CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Minggu, 26 Desember 2010

Short Story "Burning Me, Freezing You"

Freija, seorang berambut panjang, berwarna merah. Warna mata-nya juga senada dengan warna mahkota-nya itu. Merah bagai api, karena memang dia seorang penyihir berelemen api. Tertancap bagai mati berdiri di ruang tamu berbentuk persegi dengan sofa usang dibelakangnya. Sementara meja kayu kecil dengan lampu meja klasik berdiri di atas meja kecil itu, terletak persis disebelah sofa usang. Perapian dengan api menyala yang sangat besar yang seharusnya tak perlu sebesar itu menyala jika hanya untuk menghangatkan badan di musim dingin seperti sekarang. Atau entah api itu sebagai penggambaran emosi-nya. Sementara itu wallpaper berwarna kusam yang menempel di dinding-nya sudah nampak tak bernyawa. Terkelupas seperti habis terbakar sesuatu.

Aquos, seorang berambut pendek. Sepintas model rambut-nya mirip bentuk kepala domba. Tapi karena mahkota-nya berwarna biru dingin. Nihil jika menyebutnya kepala domba. Kulit-nya putih dingin. Sedingin air dari kekuatan penyihir yang dimiliki-nya. Berdiri beberapa sentimeter jauh-nya berhadapan dengan si penyihir api.

Hening. Yang terdengar hanya suara potongan kayu yang berteriak karena kesakitan dibakar oleh api di perapian. Suara bergemuruh dingin dan salju lebat yang turun diluar juga mengisi keheningan di tengah persimpangan antara malam dan pagi.

"Apa lagi yang kau mau dari-ku ?"Freija memecah keheningan sementara itu. Wajahnya mulai merah menutupi warna cokelat yang dimilki-nya. Menatap lurus menuju lawan bicara-nya.

"Aku hanya ingin selalu bersamamu. Tapi bukan untuk selama-lamanya. Titik"

"Kalau memang bukan untuk selama-lamanya kenapa kau ingin selalu bersamaku?"

"Yah memang yang aku inginkan hanya seperti itu. Aku tak akan pernah tau apa yang terjadi nanti. Biarkan semuanya mengalir begitu saja"

"Huh. Kau memang benar-benar air, Os. Selalu saja membiarkan semuanya mengalir begitu saja. Sampai-sampai kau lupa berpegang pada satu pegangan saat kau dialirkan pada arus yang deras. Sudah terlanjur menikmati arus-nya, sampai-sampai kau lupa akan jalan yang sebenarnya kau inginkan"Ucap Freija dengan nada mengejek.

"Dan kau memang seperti api, Frei. Selalu saja ingin membakar semua hal yang ingin kau bakar. Tanpa terkecuali aku"

"Seandainya kau mau mengerti, Os. Aku tak ingin membakar-mu. Aku hanya ingin membakar bagian dirimu yang lain yang menyebalkan itu"

"Huh..bagian diriku yang mana?"Aquos menimpali pertanyaan. Dia menoleh ke kanan kiri seolah mencari sosok lain yang dimaksud. "Aku cuman satu. Tak usah-lah kau mengada-ada tentang bagian lain dari-ku. Kalaupun ada bagian lain ada pada diriku. Mungkin hanya kau saja yang bisa melihat-nya. Karena diri-ku yang lain itu muncul karena ada perasaan sebal di dirimu sendiri"Intonasi suara-nya mulai naik. Urat di leher-nya mulai nampak.

Hening datang kembali. Batang-batang kayu di perapian semakin menjerit kesakitan. Suara gemuruh musim dingin diluar semakin bergemuruh mengamuk.

"Sudahlah. Percayalah padaku. Apakah susah ?"Aquos berucap dengan mengurangi Intonasi suara-nya yang semula naik. Seakan menyerah menundukkan kepala-nya.

"Kalau memang semuanya sudah jelas. Sepertinya sia-sia saja aku percaya padamu. Apakah masih berlaku penawaran percaya padaku dari-mu kalau sudah seperi ini, Os?"

"Ya..itu terserah kamu"Jawab Aquos sembari menggoyangkan bahu-nya keatas. Masih menunduk tapi menghadap ke arah yang lain.

"Apa lagi yang kau mau dari-ku, Os?"Freija ikut menundukkan kepala-nya. Sekujur tubuh-nya mulai berwarna merah.

"Tadi khan aku sudah bilang. Aku..."

"Aku masih ingin bersamamu. Aku masih mencintaimu. Aku masih ingin bla bla bla"Freija memotong perkataan Aquos. "Tapi apa?. Perbuatan-mu tak sedikitpun menggambarkan itu semua"Intonasi suara Freija mulai naik. Sekujur badan-nya merah menyala. Dan kemudian.....

BLAM..
..

Terdengar suara ledakan yang cukup keras. Dan seketika itu juga ada jajaran api berbaris membentuk lingkaran persis di bawah tempat Freija berdiri, mengelilingi tubuh-nya.

Aquos, mengangkat kepala-nya yang semula menunduk.

"Hei. Apa yang kau lakukan?. Selalu saja berbuat seperti itu"Dia mulai beranjak maju sedikit-demi sedikit dari tempat-nya semula.

"Cukup hanya berdiri disitu, Os. Jangan kau halangi lagi apa yang ingin kulakukan. Hargai semua yang ingin aku lakukan. Kalau itu mungkin bayaran yang ingin aku minta dari aku menghargai apa saja yang ingin kamu lakukan. Cukup berdiri disitu"

"Tapi ini beda, Frei"Aquos menghimpun tenaga. Dan seakan tak mau mengambil waktu lama dia segera berlari menuju tempat Freija berdiri. Dan..

BRAK

Tubuh Aquos terlempar ke lantai sebelum dia mulai menggapai tubuh Freija, Api mulai membakar bagian bawah celana hareem merah si penyihir api itu. Ada sebuah dinding tak terlihat yang melempar tubuh Aquos, dan dia menabrak-nya karena terlampau sangat tidak terlihat.

"Kenapa kau lakukan ini semua, Frei ?. Belum cukup-kah selama ini untuk menjadi bukti ?"Aquos berteriak. Intonasi suara-nya kembali naik. Masih terkapar di lantai. Air mata-nya mulai keluar.

"Aku sudah menyerah, Os. Aku lelah. Aku sudah tak tau lagi apa yang harus aku lakukan"Freija mengangkat kepalanya yang tertunduk. Mulai menangis juga. Api mulai menutupi setengah tubuh-nya. Rambut-nya terlihat benar-benar merah menyala.

Freija's Heart :
On the first page of our story..
The future seemed so bright..
Then this thing turned out so evil..
I don't know why I'm still surprised..
Even angels have their wicked schemes..
And you take that to new extremes..
But you'll always be my hero..
Even though you've lost your mind..

"Jangan pergi, Frei. Jangan tinggalkan aku"Dia mengangkat tangan-nya. Dan seketika aliran air dengan deras-nya keluar dari tangan-nya menuju ke arah Freija terbakar sedikit demi sedikitm Dia berharap air-nya bisa memadamkan api Freija. Tetapi air itu malah terlempar kembali ke arah Aquos saat melintasi dinding tak terlihat yang melempar tubuh tuan-nya tadi. Dia basah kuyup.

Aquos's Heart :
This morning, you wake, a sunray hits your face..
Smeared makeup as we lay in the wake of destruction..
Hush baby, speak softly, tell me you'll be sorry..
That you pushed me into the coffee table last night..
So I can push you off me..
Try and touch me so I can scream at you not to touch me..
Run out the room and I'll follow you like a lost puppy..
Baby, without you, I'm nothing, I'm so lost, hug me..
Then tell me how ugly I am, but that you'll always love me..
Then after that, shove me, in the aftermath of the..
Destructive path that we're on, two psychopaths but we..
Know that no matter how many knives we put in each other's backs..
That we'll have each other's backs, 'cause we're that lucky..
Together, we move mountains, let's not make mountains out of molehills..
You hit me twice, yeah, but who's countin'?..
I may have hit you three times, I'm startin' to lose count..
But together, we'll live forever, we found the youth fountain..
Our love is crazy, we're nuts, but I refused counsellin'..
This house is too huge, if you move out I'll burn all two thousand..
Square feet of it to the ground, ain't shit you can do about it..
With you I'm in my f-ckin' mind, without you, I'm out it..

"Aku tak akan pergi, Os. Aku akan ada ketika kau atau siapapun sedang menyulut Api. Tak aku tak tau kapan aku akan muncul. Semoga kau bahagia dengan dirimu, Os. Selamat tinggal"Api disekiliing tubuh Freija semakin besar dan seketika melahap badan-nya.

BLAM

Terdengar suara ledakan lagi. Kali ini lebih keras. Api yang membakar tubuh Freija itu kini sudah menjalar ke seluruh ruangan. Dan dinding tak terlihat itu-pun dengan sangat jelas terlihat terbakar.

Semua yang berada di dalam ruangan itu sudah hangus terbakar. Hanya tersisa Aquos masih tertelungkup di tempat yang masih sama. Kekuatan-nya yang menyelamatkan dirinya dari api. Dinding-dinding bangunan sudah roboh. Atap sudah terbakar habis. Badai salju musim yang kencang sekarang sudah bisa bermain-main di dalam bangunan yang hancur itu. Sekedar ingin mendinginkan balok-balok sisa bangunan yang habis terbakar.

Aquos mulai menggigil tak beraturan. Tubuh-nya mulai kaku. Pandangan-nya kosong. Di bagian tubuh-nya yang bawah mulai terlihat batu seperti kristal mulai menutupi badan-nya sedikit demi sedikit, merambat ke atas sampai mulai menutupi seluruh tubuh-nya. Aquos juga pergi. Dia menjadi sebongkah patung es di reruntuhan bangunan tempat-nya bersama Freija yang juga pergi di tempat itu.

Just gonna stand there And watch me burn
But that's alright Because I LOVE The way it hurts..
Just gonna stand there And hear me cry
But that's alright Because I HATE The way you lie..

Selasa, 14 Desember 2010

Haymarket Check, the SIGN for Burberry. And the.. Human SIGN.

Belakangan ini saya sering sekali mendengar kata "SIGN" di kuliah-kuliah saya. Yah, memang tak bisa dipungkiri jurusan yang saya ambil terkadang tak akan pernah lepas dari susunan 4 huruf itu. Dan kala itu saya sempat berpikir semua elemen-elemen yang ada di dunia ini ternyata secara tidak langsung juga memiliki SIGN. Entah itu sebagai penunjuk arah, entah sebagai tanda pengenal mereka, dan entah sebagai ciri khas mereka sebagai pembeda dengan yang lain-nya.
Burberry. Lini fashion dari Inggris ini sudah memulai menempel pada tubuh-tubuh para pecinta fashion sejak tahun 1856. Dengan SIGN yang dibuat berdasarkan komposisi garis-garis vertikal horizontal berwarna hitam, merah, dan abu-abu dan dengan background berwana krem serta biasanya ditambahkan logo seorang ksatria yang menunggangi kudanya ini, Burberry setia menemani sampai saat ini di koleksi-koleski trench coat, tote bag, dan koleksi-koleksi lain-nya. SIGN yang cukup simpel ini membuat para pecinta Burberry (atau lebih tepat-nya pecinta fashion) mudah mengenali hasil karya Christoper Bailey ini di sepanjang jalan yang berdiri beberapa butik-butik lini pakaian terkemuka lainnya.
Ketika saya sedikit mengamati sahabat-sahabat terdekat saya. Saya sempat berandai-andai. Kenapa saya bisa mengenali mereka walaupun mereka belum mengucapkan sepatah katapun pada saya. Apakah yah, karena sudah terlampau sangat lama sekali saya mengenal mereka jadi tanpa mereka berkata-katapun saya sudah bisa mengenali mereka. Dan atau-kah mereka juga memilki SIGN itu sendiri?.
Saya sempat melakukan riset kecil-kecilan kepada teman-teman saya tentang apakah manusia juga mempunyai SIGN sebagai penampil ciri khas kita agar mudah dikenali seseorang. Dan ternyata kebanyakan teman-teman saya mempercayai hal itu. Kita (manusia) juga memiliki SIGN itu sendiri. Dan sedikit lebih beruntung karena manusia lebih banyak memiliki kelebihan tentang SIGN. Contohnya saja bisa dari bentuk badan,bentuk wajah, gaya rambut, gaya berpakaian, sifat,dan lain-nya.
Atas kelebihan SIGN yang dimiliki manusia itu.Terkadang SIGN-SIGN itu juga mempunyai beberapa maksud tertentu. Entah itu baik atau buruk. Seperti jika kita tidak suka kepada seseorang kita secara tidak langsung akan memberikan SIGN seakan tak respect kepada orang yang tidak kita sukai tersebut.
Mengutip sedikit kata-kata yang mungkin sudah kita dengar dari banyak orang bahwa Manusia itu diciptakan memiliki porsi sendiri-sendiri. Entah itu kehidupan mereka, ciri khas mereka, karakteristik mereka dan lain-nya, yang mungkin jika semua elemen-elemen itu disatukan akan tercipta SIGN dari manusia itu sendiri. Kalau memang sudah mengerti, mungkin kita tak perlu heran atau mungkin marah ketika melihat perbedaan antara kita dan orang disekitar kita.
Sulit-kah menerima-nya?.
Yah,terkadang memang sulit. Sulit sekali. Tapi toh itu sebuah proses. Tak ada salah-nya untuk mengerti SIGN orang lain.
Sedikit hal tentang kehidupan yang saja pelajari lagi.

Senin, 06 Desember 2010

Andini's Life

Waktu itu, saat hujan deras membasahi rumah megah berarsitektur eropa. Aku segera berlari berharap agar tidak terkena hujan begitu mobil sedan menurunkanku di bangunan dimana aku tinggal itu. Aku segera memasukinya, dan sesegera mungkin menuju kamar-ku di lantai dua.

Aku melihat mama, dengan tubuhnya yang semakin kurus akhir-akhir ini sedang memasukkan baju-baju-ku ke dalam koper begitu aku sampai di pesanggrahan-ku.

"Cepat mandi sayang. Nanti kamu masuk angin"Ucapnya lembut kepadaku.
"Iya, Ma"Aku segera melepas rok merah dan kemeja warna putihku, mengambil handuk, dan pergi membilas badan.

Aku tak tahu mau dibawa kemana. Hanya Mama berpesan kepadaku, untuk sementara aku dititipkan kepada teman-nya yang tinggal diluar kota. Rumah megah ini mau dijual. Sedangkan Mama ingin menemani Papa disuatu tempat yang tak ingin dia sebutkan, dan tak bisa membawaku kesana.

Aku segera memakai baju-ku yang sudah diletakkan Mama di atas tempat tidur. Aku cukup merasa senang karena aku akan pergi keluar kota. Aku teramat suka bepergian.

Kuraih boneka teddy bear yang letaknya persis disebelah baju-ku tadi. Ini hadiah Mama untukku.

"Dia yang akan menemanimu selama Mama tak disampingmu ya, Sayang"Pesannya saat pertama kali memberikan-nya kepadaku.

Aku segera turun menuju lantai bawah, menuju ruang tamu. Aku melihat sesosok wanita paruh baya sedang berbicang dengan Papa dan Mama di kursi ruang tamu. Dia memberikan map berwarna hitam kepada Papa. Papa membuka map itu, terdiam sejenak, lalu menaruh map itu dimeja ruang tamu. Kulihat Mama hanya terdiam, memandang kearah map itu dengan pandangan kosong. Lalu tak seberapa lama, tangan Papa yang saat itu sedang menggenggam sebuah pulpen sedang menggerakkan tangan-nya persis seperti gerakan menggambar di atas map itu. Menutup-nya dan sesegera mungkin menyerahkan map itu kepada wanita paruh baya di di depannya.

Aku segera beranjak dari tempatku berdiri. Menuju tempat Mama Papa berada.

"Baiklah, terima kasih atas kerjasamanya"Ujar wanita paruh baya itu. Sepertinya wanita inilah teman Mama, tempat dimana aku akan dititipkan."Dan ini pasti Andini yah"

Aku hanya mengangguk ketika wanita itu menyebutkan namaku.

"Baiklah, Bapak Ibu. Saya tidak punya banyak waktu. Bisakah Saya ijin untuk pergi sekarang ?"
"Uhm..ya. Baiklah. Saya titip Andini ya, Mbak"Jawab Papa.
"Tenang saja. Andini pasti baik-baik saja ditangan saya. Bahkan akan teramat sangat baik-baik saja. Ok, saya harus pergi sekarang" Wanita paruh baya itu segera beranjak dari kursi di ruang tamu. "Ayo, Dini"
Mama memelukku erat. Dia menangis. Mukanya pucat.
"Mama kok nangis ?. Aku khan nggak ninggalin Mama. Kita khan masih bisa ketemu, Ma"Mama masih memelukku erat beberapa saat. Lalu mencium keningku.
"Baik baik ya, Sayang".

Diluar masih hujan deras. Dan sebuah sedan hitam metalik menembus tangisan awan itu membawaku pergi beranjak dari rumah.
--

Aku duduk di kursi. Dengan pemandangan rumput hijau yang lapang. Udara sangat segar, matahari dengan cerahnya bersinar. Tapi keadaan tubuhku kenapa tak secerah itu.

Sudah beberapa bulan ini batuk-ku tak kunjung mereda. Mahkota-ku juga sedikit demi sedikit rontok. Padahal aku cukup rajin untuk membilasnya dengan shampo setiap hari. Kurasakan berat badan-ku lama kelamaan juga menurun. Makan-ku padahal banyak. Dan Aku bukan seorang Bulemia atau bahkan Anorexia. Dan sudah beberapa bulan ini juga aku tak mau memusingkan ketidakbiasaan yang terjadi pada tubuhku itu.

Teddy Bear pemberian orang terkasihku disaat aku kecil masih terjaga sampai saat ini. Dia berada di pangkuanku saat ini. Andaikan dia punya nyawa, dia mungkin akan menangis. Sudah banyak hal yang dilihatnya terjadi padaku.

Di tempat yang kurasa tempat paling sejuk dan tentram dimana aku duduk sekarang. Aku hanya ingin menulis sebuah kata-kata untuk orang yang terkasih..

"Mama. Aku tak tau dimana keberadaanmu sekarang. Aku hanya ingin bertemu Mama. Aku tak membenci Mama. Semua hal ini sudah cukup membuat aku sakit daripada aku harus membenci Mama. Sudah cukup Mama dan Papa menjual-ku untuk kepentingan kalian. Sudah cukup aku melayani banyak lelaki hidung belang, dan sekarang aku...."

Kuangkat secarik kertas dimana aku menulis kata-kata-ku tadi. Dibawahnya ada secarik kertas lain-nya. Dan disana tercetak jelas..

Fabiani Andini Larasati. HIV + (positif).

--