CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 19 Juli 2011

Six Month...

Yang saya tunggu akhirnya benar-benar tiba...
Setelah setengah tahun bergelut di Jogja untuk kuliah dan kerja...
Akhirnya, saat itu tiba juga...
Pulang kampung yang bukan sepenunhnya kampung jika tidak ingin disebut kota :)
Pulang ke Surabaya..

Berangkat dengan bermodal rasa kangen dan duit tentunya sebagai alat transportasi menuju kesana, serta sebagai pengganjal perut. Saya pulang ke Surabaya di pijakan akhir bulan Juni. Berangkat bersama sahabat saya yang saya kangenin dan yang kebetulan tiga hari sebelum hari keberangkatan, dia "berlibur" ke kota tempat saya melukis ilmu (haish, karena saya mahasiswa seni haha XD), Aditia.

Sebagai sedikit pengikat untuk dompet. Kami berdua memesan gerbong kelas bisnis sebagai boks super besar penyimpanan tubuh kami untuk dibawa ke Surabaya. Gerbong yang cukup lumayan di antara gerbong kelas si kaya raya dan kelas si miskin (meminjam istilah guyonan kami selama di kereta haha).

Tepat jam setengah empat kami tiba di rumah sang kereta di jantung kota Jogjakarta. Tak ambil pusing kami segera memasuki gerbong tempat dimana kursi kami berada setelah sebelumnya memborong beberapa burger untuk pengganjal perut selama perjalanan yang memang tak lama, hanya memakan waktu lima jam. Tapi memang dasar kami doyan ngemil, menambah barang bawaan berupa makanan sebelum bepergian wajib hukumnya, tak peduli memakan waktu perjalanan yang lama tau tidak hehe.

Atmosfer sekitar gerbong tempat duduk kami berada seakan menampilkan sebuah kata yang cukup popouler di dunia komik. "Singgggggggg". Saya bisa menangkap dengan jelas raut muka sahabat saya ketika baru beberapa detik menjatuhkan badan saya ke kursi yang "cukup" empuk berwarna hijau. Raut muka-nya melukiskan gambaran jelas perasaan aneh dan kaget. Saya juga benar-benar yakin kalau saat itu dia juga melihat raut muka saya serupa dengan raut muka-nya yang bisa saya lihat.

Spontan tapi nyata kami saling memandang kain gombal dan alas kaki yang kami tempelkan di tubuh masing-masing. Sepotong kain kaos warna hitam berleher V, ditambah celana pendek sendengkul dengan model skinny, ditambah pula dengan loafer beludru warna biru tua plus travel bag berwarna krem. Bersandingan di kursi yang sama dan melewati celah untuk berjalan di gerbong yang sama pula dengan kain kaos berwarna putih berleher biasa, bawahan celana pendek sedengkul berwarna abu-abu, sandal (yang katanya dinamakan model bapak-bapak) dengan desain yang cukup rumit, dan travel tote bag berwarna cokelat. Setelah kami saling memandangi diri kami masing-masing, kami menoleh ke daerah sekitar. Kalau kata sahabat saya, itu mungkin gerbong khusus untuk jamaah pengajian. Karena sejauh mata memandang, kami bisa melihat dengan jelas macam warna penutup kepala para ibu-ibu penumpang. Ekspresi aneh dan kaget itulah hasil produk dari daerah sekitar kami waktu itu. Yang satu katanya tertutup sopan dan yang satu-nya lagi kata-nya bukan gaya yang cowok banget haha (entahlah, fashion pria global, di Indonesia sering dianggap aneh dan tidak banyak dinikmati oleh target audience dari lini pakaian pria itu sendiri). Yah, yah sedikit merasa nggak enak sih iya. Tapi daripada udah keluar duit dan hanya gara-gara hal seperti itu kami nekat turun dari gerbong haha. Cuek bebek adalah senjata utama kami waktu itu. Yang saya pikirkan sih, saya pengen cepet nyampe rumah hehe.

Mungkin sedikit keberuntungan juga menjadi pihak saya waktu itu. Kereta benar-benar bablas, lancar jaya tanpa sedikit-sedikit berhenti di stasiun-stasiun kecil yang bisa berdampak tidak on time-nya jadwal kedatangan sesuai yang tertera pada tiket. Oh, mungkin si masinis juga udah nggak lama pulang ke kampung seperti saya kali yah. Jadi mau-nya di bablas aja, pengen cepet buru-buru nyampe tempat tujuan akhir hehe.

Dan tepat pukul setangah sepuluh malam. Saya bisa mencium aroma semanggi dan lontong balap dengan jelas dari dalam kereta. Surabaya sudah di depan mata euy. Saya seperti anak kecil yang baru bisa berjalan lalu karena orangtuanya sudah percaya kalau buah hati-nya sudah berjalan, mereka melepas-nya. Dan si anak kegirangan, gak kekontrol, hobi-nya pengen jalan terus. Tapi kalau saya saat ini, bawaan-nya pengen lihat jendela terus. Ihh udah lama gak pulang. Hal paling kecil seperti melihat pemandangan cepat kota dari dalam kereta tentu hal yang nihil untuk dibilang katrok. Udah lama gak pulang lhoo >.<.

Saya pulang. Kaki saya udah menginjak-injak kota pahlawana yang saya rindukan.
Bapak Ibu, Saya tiba....
Sahabat-sahabat, Saya siap diculik tiap hari...
Semua cerita di kota ini, cukup sebagai piringan hitam nostalgia yang siap sedia untuk diputar ketika saya ingin mendengarkan-nya...
Jogjakarta, saya pergi untuk kembali....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar