***<br /><br />Saya sudah malas mengumpulkan berjuta-juta. Toh, bukankah dari ketiganya sudah mampu menyimpulkan berjuta-juta Pria dengan T-Shirt berwarna yang menyembulkan otot lengan mereka? (Silahkan cek dan berhitunglah, pasti kesepuluh jari kita masih kurang untuk menghitung pria-pria ini). Atau bisa juga karena rasa malas Saya untuk mengumpulkan berjuta-juta, justru sebenarnya masih ada pria yang tak terjamah dengan patriarki dan hegemoni diluar tiga orang tersebut?. Entahlah, bisa jadi mungkin ada.<br /><br />Saya dan sahabat Saya sengaja menamai mereka Mr. Perfect. Bayangkan, massa komersial pasti mampu melihatnya sebagai tatanan yang sempurna. Dan Saya juga mengamini hal tersebut, karena memang yang mereka lakukan tidak salah. Ditilik dari segu Budaya, mungkin zaman sekarang memang lagi heboh-hebohnya budaya kebarat-kebarat'an. Dan Saya juga melihat hal ini bukan hal yang sepenuhnya salah, karena Saya sendiri juga memuja budaya barat. Dengan senantiasa berjelaga di modernitas, dan seiring semakin berkurangnya keekslusifan di dunia ini (yah, bisa jadi ini juga efek dari budaya kebarat-baratan tersebut) para Pria semakin berlomba-lomba untuk mendapatkan perawakan bak artis-artis barat. Didukung dengan hierarki bahwa status Pria lebih tinggi daripada wanita, maka semakin riuh pula pertandingan ini. Tapi, karena semakin berkurangnya keesklusifan yang didukung dengan semakin naik menjamurnya pusat-pusat kebugaran dengan harga terjangkau, mungkin sirkulasinya menjadi tidak terkondisikan. Pria-pria itu bagai militan dengan seragam yang sama tanpa beda dan cela, menghambut maju untuk mendapatkan apa yang mereka cari. Dan lagi-lagi itu memang tidak salah. <br /><br />Sampai tulisan ini Saya tulis, masih ada satu pertanyaan mengganjal di benak Saya. Apa sih kira-kira yang mereka inginkan?, bukankah mereka sudah perfect?. Yah, dibalik pertanyaan itu, sebenarnya Saya kurang setuju dengan konseptual perfect pada manusia. Apa pertanyaan itu muncul lantaran saya terlalu kritis dan terlalu meng-apresiasi segala hal?. Atau, pertanyaan itu muncul karena mungkin Saya pernah ditolak salah satu Pria tersebut?. Atau mungkin, sebenarnya pertanyaan itu misteri yang bukan teka teki, sehingga tak perlu dicari jawabannya?. Entahlah, segala kemungkinan bisa terjadi. Yang terpenting, Saya sudah terlalu capek jika harus menemui berjuta-juta Pria itu lagi.<br /><br />*Tulisan ini bukan sebagai ajang Saya men-Judge secara sembarangan akan suatu hal. Hanya sekedar menyalurkan hobi baru Saya untuk mencoba sedikit bersikap kritis akan suatu hal, namun sambil tetap berada dalam lingkup kehidupan (hal) tersebut dan menikmatinya.<div style="clear: both;"></div></body></html>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3979064038904046786.post-82762663992589307432012-10-29T23:04:00.001-07:002012-10-29T23:04:49.443-07:00Playful QuirkySo, last friday my friends Danastri invited me to help of her mid-test work for Photography-Major. And we decided to goes to Gembira Loka Zoo. Its fun to be there, and Gembira Loka looks so fancy and interesting after the renovation like this day.<br />
<br />
Not just for helps her mid-test work, i made this little photo-shoot for my lookbook, too hehehe. And yes, i'm addicted of the quirky style and life-style like my outfit :DD.<br />
<br />
<!--BEGIN HYPE WIDGET--><script src="http://ajax.googleapis.com/ajax/libs/jquery/1.6.2/jquery.min.js" type="text/javascript"></script><script src="http://lookbook.nu/look/widget/4183490.js?include=photo&size=medium&style=button&align=center"></script><div id="hype_container_4183490">
</div>
<!--END HYPE WIDGET--><br />
<br />
the another bunch of the picture :D,<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-eSMxp5EGuzg/UI9rqNfIcfI/AAAAAAAAAgg/hJ8n5thdWTk/s1600/quirk1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="224" src="http://4.bp.blogspot.com/-eSMxp5EGuzg/UI9rqNfIcfI/AAAAAAAAAgg/hJ8n5thdWTk/s320/quirk1.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-PHf0vllbzwU/UI9rwrdJdmI/AAAAAAAAAgo/CBXNMCk0CUk/s1600/quirk2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="216" src="http://1.bp.blogspot.com/-PHf0vllbzwU/UI9rwrdJdmI/AAAAAAAAAgo/CBXNMCk0CUk/s320/quirk2.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-wTN3_hASPmg/UI9r5Nw2qfI/AAAAAAAAAgw/wqK6l28AnYE/s1600/quirk3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://4.bp.blogspot.com/-wTN3_hASPmg/UI9r5Nw2qfI/AAAAAAAAAgw/wqK6l28AnYE/s320/quirk3.jpg" width="240" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-MZFPXLn4MGg/UI9sJaSkahI/AAAAAAAAAg4/5oDxS_OWlUU/s1600/qurik4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://4.bp.blogspot.com/-MZFPXLn4MGg/UI9sJaSkahI/AAAAAAAAAg4/5oDxS_OWlUU/s320/qurik4.jpg" width="240" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-XUrUG_UL6c8/UI9sS5YHD_I/AAAAAAAAAhA/e0wxajGJyGw/s1600/quirk5.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://3.bp.blogspot.com/-XUrUG_UL6c8/UI9sS5YHD_I/AAAAAAAAAhA/e0wxajGJyGw/s320/quirk5.jpg" width="240" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-VsEA6gKtB2o/UI9sb5VVi4I/AAAAAAAAAhI/MmAoBZ5coLY/s1600/quirk10.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://4.bp.blogspot.com/-VsEA6gKtB2o/UI9sb5VVi4I/AAAAAAAAAhI/MmAoBZ5coLY/s320/quirk10.jpg" width="240" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-hq0kpLsc-To/UI9sk-pE9WI/AAAAAAAAAhQ/vA097ZdHBjo/s1600/quirk6.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="http://3.bp.blogspot.com/-hq0kpLsc-To/UI9sk-pE9WI/AAAAAAAAAhQ/vA097ZdHBjo/s400/quirk6.jpg" width="300" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-q0L9iG5y71U/UI9srpggDuI/AAAAAAAAAhY/ZIS0A1lKBVQ/s1600/quirk7.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="http://2.bp.blogspot.com/-q0L9iG5y71U/UI9srpggDuI/AAAAAAAAAhY/ZIS0A1lKBVQ/s400/quirk7.jpg" width="300" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-8OoEE_EL5Fk/UI9sy8v0JMI/AAAAAAAAAhg/RZ2-lsRh9zY/s1600/quirk8.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="http://2.bp.blogspot.com/-8OoEE_EL5Fk/UI9sy8v0JMI/AAAAAAAAAhg/RZ2-lsRh9zY/s400/quirk8.jpg" width="300" /></a></div>
<br />
<br />Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-3979064038904046786.post-2352364101974422252012-10-23T20:52:00.000-07:002012-10-23T20:52:11.914-07:00Notes from Eid Mubarak #2<div style="text-align: justify;">
<b>Puasa terakhir bersama sahabat ter-awet</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Hari kedua kepulangan saya ke Surabaya menjelang lebaran (yang juga merupakan hari terakhir puasa di tahun ini) lebih banyak saya habiskan di luar rumah. Ya, alasan lain ketika pulang ke Surabaya selain rindu rumah adalah saya juga merindukan atmosfir nyata dari kota yang sudah sejak kecil saya tempati ini. Kehadiran seorang sahabat, juga mengisi celah rindu saya akan kota ini. Salah satu sahabat yang selalu tak pernah absen untuk bertemu saat saya pulang tentu saja Bismaputra Jayasujana, dia bisa dikatakan sahabat terlama dan ter-awet yang saya miliki hingga kini masih berpijak. Bukan tanpa masalah, bukan tanpa konflik ataupun drama, saya percaya kata-kata terlama dan ter-awet selalu menghadirkan ketiganya hingga akhirnya terlama dan ter-awet muncul ke permukaan antara kami berdua :).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Karena cukup jarang dan sudah lamanya kami berdua-benar-benar hanya berdua berjalan bersisihan untuk menikmati kota Surabaya, agenda hari itu saya (kami) isi dengan hanya pergi berdua (yes, kita teramat sangat merindukan bisa keluar berdua dan mengobrol tentang apapun, atau mungkin sedikit ber-nostalgia seperti dulu, saat sebelum saya hijrah untuk kuliah ke Yogyakarta). Tujuan kami tak muluk-muluk, masih di seputaran tengah kota pada sebuah pusat perbelanjaan yang bisa dibilang masih seumur jagung di kota ini, Grand City. Agenda lain yang saya rencanakan juga cukup berhasil di hari itu, sengaja tidak puasa di hari terakhir bulan ramadhan ini hehe. Sebenarnya cukup sayang, hampir sebulan ini perut dan diri sendiri cukup mampu menahan nafsu yang diwajibkan kepada tiap umat muslim di bulan Ramadhan ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: right; margin-left: 1em; text-align: justify;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-cD9mVtV4f28/UIZE6oJPMwI/AAAAAAAAAfY/V7kl8b6dW_k/s1600/IMG_2925_%25E5%2589%25AF%25E6%259C%25AC.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="213" src="http://3.bp.blogspot.com/-cD9mVtV4f28/UIZE6oJPMwI/AAAAAAAAAfY/V7kl8b6dW_k/s320/IMG_2925_%25E5%2589%25AF%25E6%259C%25AC.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Calais Grand City Surabaya</td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: center;">Singkat cerita, kami mendaratkan pijakan pertama kaki kami disebuah kedai minuman dengan interior yang cukup klasik, bernama Calais. Dengan icon Moustache yang bisa dibilang menjadi "the it icon/sign" beberapa musim belakangan, saya dengan pasrah melepas dosa saya untuk kembali meluap di hari terakhir itu XD. Segelas taro milk tea sudah ditangan dan siap diteguk oleh dosa saya haha, minuman atau makanan dari ubi ungu itu belakangan menjadi favorit saya belakangan ini. </span></div>
<div style="text-align: center;">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: center;">Di kedai ini, sebenarnya juga menyediakan atribut "kumis" dan topi ala Charlie Chaplin untuk customernya yang ingin mengabadikan kunjungannya di kedai itu. Namun, karena kami berdua tipikal orang yang moody dan tidak seberapa suka mengabadikan kunjungan yang sekedar hanya jalan-jalan seperti ini (moody juga berpengaruh disini), maka kami menggantinya dengan saling mengedar kalimat antara kami berdua yang mungkin bisa dibilang tujuan utama kami berdua untuk mengisi Quality Time itu :). </span></div>
<div style="text-align: center;">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-HCNCMyZuMAw/UIZIN9SDz3I/AAAAAAAAAgM/cst6Y7TJpAE/s1600/Taro+Milk+Tea+with+Egg+Pudding.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="200" src="http://3.bp.blogspot.com/-HCNCMyZuMAw/UIZIN9SDz3I/AAAAAAAAAgM/cst6Y7TJpAE/s200/Taro+Milk+Tea+with+Egg+Pudding.jpg" width="159" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Taro Milk Tea</td></tr>
</tbody></table>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-pOj4GNZVgko/UIZFKXMqchI/AAAAAAAAAfo/4vxwKIUp-no/s1600/IMG_4934.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="212" src="http://4.bp.blogspot.com/-pOj4GNZVgko/UIZFKXMqchI/AAAAAAAAAfo/4vxwKIUp-no/s320/IMG_4934.JPG" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Moustache and Hat "Calais"</td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: justify;">
<span style="text-align: center;"></span>Pemberhentian kedua, kami mendaratkan diri di sebuah kedai makanan (masih di dalam mall yang sama). Setelah sebelumnya mengisi dahaga untuk si kerongkongan, kali ini kami memilih untuk memberi asupan untuk si perut. Saya lupa apa nama tempatnya >.<, di meja itu kami menikmati makanan dan masih dengan tambahan bertukar cerita. Mungkin saya terbilang manusia klasik, meskipun teknologi menghadirkan begitu banyak kemudahan komunikasi jarak jauh, saya lebih menikmati mengobrol langsung secara empat mata. Karena menurut saya teknologi itu terbatas, twitter hanya menyediakan 140 karakter dan berbagai kesalah pahamannya(?) :D. Instant messenger?, tak lebih dari sarana hiburan mungkin, karena bukankah mengobrol juga butuh atmosfir nyata?. Atmosfir nyata yang mungkin bisa menyatukan antara obrolan joke dan obrolan santai :D. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebelum akhirnya petang menjelang, kami berdua kembali singgah di sebuah kedai kopi untuk menghabiskan sore hari, lagi-lagi masih di mall yang sama. Masih saja bertukar kata sambil menghabiskan dua kotak rokok masing-masing dari kami yang kesadarannya telah dibunuh karena obrolan kami berdua :). It's a simple way, tapi darisana mungkin saya (kami) masih bisa merasakan esensi dari persahabatan kurang lebih tujuh tahun yang telah terjalin. Hingga hari itu, pemberhentian terkahir kami menepi di sebuah stasiun radio. Menemani si sahabat dengan pekerjaan-nya sembari masih sibuk dengan kuliahnya. Mungkin sebelas dua belas dengan menghabiskan hari dengan pacar, tapi toh sahabat itu juga butuh hati dan cinta. Selain butuh diri sendiri, sahabat sejatinya mampu mengisi celah (yang masih kosong) di departemen pacar atau kekasih di negara hati dan cinta :)). </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jam sepuluh malam, rumah sudah kembali saya gumuli. Gaung takbir penanda berakhirnya Ramadhan menyeruak bergerombol di telinga. Puasa telah habis masa, Idul Fitri mengganti masa. Saat petang menuju dini hari, saudara-saudara mulai berdatangan dari luar kota. Idul Fitri seperti sudah mulai menyatukan kembali apa yang sempat terpisah dengan jarak selama setahun kemarin :). </div>
<span style="text-align: center;"></span>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3979064038904046786.post-73612299273203950612012-08-29T04:34:00.000-07:002012-08-29T04:40:58.905-07:00Notes from Eid Mubarak #1<div style="text-align: justify;">
Lebaran itu, bagi sebagian umat muslim di seantero Indonesia identik sekali dengan pulang kampung, atau jika lebih dipersempit diksinya berubah menjadi mudik. Ada juga yang memilih lebaran sebagai saat yang tepat untuk berkumpul kembali bersama seluruh keluarga, saudara, sahabat, dan teman. Namun, bagi Saya sendiri, lebaran itu berisi keduanya tanpa terlepas dari kegiatan dan esensi harfiahnya yaitu saling memaafkan lahir dan batin satu sama lain sesama manusia. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bagi Saya (lagi), lebaran selalu punya cerita menarik tersendiri buat Saya tiap tahunnya. Berbekal memori otak yang memang diciptakan tanpa batas ini, Saya ingin menuliskan catatan-catatan kecil di lebaran tahun 2012 ini yang begitu lebih bersemarak seperti lebaran-lebaran tahun yang lalu. Lebaran ala anak kos, lebaran ala anak perantauan, lebaran mahasiswa yang lagi pulang kampung, atau entah apapun judulnya, happy reading and Happy Eid Mubarak Peoples, Minal Aidzin Wal Faidzin Mohon Maaf Lahir & Bathin :).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b><u>Insiden Kereta Api Mogok</u></b></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Finally</i>, tepat di tanggal merah dimana negara ini sedang memperingati hari kemerdekaanya, Saya baru bisa benar-benar hengkang sejenak menjejakkan kaki dari ranah kota perantauan Yogyakarta ini. Tidak lain dan tidak bukan, kerja part-timelah yang memaksa Saya untuk singgah merasakan bulan Ramadhan di Yogyakarta, padahal liburan kuliah sudah datang sedari pertengahn bulan Juni lalu. Yah, mau tidak mau, namanya sudah resiko dari menerima dan (masih) menjalani pekerjaan paruh waktu itu, Saya benar-benar baru bisa pulang di detik-detik menjelang berakhirnya bulan Ramadhan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berbekal dengan banyaknya pilihan-pilihan transportasi yang ada di kepala, pada akhirnya Saya lebih memilih untuk naik kereta api sebagai kendaraan yang membawa Saya menuju kampung, Surabaya. Dengan alasan, jikalau Saya memilih naik bis seperti biasanya, kemungkinan bakal saling berebut tempat duduk dengan penumpang lain yang membludak karena hari raya, dan belum berhenti disitu saja, Saya teringat satu hal klise yang berada di jalanan ketika menjelang hari raya seperti ini, macet dimana-mana dan waktu kedatangan bis dijamin lebih lama dari waktu biasanya. Memang benar, sebenarnya dengan memilih untuk naik pesawat terbang adalah pilihan yang paling cepat dan tepat. Cepat sampai tujuan, pilihan yang tepat anti-macet dan kenyamanan. Namun, dibalik alasan karena dompet Saya enggak sampai buat beli tiket pesawat terbang, Saya sendiri mungkin bisa dibilang orang yang sangat menikmati sekali perjalanan. Enggak papa deh, lama di perjalanan, asalkan masih bisa ditolerir sedikit masalah kenyamanan dan waktu sampai ketujuannya, tapi yang lebih penting bisa menikmati perjalanan. Dari banyaknya pertimbangan dan alasan-alasan itu, pikiran Saya mengerucut untuk memilih kereta api untuk pulang ke Surabaya.</div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-xxPyfBNuuQw/UD3v8_JcC8I/AAAAAAAAAeI/jkZV8sq7r5Y/s1600/Stasiun_Tugu.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="http://2.bp.blogspot.com/-xxPyfBNuuQw/UD3v8_JcC8I/AAAAAAAAAeI/jkZV8sq7r5Y/s320/Stasiun_Tugu.JPG" width="320" /></a></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Tepat 30 menit sebelum kereta api melaju, dengan diantarkan salah seorang teman, Saya sudah sempurna duduk di kursi tempat duduk penumpang di gerbong nomor tiga kereta api yang akan membawa Saya ke Surabaya, PT. Kereta Api Indonesia menamainya Sancaka. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-kEg-xfQZU84/UD3_vb6jH-I/AAAAAAAAAe4/b5Ol4Iq4YV4/s1600/stasiun-tugu-jogja.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="http://1.bp.blogspot.com/-kEg-xfQZU84/UD3_vb6jH-I/AAAAAAAAAe4/b5Ol4Iq4YV4/s320/stasiun-tugu-jogja.jpg" width="320" /></a></div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-lxlR3h4Rjgs/UD3w_w_jLyI/AAAAAAAAAeQ/jNeSfsFlfjg/s1600/download.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="183" src="http://2.bp.blogspot.com/-lxlR3h4Rjgs/UD3w_w_jLyI/AAAAAAAAAeQ/jNeSfsFlfjg/s320/download.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Singkat cerita, Saya banyak tertidur di awal perjalan hingga tengah perjalanan saat kereta mulai menyentuh kota Madiun, maklum sebelum berangkat ke stasiun, pagi harinya Saya masih harus berurusan dengan kerja part-time Saya selama lima jam hehe. Berhenti di kota yang dulu pernah Saya singgahi saat kecil, diikuti dengan bedug Adzan maghrib tanda waktu berbuka puasa. Mungkin karena si perut sudah meraung-meraung minta makan sedari tadi, Saya segera menyambar sebotol kecil tupperware di <i>postman bag</i> yang tergantung di badan Saya, meneguk air di dalamnya dan segera menyambungnya dengan dua bungkus makanan ringan yang memang sengaja Saya siapkan untuk berbuka puasa di kereta. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lima belas menit berhenti di Madiun, bel sebagai penanda keberangkatan kereta api diraungkan. Kursi Saya bergetar dan kereta kembali meluncur ke arah timur melanjutkan lajunya. Di detik ini, Saya mulai sedikit merasakan terlalu banyak asupan tidur yang Saya terima. Kedua mata benar-benar melek penuh daya. Saya kembali merogoh <i>postman-bag</i> yang masih tergantung di badan, dan meraih sebuah benda yang ternyata insting Saya tak salah untuk membawanya di perjalanan kali ini. Sebuah buku karya Dewi Lestari yang belum sepenuhnya selesai Saya baca, Partikel. Baiklah, mungkin kali ini Saya lebih asyik menikmati bacaan daripada menikmati perjalanan yang berlangsung. Tapi, kalau boleh jujur menikmati bacaan ketika perjalanan bisa dibilang seasyik menikmati perjalanan itu sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tepat pukul sembilan malam, sesuai dengan penujuk waktu tibanya kereta api di tempat tujuan yang tercetak di tiket penumpang. Seharusnya, tiga puluh menit ke depan kereta benar-benar sudah sampai di kota tujuan, Surabaya. Namun, tanpa pernah Saya kira atau mungkin penumpang lain kira, tepat di pukul itu kereta api tiba-tiba diberhentikan di sebuah stasiun kecil di daerah yang sebenarnya sudah tidak seberapa jauh lagi dari stasiun kota Surabaya. Pikiran Saya waktu itu mengira, kemungkinan kereta sengaja diberhentikan karena menunggu kereta dari arah yang berlawanan melaju terlebih dahulu, dan biasanya tak memakan waktu lebih dari lima belas menit. Di detik lebih dari lima belas menit, para penumpang yang lain mulai ngedumel karena kereta tak segera dijalankan, mereka segera berhambur menuju gerbong depan tempat dimana lokomotif berada. Satu dua orang mulai kembali ke gerbong asal tak seberapa lama kemudian, mimik wajah mereka masam. Ada yang segera meraih <i>travel bag</i> dan segera memutuskan untuk turun di stasiun itu, dan ada pula yang kembali ke tempat duduknya dengan masih ngedumel ke kerabat di sebelahnya dengan berseru "Kereta api-nya mogok, sekarang lagi nunggu lokomotif dari Surabaya. Perkiraan jam sepuluh kurang seperempat kereta baru bisa jalan lagi". Kereta api mogok?, <i>okay</i>, awalnya kata kereta api mogok Saya kira hanya berada dalam kamus bercanda. Tapi, <i>here it is</i>, Saya benar-benar menemuinya sekarang >.<.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kontan saja, salah seorang sahabat yang sudah berbaik hati untuk menjemput Saya juga ikutan dongkol. Dia sudah sampai di stasiun gubeng Surabaya jam sembilan tepat. Mengumpat kereta api, walau sebenarnya dia sangat-sangat menggilai dunia kereta api. Karena memang tak bisa berbuat apa-apa, mau nekat ikutan turun di stasiun ini juga dibilang terlalu nekat. Hanya bisa melayangkan kata-kata klise "sabar bentar yah" ke sahabat Saya itu (walau sebenarnya Saya sendiri udah enggak sabar menunggu terlalu lama), dan beruntunglah Saya membawa bacaan untuk meredam kebosanan selama tiga puluh menit karena kereta api mogok itu. <i>And yeah, massive thank you for</i> Dewi Lestari <i>and</i> Rahne Putri yang telah menciptakan karya yang begitu bisa meredam kebosanan seperti Partikel dan Sadgenic ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/--f9jazF5cNU/UD3417YgeZI/AAAAAAAAAeg/BhnSytm1-vw/s1600/IMG00098-20120829-1726.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="http://2.bp.blogspot.com/--f9jazF5cNU/UD3417YgeZI/AAAAAAAAAeg/BhnSytm1-vw/s320/IMG00098-20120829-1726.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mungkin karena takut tertimpa kesialan lagi, kereta api bisa menepati janjinya. Tepat sesuai dengan janjinya untuk melanjutkan perjalanan di pukul sepuluh kurang seperempat, lokomotif benar-benar menarik gerbong dengan kecepatan ekstra kencang (dari biasanya) menuju Surabaya. Hanya memakan waktu sekitar tiga puluh menit, Saya sudah bisa melihat hijaunya kubah masjid agung Surabaya dari dalam kereta api, serta disusul lima menit kemudian kereta benar-benar berhenti di ranah rel stasiun gubeng Surabaya. Tanpa menunggu lama dan karena sudah terserang wabah bosan yang terlalu meradang, Saya segera meraih satu <i>travel bag</i> yang saya selipkan di tempat menaruh barang persis di atas tempat duduk penumpang, menyisir lorong gerbong kereta api sancaka, dan menginjakkan kaki saya kembali di tanah kampung Saya, begitu pintu gerbong sudah Saya lalui. Huwahhhhh....<i>i miss Surabaya sooo muchhh!!!</i>.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Cerita lebaran tahun ini Saya mulai pada hari itu. Sempurna menginjakkan kaki di rumah pada pukul setengah satu dini hari. Setelah sempat menghabiskan beberapa jam dahulu bersama Aditya Aryo, salah seorang sahabat yang telah rela mau menjemput Saya di stasiun, walau sebenarnya letak rumahnya di ujung Surabaya. Dan sebagai simbolisasi ucapan terima kasih, kami berdua menghabiskan beberapa jam disebuah warung soto, temu kangen singkat sebelum temu kangen yang sebenarnya. Hingga akhirnya, sama seperti tiap kali ketika Saya pulang ke rumah, tak akan pernah bisa langsung pergi tidur hingga matahari muncul di kota Saya, kota Surabaya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<br />Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3979064038904046786.post-75195827330673019802012-07-15T11:27:00.000-07:002012-07-15T11:48:40.930-07:00Little Indian<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
So, in the middle of February i found some interesting accessories. Some unique Traditional-things (from Indian) that i'm puttin' on, with another Traditional-things from Indonesia. Dream Catcher with my only-one Batik-Shirt i ever had (Hell, yeah! XD). Woohoo, but i like the chocolate browny colour on this all-total-look :D.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-Z09E_jQAA1Q/UAMKNiSk1oI/AAAAAAAAAds/rYvk7O0-IGs/s1600/INDIAN.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="248" src="http://3.bp.blogspot.com/-Z09E_jQAA1Q/UAMKNiSk1oI/AAAAAAAAAds/rYvk7O0-IGs/s400/INDIAN.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<div>
<br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3979064038904046786.post-6229404597245174212012-07-15T11:11:00.001-07:002012-07-15T11:11:38.486-07:00Exploring UK<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-Zv84KQCstgE/UAMGtEuD9kI/AAAAAAAAAdY/o8j48Mg9_c0/s1600/mebrits.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="292" src="http://2.bp.blogspot.com/-Zv84KQCstgE/UAMGtEuD9kI/AAAAAAAAAdY/o8j48Mg9_c0/s320/mebrits.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Ahhh Lemme taking off my GaGa necklace. GaGa its not so BRITISH >.<</td></tr>
</tbody></table>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-cCvCsGtaHzs/UAMG4h_YnmI/AAAAAAAAAdg/k9gryoqBfC0/s1600/myrub.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="319" src="http://1.bp.blogspot.com/-cCvCsGtaHzs/UAMG4h_YnmI/AAAAAAAAAdg/k9gryoqBfC0/s320/myrub.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">I made first-DIY things for my rubber-case of my vintage blackberry. </td></tr>
</tbody></table>
<br />Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3979064038904046786.post-42465715274680406312012-07-15T11:03:00.003-07:002012-07-15T11:03:47.338-07:00Mistah Crayon-a<div>
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bukan sebuah kuas dengan palette bersimbah cat acrylic. Bukan pula segenggam pensil kayu yang beradu dengan kertas gambar dan karet penghapus. Asal mula Saya begitu mencintai menggambar adalah ketika berteman dengan sekotak oil pastel atau biasa dikenal dengan nama <i>crayon</i>. Dan di asal mula itu pula, Sejujurnya Saya belum begitu menguasai menggambar menggunakan <i>crayon</i>, belum bisa menggoreskan warna-warna hingga menghasilkan gradasi paduan warna yang indah dan menyatu antara warna satu dengan warna yang lain. Hingga di saat duduk di bangku SMP. Saya diketemukan dengan salah seorang teman, melalui dia Saya bisa mencuri ilmu tentang menggambar menggunakan <i>crayon</i> agar menghasilkan gambar yang cukup bagus.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
Singkat cerita, dengan bergulirnya waktu hingga kini Saya sudah dua puluh tiga tahun mendaki bumi yang Saya pijak, tiba-tiba ingatan dan keinginan Saya tentang crayon menyeruak masuk ke dalam pikiran Saya lagi. Maklum, mungkin saja pelarian atas penatnya pikiran anak rantau yang dipasung oleh waktu mengikuti ritme kuliah dan bekerja hehe. Dan beginilah jadinya, ketika sedang asyik-asyiknya bergumul dengan teman di salah satu donut shop di salah satu mall di Yogyakarta keinginan itu kembali menggerogoti pikiran Saya, dan alhasil sebelum memutuskan untuk pulang, Saya mampir ke toko buku untuk menukar beberapa lembar duit yang Saya punya dengan satu kotak kecil oil pastel. <i>Hahaha its definitely another therapy to share my emotion to another positive media, i think :D</i>.<br />
<br />
<i>Anyway</i>, Saya berasa kembali ke masa kecil (dengan emosi dan kondisi yang berbeda tentunya). Iseng-iseng menggoreskan batang-batang berwarna-warni itu hingga Saya tersadar kalau Saya masih bisa menggambar dengan <i>crayon</i> :D.<br />
<br />
<i>Maybe its looks kinda creepy. But that's exactly made me feelin' so fun :D.</i><br />
<i></i><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="background-color: white; margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td><br /><a href="http://2.bp.blogspot.com/-kFfRmrae5CQ/UAMDinefkNI/AAAAAAAAAc0/H_8YG4f7NiY/s1600/luk1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="http://2.bp.blogspot.com/-kFfRmrae5CQ/UAMDinefkNI/AAAAAAAAAc0/H_8YG4f7NiY/s320/luk1.jpg" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption">The Girl with the red hair. 2012. Crayon on Sketch-paper</td></tr>
</tbody></table>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-y9fqjmDCEkE/UAMDmpjc01I/AAAAAAAAAc8/XfejhguDXxw/s1600/luk2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="http://3.bp.blogspot.com/-y9fqjmDCEkE/UAMDmpjc01I/AAAAAAAAAc8/XfejhguDXxw/s320/luk2.jpg" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Never Let Me Go. 2012. Crayon on Sketch-paper</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<br /><i></i><br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-UUT18HXPBnY/UAMDpg_M0CI/AAAAAAAAAdE/hiZBoPTesXU/s1600/luk3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="http://2.bp.blogspot.com/-UUT18HXPBnY/UAMDpg_M0CI/AAAAAAAAAdE/hiZBoPTesXU/s320/luk3.jpg" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Embrace the Diversity. 2012. Crayon on Sketch-paper. Inspired by best-mate Natasha Larassanti & Aditya Aryo</td></tr>
</tbody></table>
<br /><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-9uUpzDIE63I/UAMDuo1w0OI/AAAAAAAAAdM/cgNTKWfm-2k/s1600/luk4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="http://3.bp.blogspot.com/-9uUpzDIE63I/UAMDuo1w0OI/AAAAAAAAAdM/cgNTKWfm-2k/s320/luk4.jpg" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Last Man Standing. 2012. Crayon on Sketch-paper</td></tr>
</tbody></table>
<div>
<br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-3979064038904046786.post-66907045936891584452012-07-15T06:11:00.003-07:002012-07-15T06:11:53.386-07:00Tryin' Some-New Experimental<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-mPnhPgeczMs/UALACYD1x8I/AAAAAAAAAco/rRIfrwZHodM/s1600/cob11.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://1.bp.blogspot.com/-mPnhPgeczMs/UALACYD1x8I/AAAAAAAAAco/rRIfrwZHodM/s320/cob11.jpg" width="222" /></a></div>
<br />
A glasses without lens or an lenses without glass?. Just choose one that do you think the best. It's really fun to trying something new (especially for fashion) hehehe. So, maybe it could be a mainstream-things-that-not-exactly-mainstream for me to applied that glasses into my eyes XD.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3979064038904046786.post-44696754180506504842012-07-15T06:00:00.001-07:002012-07-15T10:31:38.770-07:00Time Turning Back..I'm obsessed (again) with the everything British since the early of 2012.<br />
Ahh...everything British is sooo fun DOOBEEDOOZEE !!!<br />
<br />
and thank's god, the winner of America's Next Top Model Cycle 18 (British Invasion) are from UK. The fabulous English Rose, Sophie Sumner<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-R-MgGhKYvJo/T-ceWskMQQI/AAAAAAAAAbg/NTH1ndRRHVU/s1600/Sophie-Sumner-on-Americas-Next-Top-Model-ANTM-Cover-Girl-Ad.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://4.bp.blogspot.com/-R-MgGhKYvJo/T-ceWskMQQI/AAAAAAAAAbg/NTH1ndRRHVU/s320/Sophie-Sumner-on-Americas-Next-Top-Model-ANTM-Cover-Girl-Ad.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
From the music. i got sooo much and a lot brilliant and adorable musician from Brit on my playlist.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-aUtalKSCa5k/T-cfMOZNCVI/AAAAAAAAAbo/Yc7_zGrOdOw/s1600/florence.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="http://4.bp.blogspot.com/-aUtalKSCa5k/T-cfMOZNCVI/AAAAAAAAAbo/Yc7_zGrOdOw/s320/florence.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">The Amazing Baroque-Folk-Indie-Pop and the hottest it Fashion Darling , Florence Welch with her band Florence + Machine</td></tr>
</tbody></table>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-BJ3FCkw8Rs8/T-cfxXf4IpI/AAAAAAAAAbw/vNgwuh81fA0/s1600/Coldplay-Mylo-Xyloto2-1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="210" src="http://3.bp.blogspot.com/-BJ3FCkw8Rs8/T-cfxXf4IpI/AAAAAAAAAbw/vNgwuh81fA0/s320/Coldplay-Mylo-Xyloto2-1.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Coldplay with the the amazing hymn of PARADISE and freedom of Charlie Brown</td></tr>
</tbody></table>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-zTuuH0OvSIk/T-cgRrCS7BI/AAAAAAAAAb4/P37Jhp_Ocn4/s1600/duran-duran-04.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="216" src="http://3.bp.blogspot.com/-zTuuH0OvSIk/T-cgRrCS7BI/AAAAAAAAAb4/P37Jhp_Ocn4/s320/duran-duran-04.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">An Timeless-Vintage DURAN DURAN with the famous Ordynary World</td></tr>
</tbody></table>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-UlPF5FS5tog/UAK6U4mfKYI/AAAAAAAAAcE/UQAUKsNkR2g/s1600/01(6).png" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="234" src="http://2.bp.blogspot.com/-UlPF5FS5tog/UAK6U4mfKYI/AAAAAAAAAcE/UQAUKsNkR2g/s320/01(6).png" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">KEANE. They new album made my ears wants to hear they previous amazing album</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-5XqjzsccSTQ/UAK6X-rGzXI/AAAAAAAAAcM/k9hRbl1Y2lk/s1600/12.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="214" src="http://2.bp.blogspot.com/-5XqjzsccSTQ/UAK6X-rGzXI/AAAAAAAAAcM/k9hRbl1Y2lk/s320/12.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">THE BEATLES. Yeah, everybody love beatles. Everybody love this legendary british-band.</td></tr>
</tbody></table>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-Wz5WVOd2ppY/UAK-H1L9N6I/AAAAAAAAAcg/UWTrLsoy1-c/s1600/onedee.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="171" src="http://4.bp.blogspot.com/-Wz5WVOd2ppY/UAK-H1L9N6I/AAAAAAAAAcg/UWTrLsoy1-c/s320/onedee.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">And of course the it UK boyband for this decade, One Direction. Aren't they too much cute (than they real appearance) on that chibi-cartoon >.<</td></tr>
</tbody></table>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
And so many many another British Musician beside them.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Talk about fashion?. Of course, British have they original personal style called rebellious yet high-fashion. </div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3979064038904046786.post-29723235914679343882012-07-15T05:55:00.002-07:002012-07-15T05:55:28.321-07:00HELLO!!It's been a long long day and month i don't write anything in this my doll house ehe :P.<br />
<br />
So, Hello everyone!!.<br />
Maybe its gonna be a massive flooding bla-bla-bla posting for the next couple days, because me feelin' too hungry about everything now (especially food, of course).<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-_fNQa_QGvG0/UAK9L-5UcbI/AAAAAAAAAcY/P6v-lsazzf0/s1600/me-niall.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://1.bp.blogspot.com/-_fNQa_QGvG0/UAK9L-5UcbI/AAAAAAAAAcY/P6v-lsazzf0/s320/me-niall.jpg" width="213" /></a></div>
<br />
HELLO AGAIN! :DAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3979064038904046786.post-70364539254341045072012-06-04T01:55:00.000-07:002012-06-04T01:55:40.426-07:00Bein' Blue, Without Feelin' BlueLast week, i goes to some new Pastry Cafe with my friend.<br />
Craving for macaroon, red velvet, and one slice of rainbow cake.<br />
<br />
And this is my outfit when i goes there :).<br />
<br />
<!--BEGIN HYPE WIDGET--><script src="http://ajax.googleapis.com/ajax/libs/jquery/1.4.2/jquery.min.js" type="text/javascript">
</script><script src="http://lookbook.nu/look/widget/3571119.js?include=photo&size=medium&style=button&align=center">
</script><br />
<div id="hype_container_3571119">
</div>
<!--END HYPE WIDGET--><br />
<br />
Hello, again Mate!. It's been a longtime i'm not visit my blog :).<br />
Enjoy your days :). Have a beautiful day.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3979064038904046786.post-42026029130212388422012-03-29T08:14:00.000-07:002012-03-29T08:14:46.672-07:00Twinkle Twinkle Little...<div style="text-align: center;">
Kalau saja memang benar,</div>
<div style="text-align: center;">
Kita berpijak di bumi di bawah langit yang sama</div>
<div style="text-align: center;">
Apakah kau melihat,</div>
<div style="text-align: center;">
Malam ini semburat hitam pekat terpatri indah di atas sana</div>
<div style="text-align: center;">
Bulan membentuk tubuhnya menjadi bibir yang ujung-ujungnya tersungging ke atas</div>
<div style="text-align: center;">
Sementara hamparan bintang membentuk gugusan rasi-rasi bintang yang aku tak tahu,</div>
<div style="text-align: center;">
yang kutahu segalanya di atas sana indah</div>
<div style="text-align: center;">
Picasso pasti kalah telak</div>
<div style="text-align: center;">
Ki Joko Pekik sama halnya, Beliau tanpa segan mengangkat tangannya dengan sebilah kuas lukis yang terbuang dari salah satu sisi tangannya</div>
<div style="text-align: center;">
Segala di atas sana seolah bergerak, </div>
<div style="text-align: center;">
Aku juga bergerak dari bawah dengan posisi kepala yang menengadah ke atas</div>
<div style="text-align: center;">
Keindahan di atas sana mungkin saja juga meniupkan angin yang kemudian terbang ke bawah</div>
<div style="text-align: center;">
Pergerakan ini membuatku berjalan ke arah maju</div>
<div style="text-align: center;">
Pergerakan awan dengan sempurna bisa bersentuhan dengan ragaku yang bergerak maju</div>
<div style="text-align: center;">
Kalau saja aku bisa meminta sesuatu hal yang begitu kecil,</div>
<div style="text-align: center;">
Akankah zat seringan dan sekecil angin bisa meniup habis apa-apa saja yang ada di ragaku?</div>
<div style="text-align: center;">
Hingga raga yang ditampilkan bulan malam ini,</div>
<div style="text-align: center;">
Tak mustahil untuk diijinkan terpatri indah di bawah indera penciumanku. </div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3979064038904046786.post-39998118269720169462012-03-24T08:26:00.001-07:002012-03-24T08:26:54.001-07:00Back to the Basic...?!<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-CIr7mD0TIYM/T23kLdq6nCI/AAAAAAAAAWA/VgZIlGQiu5w/s1600/mee2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="http://3.bp.blogspot.com/-CIr7mD0TIYM/T23kLdq6nCI/AAAAAAAAAWA/VgZIlGQiu5w/s320/mee2.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Tribal is the "it" texture</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-s6IycL1fiwk/T23kOJV12tI/AAAAAAAAAWI/jF3MEAMvkNU/s1600/britmee.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="http://4.bp.blogspot.com/-s6IycL1fiwk/T23kOJV12tI/AAAAAAAAAWI/jF3MEAMvkNU/s320/britmee.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">BRITISHHHHHH</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<i>When everything new that you did, feel sooo boring. Are this is the time for us to pull back our "wheel-of-life"to the basic..?!?</i>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3979064038904046786.post-57111254370732731292012-03-23T01:48:00.004-07:002012-03-23T01:49:32.960-07:00British..?!<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-ghLXuS3mObk/T2w3dKHKzMI/AAAAAAAAAV0/Qnd_86mCKvc/s1600/uk-flag.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="192" src="http://4.bp.blogspot.com/-ghLXuS3mObk/T2w3dKHKzMI/AAAAAAAAAV0/Qnd_86mCKvc/s320/uk-flag.png" width="320" /></a></div>
<br />
<i>Twiggy. Anna Wintour. Vivienne Westwood. Alexander Mcqueen. Mary Katranzou. Margaret Thatcher. Florence Welch. John Lennon. Paul Mcartney. Ringo Star. George Harrison. Harvey Williams. Queen Elizabeth. Kate Middleton. Lady Diana. Harry Potter. Harrods. Double Decker</i>. <i>Big Ben</i>. <i>Gigantic Ferris Wheel. 2012 Olympic.Union Jack</i>. <i>BRITISH INVASION !!.</i>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3979064038904046786.post-81710462243423115632012-03-04T22:10:00.000-08:002012-03-04T22:11:07.301-08:00Pyjama's Morning<span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: black; font-family: helvetica,arial; font-size: 14px; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: 21px; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><i>Wake up in the morning feelin' so blue, red, and white. Grab a chocolate bread and a bottle of milk, but also call my friend to sharing about my sadness...<span class="Apple-converted-space"> </span></i><br style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /><br style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /><i>And suddenly he shoot me with his camera :)...</i></span><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-xzhADdnCvGY/T1RX6-n9zbI/AAAAAAAAAVA/S7GRdDvJcc0/s1600/morn.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://2.bp.blogspot.com/-xzhADdnCvGY/T1RX6-n9zbI/AAAAAAAAAVA/S7GRdDvJcc0/s320/morn.jpg" width="240" /></a></div>
<br />
<br />
<span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: black; font-family: helvetica,arial; font-size: 14px; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: 21px; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;">And i post this look of my gloomy morning on my lookbook, too >.<. Hope you enjoy it, fellas :).</span><br />
<br />
<span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: black; font-family: helvetica,arial; font-size: 14px; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: 21px; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><script src="http://ajax.googleapis.com/ajax/libs/jquery/1.4.2/jquery.min.js" type="text/javascript">
</script><script src="http://lookbook.nu/look/widget/3152343.js?include=photo&size=medium&style=button&align=center">
</script></span><br />
<div id="hype_container_3152343">
</div>
<br />
<span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: black; font-family: helvetica,arial; font-size: 14px; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: 21px; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><br /></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: black; font-family: helvetica,arial; font-size: 14px; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; line-height: 21px; orphans: 2; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;"><br /></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3979064038904046786.post-79211691828228741412012-02-29T22:48:00.000-08:002012-02-29T22:49:23.235-08:00HyperBallad Part Une<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bi. Dirinya berada pada ketinggian beratus-ratus meter jauhnya dari
permukaan air laut, namun letaknya bukan di atas awan. Berpijak di salah satu
perbukitan teduh, terbentang luas di sekitarnya perbukitan-perbukitan lain yang
tak nampak karena langit sudah membentuk lautan hitam pekat diatas sana. Embun
tanpa bingkai terpahat bagai asap rokok yang disulut seseorang yang berada di
depannya beberapa waktu lalu, ketika dirinya baru saja menginjakkan kedua kaki
yang tak pernah lelah untuk perjalanan yang katanya mengikuti kata hati. Entah
hati yang mana yang ia maksud, hati yang berada di bagian perut sebelah kanan,
ataukah hati lain yang tak pernah teridentifikasi dimana letaknya. Hanya untuk sebuah janji, bukan sekedar
mengikuti kata hati. Curamnya sebuah logika yang menganga lebar, bersanding
penuh seram dengan sebuah kata hati yang juga sama-sama menganga lebar. Dia
seharusnya sudah terbilang cukup piawai untuk menghadapi hal seperti ini. Tapi
mungkin ini terbilang sebuah perkecualian, dia manusia yang sama halnya seperti
jembatan. Dengan sebegitu kokoh dibuat agar jembatan itu tak mudah roboh, toh
pada akhirnya tanpa ada yang mengetahui dengan serba kemendadakan jembatan itu
bisa begitu saja runtuh, menjadi kepingan-kepingan asimetris yang bergumul
dengan permukaan air di bawahnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-8jSZkCxBlMQ/T08a4Q-qmXI/AAAAAAAAAU4/V2oD_MCxUi0/s1600/lamp2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="280" src="http://4.bp.blogspot.com/-8jSZkCxBlMQ/T08a4Q-qmXI/AAAAAAAAAU4/V2oD_MCxUi0/s320/lamp2.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bi. Dirinya masih berada pada ketinggian beratus-ratus meter jauhnya
dari permukaan laut, namun letaknya juga masih bukan di atas awan. Berpijak di
salah satu perbukitan teduh, yang kali ini banyak rumput-rumput hijau gelap karena
malam, terhampar luas di sekitarnya. Perasaan di hatinya yang tak bisa
teridentifikasi letaknya itu masih saja bergejolak hebat. Bergejolak hebat dan
sangat terang beradu dengan gemerlap terangnya lampu-lampu jingga keemasan
terang yang disangga hamparan rerumputan hijau yang ia pijak. Embun di malam
pekat sudah banyak turun, namun embun lain berwujujd asap rokok menggantikan
perannya. Seseorang di depannya menghisap tanpa ampun sebatang rokok berwarna
putih.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Berkaca duduk berseberangan dengan seseorang, hal ini sudah kali kedua
dia jumpai dengan hari yang berurutan. Kemarin dia bertemu untuk pertama
kalinya, dan kali ini tentu saja menjadi kali kedua dia bertemu seseorang yang
entah seharusnya dia sebut sebagai apa. Kebingungannya meraja seiring dengan
semakin banyaknya asap rokok yang mengepul dari sulutan rokok seseorang di
depannya dan sebatang rokok yang ia hisap, berharap kecamukan keraguan dan
perasaan buruknya ikut pergi keluar melalui asap putih penuh racun berbahaya
tersebut.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sebuah cerita tentang sesuatu hal yang klise. Mungkin saja angin malam
perbukitan yang sejatinya melebihi angin normal di daerah normal, sudah
membuatnya meradang, membeku, dan terpahat dengan terpaksa. Dia hanya butuh
sesuatu untuk menghancurkan itu semua. Dia hanya butuh sesuatu untuk
menghancurkan keberharapaan yang lama kelamaan dia rasa hanyalah sebuah semu.
Semu yang nyata, semu yang sebenarnya bisa digapai, namun dia terlalu naïf
untuk sekedar menganggap bahwa semu yang nyata itu ada. Dia hanya butuh
sesorang di depannya, sebagai orang yang ia rasa mampu menghancurkan segala
komplikasi antologi rasa yang sedang menggumuli batinnya. Miris, tragis,
dilematis, ketika sebuah ketidak tahuan untuk berbuat apa menghampiri diri
tanpa ampun. Menangis, tanpa air mata. Sejujurnya ia malu melihat dirinya
sendiri, mendesis tanpa otak seperti hewan melata. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bi. Dia sudah bisa mengira sebelumnya, jikalau semua yang ia lakukan
hanya mendatangkan ketersia-siaan yang semakin melancarkan aksinya. Dia merasa
ling lung, tembok-tembok pembatas yang dibuatnya selama ini telah runtuh. Dua
belas tembok pembatas kokoh yang mengelilingi dirinya, hancur seketika ketika
tembok pembatas ketiga belas ingin ia tambahkan di celah yang masih kosong
setelah tembok ke dua belas. Mungkin saja sudah terlalu lama. Mungkin saja dia
sudah terlalu letih. Energinya sudah terkuras habis membuat kedua belas tembok.
Lelah, ketakberdayaan, dan kekosongan dengan sempurna melumuri semua bagian
tubuhnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Tiga belas yang sial. Tiga belas yang benar-benar sial. Tiga belas
ternyata memang benar angka sial” Gumamnya dalam hati.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bi. Dirinya masih berada pada ketinggian
beratus-ratus meter jauhnya dari permukaan laut, namun letaknya juga masih
bukan di atas awan. Dia mengistirahatkan pijakan kedua kakinya yang telah
menghabiskan beberapa jam yang telah berlalu untuk mengikuti kata hatinya. Hati
yang tak terdefinisi dimana letaknya, yang juga telah tumbuh menjadi makna yang
melebur dengan kesukaran untuk menerjemahkannya. Siluet seseorang yang sama
masih bisa ditangkap oleh indera penglihatannya, persis di depan. Pundak yang bagai seorang bermata silindris
menggambar sebuah garis horizontal lurus dari kiri ke kanan, suatu hal kecil
yang di awal, dia sangat ragu untuk mampu benar-benar melihat sosok tiga atau
bahkan empat dimensinya. Tanpa kacamata khusus berwarna hitam pada lensa dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">frame</i>nya, dia bisa melihatnya,
menyentuhnya, mecium aroma tubuh yang dikirim angin dingin yang sendu dan semu
di perbukitan itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Anggap saja sebuah liburan kecil” Gumamnya dalam hati untuk meyakinkan
dirinya sendiri. “Walau sebenarnya aku tak ingin menyebutnya sebuah liburan
kecil. Bagaimana bisa aku menyebutnya liburan, jikalau partikel kecil
kebahagiaan tak merasuki tubuhku yang masih saja tak tau harus berbuat apa dan
bagaimana” </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Malam pekat semakin meninggi. Bau sisa hujan masih dititup dengan
kencang oleh deru angin malam pekat yang juga semakin meninggi. Menarik sebuah
selimut tebal yang ternyata untuk berdua. Dua selimut, memakai salah satunya,
dan menendang sisanya hingga mencium permukaan lantai keramik putih yang baru
pertama kali ia pijak di tempatnya sekarang. Seseorang yang tadi di depannya,
kini telah berpindah posisi berada di sisi sebelah kiri ia di tempat tidur
kecil tersebut. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Tidurlah disini” Tanpa suara. Badannya seakan berbicara seperti itu,
dengan merentangkan tangan kanannya di belakang punggung Bi.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Sudahlah” Gumamnya lagi dalam hati.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bi. Dirinya masih berada pada ketinggian beratus-ratus meter jauhnya
dari permukaan laut, namun letaknya juga masih bukan di atas awan. Dia
mengistirahatkan tubuhnya. Bersembunyi dibalik selimut untuk berdua. Letih,
lelah, tak ingin semakin berpikir panjang. Didekap dan mendekap seseorang yang
berada di depannya. Entahlah, dia sudah lelah. Terlepas dari palsu atau tidak
palsu ini semua. Terlepas untuk apakah sebenarnya dia berpijak di tempat ini.
Tak ingin menyesal, ingin menyesal. Barangkali mau tidak mau dia harus
menganggapnya sebagai sebuah liburan kecil saja, karena sampai di akhir
pergumulan badan, segalanya masih sama. Tak ada apa-apa, hanya sebuah kelegaan
dua buah penis yang meregang tegang dengan muntahan sperma di mulut dan badan. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bi. Dirinya sudah tidak berada pada posisi yang cukup tinggi
beratus-ratus meter jauhnya dari permukaan laut. Sebuah kecupan yang entah berarti
atau tidak. Dia pergi meninggalkan siluet pria berpundak seperti seseorang
bermata silindris yang menggambar sebuah garis horizontal lurus dari kiri ke
kanan, yang setengah hari sudah saling bertarung dengan indera penglihatnya,
bertarung dengan kata-kata klise dari mulut masing-masing, bertarung dengan
selimut kecil untuk dua orang, bertarung dengan perbukitan-perbukitan gelap
dengan gemerlap lampu jingga kuning emas yang berpendar bagai keraguannya yang
semakin meninggi dan akhirnya meletup dengan sebuah tangis yang tak pernah
diketahui oleh kedua belah pihak. Mungkin memang seharusnya saling tak tahu,
karena dia sudah terlanjur yakin, sampai kapanpun dia tak akan pernah tahu.
Karena tak dijumpainya partikel-partikel penyusun lawan dari ketidak tahuan,
sedikitpun, secuilpun, mungkin saja sampai kapan pun…</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
***</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3979064038904046786.post-61352758244799276902012-02-22T23:49:00.000-08:002012-03-04T22:14:48.659-08:00Oh, I Never Know...<br />
<object allowscriptaccess="always" data="http://kiwi6.com/swf/player.swf" height="24" id="audioplayer" type="application/x-shockwave-flash" width="290"></p>
<p>
<span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span><param name="movie" value="http://kiwi6.com/swf/player.swf" />
<param name="FlashVars" value="playerID=audioplayer&soundFile=http://k004.kiwi6.com/uploads/hotlink/xhuyjs90f8&titles=06 oh i never know.mp3" />
</p>
<p>
<span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span><param name="quality" value="high" />
<param name="menu" value="false" />
<param name="allowscriptaccess" value="always" />
<param name="wmode" value="transparent" />
</object><br />
<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span><br />
<div style="color: #aaaaaa; font: 10px Arial,sans-serif;">
Hosted by <a href="http://kiwi6.com/" style="color: #999999;">kiwi6.com file hosting</a>.<br />
<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span> <a href="http://kiwi6.com/file/xhuyjs90f8" style="color: #999999;">Download mp3</a> - <a href="http://kiwi6.com/">Free File Hosting</a>.</div>
<br />
<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Aku mungkin bukan seperti orang kebanyakan, tak seberapa mencintai hujan
yang katanya selalu memberikan ketentraman teduh duniawi di setiap tetesan air
yang jatuh berpelukan dengan tanah. Mungkin, kali ini berbeda. Aku menjelma
menjadi kebanyakan orang yang begitu mencintai hujan, lebih tepatnya saat dua
bulan lalu dirimu membuka kedua belah tanganmu, sama persis dengan imajinasiku
jika suatu saat nanti kita juga akan menjelma, menjadi sepasang kekasih yang
pertama kali bercinta di luar angkasa.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Aku tidak akan pernah tahu, yang pada akhirnya aku memutuskan untuk
bertanya, untuk sekedar menjawab segala rupa yang mungkin telah sedikit
mengikis diriku sendiri, benar-benar diriku sendiri. Aku berpura-pura untuk
tidak akan pernah tahu, sebelumnya mungkin aku sudah sedikit menebak, apa
kira-kira yang diinginkan oleh hati, hati yang dalam pengertianmu merupakan
anggota badan di daerah perut sisi sebelah kanan. Namun, karena aku terlalu
takut untuk meyakini yang aku mau, aku lebih memilih untuk demikian,
berpura-pura tidak akan pernah tahu. Tentu saja, segala hal palsu penuh
kepura-kepuraan sesungguhnya sudah menggerogoti tanpa ampun hingga tersisa
sebuah kebimbangan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Aku tidak akan pernah tahu, dan aku tidak akan pernah peduli jika dirimu
tak menginginkan sedikitpun tentang apa semua ini. Aku mungkin sudah terlalu
letih, waktu mungkin juga demikian hingga dia berhenti sejenak untuk menjawab
segalanya yang terjadi. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Terhempas bebas kembali tanpa oksigen, bebas, hingga memoriku dengan
otomatis memainkan sebuah cerita masa lalu tentang suatu cerita klise yang pada
akhirnya mampu aku rampungkan dengan menyisakan noda kecil bulat di dalam organ
tubuh di perut sisi sebelah kanan. Mungkin saja sebuah media pengingat, yang
aku sendiri tak tahu seperti apa wujudnya. Berbisik lirih, karena sesungguhnya
apa yang terjadi sekarang hanyalah sebuah flat shoes karet, yang mampu tergilas
habis dengan sepatu armadillo melegenda dari cerita masa lalu. Terhempas bebas
dengan air mata menggenang terbang yang juga dengan bebas, sepatu bersol tebal
itu menendangku tepat di kepala bagian belakang. Sakit, cukup sakit. Namun,
dengan segera mampu membuatku tersadar. Tak seharusnya seperti ini.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Aku tidak akan pernah tahu, sedikit yang aku tahu, kau masih begitu
menikmati hamparan rerumputan hijau, dengan dua cangkir teh bercampur sari
lemon. Dua cangkir, satu cangkir untukmu. Dan cangkir yang satunya, yang mampu
kutebak hanyalah sosok hologram dengan gaun pengantin yang sangat cantik, berwarna
putih, yang sangat begitu kau banggakan di setiap perbincangan tentang pernikahan,
namun aku tak suka. Kenapa harus putih, kalau saja kita bisa benar-benar
menjadi sepasang kekasih yang pertama kali bercinta di luar angkasa, aku akan
membuat warna itu menjadi seperti pelangi. Lebih indah bukan?, kesucian warna
putih dari sebuah pernikahan (katamu), bukankah sudah menyatu di dalamnya
hingga bersatu menjadi warna yang cantik. Putih menjadi pelangi, tak sadarkah
apa yang terjadi sangat berbeda dengan apa yang terjadi kebanyakan?.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Aku tidak akan pernah tahu, bagaimana hujan bisa berhenti seketika kali
ini. Mendung masih menghujani belantara awan di atas sana. Aku tidak akan
pernah tahu, kemanakah arus ini akan membawaku kelak. Aku tidak akan pernah
tahu, akan menjadi seperti apa kelak. Katamu dilalui saja, katamu mengikuti
arus saja. Baiklah, mungkin saja itu jawabannya. Mungkin. Dan aku lebih memilih
untuk kembali berjalan di arus diriku sendiri. </div>
<br />Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3979064038904046786.post-36271135705146934092012-02-08T22:58:00.000-08:002012-02-08T22:58:23.639-08:00Hi, February!Long time no see you, bluggy.<br />
<br />
And, i will start my post in this lovely month with my new looks from my lookbook.<br />
Taken on the same place as my previous post. And also stil taken by my friend Danastri Rizqi Nabilah.<br />
<br />
<!--BEGIN HYPE WIDGET--><script src="http://ajax.googleapis.com/ajax/libs/jquery/1.4.2/jquery.min.js" type="text/javascript">
</script><script src="http://lookbook.nu/look/widget/3040771.js?include=all&size=medium&style=button&align=center">
</script><br />
<div id="hype_container_3040771">
</div>
<!--END HYPE WIDGET--><br /><br />
<br />
And this is another freaky-goofy another picture during the photo-shoot :P<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-8eiEFo7_3KE/TzNuJlGt4nI/AAAAAAAAAUk/vqIamh8kVVw/s1600/face.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="267" src="http://1.bp.blogspot.com/-8eiEFo7_3KE/TzNuJlGt4nI/AAAAAAAAAUk/vqIamh8kVVw/s400/face.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-tteShzxIrRg/TzNuSrtCUXI/AAAAAAAAAUs/NxkJW7pwV4w/s1600/iceb.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="http://2.bp.blogspot.com/-tteShzxIrRg/TzNuSrtCUXI/AAAAAAAAAUs/NxkJW7pwV4w/s400/iceb.jpg" width="267" /></a></div>
<br />
Happy February, Guys :)Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-3979064038904046786.post-44243104142668775792012-01-30T21:53:00.000-08:002012-01-30T21:54:49.427-08:00Exploring Kotagede part 1<span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">My first post on my lookbook and of course in my blog. Taken by my friend </span>Danastri Rizqi Nabillah (@anamoelya)<span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;">. This is our first time to did this things. Hope you enjoy it. Maybe, i would post about my fashion journal day by day in this my lovely blog. Enjoy it :)</span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;"><br /></span><br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-YuQM7lvrQOM/TyeAwB4YvyI/AAAAAAAAAUU/w06_Ecaee2U/s1600/look1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="398" src="http://2.bp.blogspot.com/-YuQM7lvrQOM/TyeAwB4YvyI/AAAAAAAAAUU/w06_Ecaee2U/s400/look1.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Vest, Parachute Travel-Tote-Bag, Shoes, and V-neck tshirt, Badger Invaders Bottom, Unbranded vintage glasses, DIY GaGa Necklace</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-M9kvffH6Z9s/TyeA00SUuJI/AAAAAAAAAUc/xJXFaTSM26o/s1600/indie.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="301" src="http://1.bp.blogspot.com/-M9kvffH6Z9s/TyeA00SUuJI/AAAAAAAAAUc/xJXFaTSM26o/s400/indie.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">And this is with Danastri :))</td></tr>
</tbody></table>
<span class="Apple-style-span" style="font-style: italic;"><br /></span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-3979064038904046786.post-25770633458139337532012-01-23T07:58:00.000-08:002012-03-04T22:15:09.159-08:00Rainy Day<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;"> </span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">Langit memuntahkan</span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;"> </span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">titik-titik
air. Membuatnya bersentuhan langsung dengan permukaan bumi yang ku pijak. Aku
menebak-nebak dalam hati, mereka pasti adalah dua sosok yang sedang jatuh cinta
yang juga saling mencinta. Air yang jatuh membuat sebuah genangan pada bumi
yang mereka pijak. Bumi yang dijadikan tempat pijakan dengan setia dan membuka
lebar-lebar bagian tubuh mereka untuk disinggahi air yang mulai deras
menghujani bumi tanpa ampun. Bumi seakan tak pernah marah tertusuk duri-duri
tajam air yang jatuh menyerupai jarum panjang yang siap menusuknya dengan penuh
kasih. Tentunya penuh kasih, karena bumi tak pernah merasa marah dan kesakitan
karenanya. Malahan mereka terlihat sedang asyik berkolaborasi membentuk sebuah
drama dan tarian penuh cinta di bawah hujan deras. Sungguh romantis. Membuatku
miris. Teriris. Mengingatkan akan sebuah cinta yang terjadi padaku. Yang tak
pernah bisa disamakan dengan kisah cinta tak nyata mereka berdua. Cintaku lebih
nyata, namun tak bisa kuraih bahagia seperti cinta tak nyata bumi dan air
hujan. Yang kurasa hanyalah kesedihan, keterpurukan, harapan-harapan palsu yang
berlebihan.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;"> </span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;"></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;"> Aku terduduk diam</span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;"> </span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">berlatar drama
dan tarian cinta dibawah hujan. Hanya terdiam. Hanya melihat mereka sedang
asyik bergumul. Terduduk pada sebuah tempat untuk menunggu serupa halte bis.
Berpayung sebuah besi yang dirangkai bersama seng berlipit bagai tekstur
makanan ringan yang terbuat dari kentang. Dua benda itu berkolaborasi
melindungi siapa saja yang sedang menunggu di tempat yang sama seperti diriku
yang tak menahu menunggu apa. Aku tak mau menyebut diriku menunggu cinta.
Karena cinta, yang kutahu justru membuatu menjadi manusia yang lemah.
Menyedihkan. Aku benci cinta. Namun, aku juga menginginkkanya hingga membuatku
terduduk diam disini.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;"> </span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;"></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;"> Aku tak akan pernah mengingkari diriku sendiri jika aku masih mengharapkan
dirimu datang kembali. Namun, aku juga tak mengingkari aku akan menerima sosok
lain yang muncul disini-yang sesuai dengan apa yang aku inginkan ketika aku
menunggu di tempat ini. Di tempat aku menunggu di bawah hujan yang menggila.
Hujan menggila yang merupakan episode demi episode drama dan tarian
persetubuhan cinta air dan bumi.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;"> </span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;"></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;"> Sudah berjam-jam aku terdiam di tempat yang sama. Aku sudah lupa berapa
jam aku duduk disini. Jadi, alangkah lebih baik jika aku menyebutnya berjam-jam
saja. Aku akan bercerita, sudah beberapa sosok yang datang menghampiriku.
Beberapa yang kumaksud juga memiliki nasib pengertian yang sama dengan
berjam-jam yang aku bilang barusan. Aku tak bisa menemukan apapun dari sosok
mereka yang menemukan keberadaanku </span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;"> </span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">berlindung
di bawah hujan di tempat ini. Mungkin sebenarnya mereka memilikinya.
Dengan</span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;"> </span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">kadar yang berbeda-beda. Dengan
bentuk yang berbeda-beda pula. Perbedaan itu seharusnya merupakan sebuah keunikan.
Namun keunikan dari perbedaan itu tak ada satupun yang mampu menggetarkan.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;"> </span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;"></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;"> Aku mulai sedikit latah mengikuti apa yang dilakukan oleh awan. Awan
menjatuhkan air ke bumi. Awan yang kupunya menjatuhkan air mata. Tak
terbendung. Aku begitu kesal. Aku begitu lelah. Aku begitu marah. Aku begitu
terpuruk. Tubuhku lemas. Angin sudah terlalu banyak meraja merasuki ragaku.
Salahku sendiri memakai baju berbahan kain </span></span><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">sheer</span></span></i><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">
saat hujan lebat seperti ini. Semua hal terjadi tanpa</span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;"> </span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">bantuan akal pikirku, hanya demi sebuah kata
yang aku lakukan, menunggu. Menunggu sesuatu yang entahlah, kini aku tak bisa
mengidentifikasi aku sedang menunggu apa. Badanku semakin lemas. Terjerembab
dalam sebuah kepiluan yang begitu menggila. Lemas, hingga aku tak kuat menahan
tubuhku sendiri. Bersujud sambil berusaha untuk berdiri di tempat yang masih
sama. Aku menyerah. Badanku sudah menolak untuk diajak menunggu. Dengan susah
payah aku berusaha berdiri dari badanku yang semakin lama semakin lemah. Aku
berusaha meyakinkan diriku agar aku kuat untuk berdiri. Berjalan pelan dengan
bertumpu memegang tiang</span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;"> </span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">yang tepahat di
tempatku menunggu. Aku sudah akan meninggalkan tempat ini. Aku sudah lelah.
Bahkan, kau sendiri pun tak muncul di hadapanku. </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;"></span></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;"> Sebuah cahaya berpendar dari belakang tempatku berdiri yang sudah
bersiap meninggalkan tempat ini. Aku tak akan menoleh, mengintipnya tidak akan
pernah sudi aku lakukan. Tahukah, kalau aku sudah lelah?. Biarkan saja cahaya
itu yang menepuk pundak-ku. Biarkan saja cahaya itu yang menyapaku. Cahaya yang
datang bersamaan dengan kepuasan orgasme persetubuhan air hujan dan bumi,
Matahari terbit dengan terang seterang cahaya itu. Biarkan saja cahaya itu yang
memberikan cinta. Karena lebih baik cinta itu tidak untuk ditunggu. Cinta bukan
bis yang kita tunggu untuk mengantar kita ke suatu tempat. Cintu itu apa ?. </span></span><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">DAMN</span></span></i><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">. </span></span><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">FUCK</span></span></i><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue',Arial,Helvetica,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: small;">. Suci.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue';"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue';">This short-story inspired by this video..</span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen='allowfullscreen' webkitallowfullscreen='webkitallowfullscreen' mozallowfullscreen='mozallowfullscreen' width='320' height='266' src='https://www.youtube.com/embed/bGIHnR-15oM?feature=player_embedded' frameborder='0'></iframe></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
Rainy Day - Ayumi Hamasaki</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Helvetica Neue';"><br /></span></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3979064038904046786.post-69617767515301308432012-01-17T22:53:00.000-08:002012-03-04T22:15:31.299-08:00Hebii RooteeshonOk, i want to make some little noise...<br />
i want to post some little fun and cute things XP..<br />
<br />
Here we goo~.. :DD<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen='allowfullscreen' webkitallowfullscreen='webkitallowfullscreen' mozallowfullscreen='mozallowfullscreen' width='320' height='266' src='https://www.youtube.com/embed/qdKLtH34Acg?feature=player_embedded' frameborder='0'></iframe></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen='allowfullscreen' webkitallowfullscreen='webkitallowfullscreen' mozallowfullscreen='mozallowfullscreen' width='320' height='266' src='https://www.youtube.com/embed/lkHlnWFnA0c?feature=player_embedded' frameborder='0'></iframe></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
And, thank's lord god halleluya i don't live in Japan. So, i can "hear" their song without any "bad comment". Haha, just kidding. Have fun with Heavy Rotation from Japan to Jakarta :P.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Ciao! :).</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<br />Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/05451476383892278293noreply@blogger.com0