CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Jumat, 22 Juli 2011

Can We Make Friend with an Ex ?...

Saya punya sedikit pertanyaan. Siapa sih, orang di dunia ini yang pernah jatuh cinta ?. Saya yakin sekali jika segerombolan manusia dikumpulkan jadi satu dalam satu gedung, pasti banyak dijumpai kumpulan tangan mereka diacungkan ke atas jika diberi pertanyaan dari saya tersebut. Kemudian saya bertanya lagi. Kira-kira, siapa yah, orang yang nggak pernah terlempar ke bawah sampai sulit untuk berdiri karena sesuatu yang katanya complicated seperti cinta ?. Dan lagi-lagi, sepertinya jika saya memberikan pertanyaan tersebut kepada segerombalan manusia yang berada di tempat yang sama seperti diatas. Saya masih akan banyak menjumpai sekelompok tangan-tangan yang diberdirikan ke atas oleh pemiliknya.

Putus cinta, atau broken heart, atau ditinggal oleh cinta. Mungkin bisa dibilang menjadi salah satu jalan dari dua persimpangan sebuah hubungan antar manusia. Berawal dari saling kenal, lalu saling suka, lalu mulai berpacaran, sampai akhirnya berada di dua percabangan jalan. Mungkin memilih mana yang seharusnya dipilih dalam fase itu cukup susah-susah gampang. Kalau pada awal-nya sudah berkomitmen dengan baik, lalu dengan komitmen yang dipegang oleh kedua belah pihak itu mereka sudah mampu mengatasi segala masalah pada hubungan mereka dengan tuntas dan baik. Atau mungkin, di awal berjalan dengan tidak baik, belum ada komitmen. Tetapi ketika ditengah-tengah perjalanan pepatah jawa yang berbunyi witing tresno jalaran soko kulino menjadi sebuah mukjizat yang tiba-tiba datang. Akan lebih mudah pasangan-pasangan tersebut untuk memilih jalan mana yang mereka pilih dari dua percabangan itu. Kemungkinan besar jalur yang mereka pilih merupakan jalur yang bahagia, yang mungkin tidak bisa dipungkiri hubungan mereka akan menaiki tingkat yang lebih serius lagi. Lain lagi ketika di awal hubungan mungkin juga baik-baik saja, sudah berkomitmen juga, tapi tiba-tiba saat terjadi masalah, komitmen itu perlahan runtuh karena beberapa sebab yang tak pernah dipikirkan sebelumnya. Atau mungkin lebih parah-nya, di awal hubungan sudah tidak baik, tanpa ada komitmen, selalu ada cekcok mulut setiap hari. Tidak menampik kemungkinan jalan yang mereka pilih di percabangan itu adalah jalan dimana cinta mereka atau dia hilang, broken heart, putus cinta. Dan setelah itu kemana kira-kira cinta yang pernah mendatangi mereka pergi?.

Putus cinta. Saya tidak mau munafik. Saat terkena dua kata itu, rasanya memang benar-benar tidak enak. Sampai-sampai tidak doyan makan, tidak bisa tidur, kemana-mana bawaan-nya musti pakai kacamata hitam untuk menutupi kedua mata yang bengkak karena banyak-nya air mata yang dikeluarkan dari kesedihan yang melanda. Bahkan terkadang, pola pikir kita-pun bisa-bisa diluar kendali. Berubah sangat drastis daripada saat kita berada di keadaan normal. Terlepas dari renggang waktu dari berapa lama cinta yang sudah pergi. Salah satu hal yang paling menyakitkan ketika putus cinta datang adalah sosok imajiner si mantan yang masih tersimpan di pikiran kita. Ingin rasa-nya menghapus sosok itu, tapi ternyata untuk melakukannya tidak semudah untuk kita menginginkan-nya. Yah, masalah-nya sosok si mantan masih sering beredar di dunia nyata maupun dunia maya sekitar kita. Mau menghindar-pun masih setengah-tengah, masih cinta, masih berkeyakinan penuh akan mengulangi dan mencoba hubungan dari 0 lagi, padahal si mantan sudah berkeyakinan penuh juga nggak akan melakukan hal tersebut. Wah, jadi ingin mati rasanya.

Sudah mentok, bingung, sudah melakukan berbagai cara tapi hanya nihil yang didapat. Sesusah itu kah melupakan mantan?. Akankah kita bisa menjalin hubungan seperti dulu lagi?. atau minimal bisa nggak kita mulai menerima mantan kita sebagai teman seperti layak-nya teman-teman kita yang lain?. Can we make friend with an ex ?.

Saya punya cerita dari kisah pengalaman teman saya. Dia pernah menjalin hubungan selama empat tahun bersama pasangan-nya. Namun, ketika tahun ke-empat itu berjalan, tahu-tahu saya mendengar kabar kalau hubungan mereka berakhir. Tak pernah mengira sebelumnya, karena memang kalau saya lihat mereka pasangan yang cukup bahagia. Pasangan teman saya itu sungguh benar-benar orang yang sabar menghadapi cerewet dan rewel-nya teman saya tersebut. Apa jangan-jangan di tahun ke-empat hubungan mereka, kesabaran pasangan teman saya itu sudah habis yah?. Namanya juga manusia, selalu ada saja batasan dan kekurangan-nya hehe.

Setelah sekitar dua bulan teman saya itu putus. Saat saya sedang membuka account jejaring sosial facebook, saya melihat status update dia sedang ditampilkan oleh monitor. Isi-nya cukup puitis, indah, dan sangat menyentuh dan sedih. Lalu saya membuka account profile dia. Saya sedikit takjub, news feed di profile kebanyakan berisi kata-kata yang serupa. Dan alhasil saya menarik kembali pendapat puitis, indah dan sangat menyentuh dari komentar akan status yang dia buat. Dan baru saya sadari kelebihan-kelebihan yang tidak sengaja seperti itu seakan-akan secara otomatis dan alamiah terjadi pada diri kita saat putus cinta mendatangi kita.

Tiga tahun berlalu. Saya sempat iseng-iseng mengulangi hal serupa dan berharap tidak melihat lagi status-status yang sama. Dan ternyata nol besar yang saya dapat. Selama tiga tahun, dia masih di dera kesedihan akan putus cinta-nya. Saya iseng-iseng membuka friend list dia. Dan masih menjumpai nama mantan teman saya tersebut disana. Saya sendiri kurang paham, setelah mereka putus hubungan mereka masih berjalan sebagai teman atau sudah benar-benar lost contact. Facebook saja terkadang bukan media yang terpercaya untuk menemukan sebuah pertanyaan saya tersebut. Masih menyimpan di friend list belum tentu dia masih berhubungan dengan mantan-nya atau sebaliknya khan.

Beberapa waktu setelah itu, saya kedapatan membantu mengurusi sebuah acara yang di ketuai teman saya yang lain. Dan disana saya bertemu dengan teman saya-si-tiga-tahun tersebut, bahkan lengkap dengan mantan pasangan-nya juga berada disana. Memang mereka berdua sangat terlihat berbeda sekali dengan saat yang terakhir saya lihat waktu mereka masih berpacaran. Perpisahan sudah menghapus cinta yang mereka buat selama empat tahun. Keisengan saya pun muncul, saya sedikit menginterogasi mantan kekasih pacar saya tersebut. Menanyakan perihal kenapa mereka bisa putus. Sayang banget khan, empat tahun bukan waktu yang sebentar dalam membangun suatu hubungan. Usut punya usut, dia hanya bilang ada masalah intern antara mereka berdua, yang tidak bisa dia ceritakan secara mendetail. Dan ketika saya memberi pertanyaan dia lagi tentang kesanggupan dia untuk kembali menjalin hubungan dengan mantan pasangan-nya tersebut. Dia dengan tegas berkata NO!. Entah harus merasa kasihan atau bagaimana kepada teman saya. Kenapa dia harus buang-buang waktu selama tiga tahun hanya untuk membuat sajak puisi atas kesedihan-nya itu, yah kalau sekedar hanya untuk refreshing atau mungkin membuat sajak atau puisi sudah merupakan hobby yang sudah mengakar dari dalam diri-nya sih nggak papa. Tapi jujur saya belum pernah melihat dirinya seperti ini sebelumnya. Yah, saya tahu cinta bisa merubah hal yang tak mungkin menjadi mungkin. Namun, apa dia nggak merasa capek atau benar-benar merasa yah kalau apa yang dia lakukan itu tidak pernah sekalipun membuat mantan-nya menerima dirinya kembali. Dan sangat miris kalau ternyata mereka dipertemukan kembali bukan dalan hubungan cinta, tetapi mereka seperti orang yang kagok dan malas-malasan untuk saling membuka pembicaraan. Jangankan meminta kembali, membuat jalinan pertemanan dengan mantan pun sepertinya hal yang mungkin mustahil dilakukan-nya kalau melihat teman saya dan pasangan-nya seperti itu setelah putus dengan rentang waktu yang cukup lama.

Saya sempat melakukan survei kecil-kecilan ke sahabat dekat dan teman-teman saya perihal menghadapi mantan. Lebih tepatnya, bagaimana seharus-nya menghadapi mantan?, mending lost contact atau masih menjalin hubungan yang bukan cinta dengan si mantan ?. Bisakah kita berdamai dengan mantan dan akhirnya menjalin hubungan pertemanan saja dengan seseorang yang pernah mengisi kehidupan kita tersebut ?.

Terima kasih untuk semua sahabat dan teman-teman saya yang sudah rela diganggu dengan survei kecil-kecilan saya tersebut. Karena dari komentar-komentar itu saya bisa mendapat jawaban yang cukup beragam. Ada sebagian yang beranggapan. "Fine fine aja kok masih berhubungan dengan mantan itu. Mungkin bisa jadi kakak kalau umurnya lebih tua dari kita, dan bisa dijadiin adik khan kalau umurnya lebih kecil daripada kita. Lagian sayang aja gitu, itung-itung nambah link lah". Sahabat saya yang beranggapan serupa menambahi "Masih contact-contactan sih boleh. Tapi nggak mau boong, pasti susah banget. Kedua belah pihak musti berpikiran dewasa. Sama-sama ikhlas, sama-sama memaafkan. Dan inti-nya bisa menerima semua-nya lah. Dan lagi jangan sekalipun membahas hubungan yang sudah pergi. Ini juga melanggar perihal "menerima semua"-nya lhoh. Siapa sih orang di dunia ini yang mau luka masa lalu-nya diungkit-ungkit lagi dan dibahas lagi dan lagi?. and then setelah itu, tetap jalan sendiri-sendiri sesuai kemauan masing-masing. We're just friend, now.

Sebaliknya, komentar lain yang saya dapat dan merupakan komentar paling banyak diserukan, "Mending lost contact. Baik buat kita, mungkin baik juga untuk dia. Past is the past. Mending kalu udah berakhir yah udah berakhir. Siapa sih yang mau sakit terus-terusan?. Delete apapun yang berhubungan dengan dia dari pikiran dan dunia maya". Yah, cinta memang sesulit soal matematika, fisika, dan kimia. Beda-nya, kalau ketiga mata pelajaran hitung menghitung itu adalah suatu kewajiban kita agar bisa lolos dari bangku sekolah. Jadi yah mau tidak mau suka tidak suka, kita harus menghadapi begitu saja nggak bisa lari. Kalau cinta (dalam konteks ketika ditinggalkan oleh cinta), pilihan untuk lari itu bisa kita pilih. Dari komentar sahabat dan teman-teman saya, pilihan untuk lari memiliki berbagai alasan tersendiri sesuai kapasitas diri kita masing-masing. Ada yang memilihnya karena ingin "sembuh" dari "penyakit hati, perasaan, jasmani, dan rohani ini". Ada juga yang ingin kepastian yang pasti walaupun berarti sangat menyakitkan. Yaitu buat apa berkeyakinan cukup tinggi pasti akan bisa kembali menjalin hubungan lagi. Sedangkan mantan kita saja belum tentu atau bahkan tidak menunjukan menginginkan hubungan itu kembali. "Yang pasti aja, kalau nggak pasti mending ya nggak usah di tunggu. Buang-buang energi, tenaga, dan umur". Memang pahit, memang susah, memang terkesan sangat kejam. Tapi terkadang keadaan mengharuskan kita berbuat kejam untuk kebaikan kita sendiri dan atau mungkin orang lain. Ada yang menambahi juga "Kita berbuat kejam untuk tidak mau berhubungan lagi dengan dia untuk kebaikan kita, dan terkesan tidak menghargai, serta sedikit berpikir untuk kebaikan dia . Dan dulu, saat mantan kita memutuskan untuk mengakhiri hubungan. Kita merasa dia kejam, dan dia merasa ini untuk kebaikan kita. Padahal sebenarnya yang terjadi mungkin malah sebalik-nya bukan ?". Cinta ternyata bisa membuat manusia menjadi kejam. Kejam saat kita berada di posisi yang diputuskan atau memutuskan, tanpa sedikit memikirkan orang lain dan hanya bermain dengan keegoisan manusia sendiri.

Saya sendiri, juga pernah mengalami peristiwa serupa. Putus cinta. Jujur memang fase ini sangat menganggu jasmani dan rohani. Saya lebih sering sekali menitikkan air mata karena sedih. Bayangan mantan saya masih merajai pikiran saya. Ditambah mantan saya masih intens sekali kesana kemari hilir mudik berjalan di dunia maya (karena waktu itu saya Long Distance). Fase seperti itu juga membuat saya autis sekali untuk membuat sajak, puisi tentang kesedihan yang bisa saya buat 5 sajak atau puisi dalam satu hari. Dan sampai saat ini ke-autis-an saya tersebut masih menyerang diri saya. Tapi karena Tuhan sudah berbaik hati memberi saya kekuatan yang benar-benar tangguh untuk menetapkan sebuah keputusan yang terbaik untuk saya. Saya bersusah payah hingga akhirnya banting setir ke-autis-an yang datang-nya mendadak itu ke media yang lain. Saya sudah lelah untuk sedih terus-terusan. Saya sudah lelah otak terjejali dengan fantasi yang ternyata nihil. Yah, pada akhirnya (yang membutuhkan perjalanan selama lima bulan). Saya memutuskan untuk lost contact dengan mantan saya. Benar-benar sangat sulit, sangat sulit sekali untuk memutuskan itu. Tapi saya ingin kehidupan mendatang saya lebih cemerlang, lebih indah. Saya sangat tahu sekali, Hubungan cinta antara sepasang individu satu dengan yang lain berbeda-beda. Kadar cinta-nya pun juga berbeda-beda. Jika kadar cinta terlalu banyak, yang seperti pernah saya alami. Memang butuh tenaga, motivasi, dan kemauan yang cukup ekstra tinggi dari Tuhan dan diri sendiri untuk mengurangi kadar-nya perlahan-lahan jika cinta itu pergi meninggalkan kita. Berbagai persoalan yang mendorong untuk berakhirnya suatu hubungan seseorang pun juga berbeda-beda. Yang akhirnya bisa berdampak juga pada hubungan dan keputusan yang diambil setelah kedua belah pihak sudah tidak terjalin cinta lagi.

Dan untuk menjawab judul tulisan saya ini. Tentu jawaban antara satu orang dan orang lain saya yakin juga pasti berbeda. Face the reality, Face your choose :). Good Luck!! :)


Rabu, 20 Juli 2011

There's a something called...CHANGING

Kata banyak orang, hidup itu belum berasa hidup-nya kalau belum menjumpai sesuatu bernama perubahan.
Apa iya ?...

Kala itu, sang penunjuk waktu sedang beristirahat sejenak pada angka sepuluh dan enam, saat petang telah tiba. and finally, i take my feet on my hometown, Surabaya. Kakak saya sudah bersiap sedia menjemput saya di stasiun, setelah sebelumnya sahabat saya sempat berkoar-koar akan menjemput saya di stasiun. Katanya sih, gegara udah sangat kangen sama saya. Tapi toh akhirnya di hari kedatangan saya di kampung halaman, yang memunculkan batang hidung-nya malah si kakak cowok yang di urutan silsilah keluarga berada persis di urutan atas saya.

Wah..stasiun ini nggak banyak berubah yah selama enam bulan. Padahal saya menginginkan sedikit perubahan, cuman agar pulang kampung saya ini terasa tidak sia-sia karena banyak-nya hal yang berubah di kota ini. haha tapi saya yakin, di beberapa sudut kota ini pasti ada beberapa perubahan. Kota metropolitan sarat akan perubahan bukan? hihi.

Di sepanjang perjalanan menuju rumah, saya sibuk sendiri melihat daerah-daerah yang telah dilewati. hihi apalagi kalau bukan untuk bernostalgia. Sedikit berandai-andai saya dulu sering banget lewat jalan ini yah ternyata, wah waktu berlalu begitu cepat. Sampai-sampai bisa-bisanya saya gak pulang ke rumah selama enam bulan.

Rumah mungil saya sudah di depan mata beberapa menit setelah perjalanan yang cukup singkat. Masih ada toko mungil di teras depan, masih berwarna krem, dan berwarna hijau. Beberapa aspek itulah yang sering membuat saya kangen saat di jogja. Bapak saya menyambut kedatangan saya. Dan saya cukup mendapat kejutan setelah saya mencium tangan Bapak saya sebagai tanda hormat. Gigi bapak sekarang punya "GAP" (biasa-nya berada di gigi barisan depan, persis ditengah. Ada jarak yang cukup lebar di antara satu gigi dengan gigi yang lain). Yang setelah saya tau dari cerita Ibu, kalau ternyata gigi Bapak lepas sendiri karena termakan usia. Bapak saya sudah beranjak lansia selama saya tinggal sekolah di Jogja. Sedikit sedih, karena dulu kala waktu saya masih banyak menghabiskan waktu disini, Bapak masih terlihat sehat, kulit-nya pun belum mengalami penuaan seperti ini, gigi-nya pun masih lengkap. Dan lagi-lagi waktu yang memakan itu semua dan menghasilkan perubahan.

Saya segera meghampiri Ibu saya di kamar-nya setelah itu. i really miss my mom. Setelah prosesi tanda penghormatan plus cium pipi kiri pipi kanan, saya merasa bahagia karena ibu sudah sehat. Sempat beberapa waktu lalu, ibu pernah mengabari saya kalau dia sakit. Kedua kaki-nya sempat terasa pegal dan jika pagi hari tiba dalam beberapa menit sulit untuk di gerakkan. Alhamdulillah saat ini saya tidak diberi pandangan seperti itu :).

Esok hari-nya, di hari kedua saya pulang ke rumah. Waktu-nya bertemu sahabat-sahabat saya. Wah...ini tentu sangat saya tunggu-tunggu juga hehe. Sudah terlalu banyak cerita sedih maupun senang bersama mereka. Jadi tentu-nya enam bulan hanya bertemu dalam wujud teks-pun terasa kurang tanpa bertemu langsung dengan mereka.

Tanggal kedua di bulan Juli. Masih ditempat yang sama. Dimana kami berdua memulai ritual ini dengan mengobrol-ngobrol ngalur ngidul sembari menunggu kami merasa bosan di tempat tersebut. Sambil menyeruput Hot Chocolate Signature dari kedai kopi yang baru-baru ini memperbarui logo brand-nya. Yah ditempat ini-lah kami selalu memulai acara jalan-jalan ini. Semacam ritual penghangatan diri sebelum menghabiskan waktu dengan jalan-jalan. Di depan saya sahabat terbaik saya sedang bersua. Hal yang saya rindukan tentunya. Rambut-nya yang berwarna orange keriting, mengingatkan saya akan keluarga Weasley di film Harry Potter. Karena perubahan selama enam bulan itu, saya tidak bisa melihat rambut awal-nya yang berwarna merah. Warna merah-nya sedikit-sedikit pudar, seiring pergi-nya cinta dari dirinya. and yes, we're single now. Yeay :). Tentu saja, menghabiskan waktu bersama sahabat merupakan agenda wajib buat para single seperti kami haha.

Menjelang sore, kami hijrah. Ke sebuah town square di bilangan Surabaya Barat. Masih bersama sahabat saya yang sama, kami pindah lokasi menuju tempat ini untuk menghabiskan waktu bersama sahabat-sahabat yang lain. Saya rindu suasana ini :). Melihat mereka sekarang banyak yang sudah berubah, seiring dengan perubahan pengunjung town square yang kian lama makin padat. Hehe mereka semua sudah terlihat matang secara fisik, pikiran dan mental mungkin sedang bergejola-gejolaknya menyambut dewasa. Mengobrol banyak tentang apa-apa saja yang sudah mereka alami. Sharing-sharing kecil-kecilan hingga tak terasa dini hari sudah tiba.

Pukul empat dini hari hari saya tiba di rumah. Mengecek buah anggur elektronik saya yang daritadi sudah berteriak-teriak saya cuekin. Happy Birthday to me. Semoga sukses selalu and have a fabulous age kalau kata teman-teman saya di pesan teks yang sama terima sampai beberapa hari berikut-nya.

Thank's for the very good time bestie. and thank you for the warm-derful and wonderful fabulous "changing". And welcome 22 :)).

Selasa, 19 Juli 2011

Six Month...

Yang saya tunggu akhirnya benar-benar tiba...
Setelah setengah tahun bergelut di Jogja untuk kuliah dan kerja...
Akhirnya, saat itu tiba juga...
Pulang kampung yang bukan sepenunhnya kampung jika tidak ingin disebut kota :)
Pulang ke Surabaya..

Berangkat dengan bermodal rasa kangen dan duit tentunya sebagai alat transportasi menuju kesana, serta sebagai pengganjal perut. Saya pulang ke Surabaya di pijakan akhir bulan Juni. Berangkat bersama sahabat saya yang saya kangenin dan yang kebetulan tiga hari sebelum hari keberangkatan, dia "berlibur" ke kota tempat saya melukis ilmu (haish, karena saya mahasiswa seni haha XD), Aditia.

Sebagai sedikit pengikat untuk dompet. Kami berdua memesan gerbong kelas bisnis sebagai boks super besar penyimpanan tubuh kami untuk dibawa ke Surabaya. Gerbong yang cukup lumayan di antara gerbong kelas si kaya raya dan kelas si miskin (meminjam istilah guyonan kami selama di kereta haha).

Tepat jam setengah empat kami tiba di rumah sang kereta di jantung kota Jogjakarta. Tak ambil pusing kami segera memasuki gerbong tempat dimana kursi kami berada setelah sebelumnya memborong beberapa burger untuk pengganjal perut selama perjalanan yang memang tak lama, hanya memakan waktu lima jam. Tapi memang dasar kami doyan ngemil, menambah barang bawaan berupa makanan sebelum bepergian wajib hukumnya, tak peduli memakan waktu perjalanan yang lama tau tidak hehe.

Atmosfer sekitar gerbong tempat duduk kami berada seakan menampilkan sebuah kata yang cukup popouler di dunia komik. "Singgggggggg". Saya bisa menangkap dengan jelas raut muka sahabat saya ketika baru beberapa detik menjatuhkan badan saya ke kursi yang "cukup" empuk berwarna hijau. Raut muka-nya melukiskan gambaran jelas perasaan aneh dan kaget. Saya juga benar-benar yakin kalau saat itu dia juga melihat raut muka saya serupa dengan raut muka-nya yang bisa saya lihat.

Spontan tapi nyata kami saling memandang kain gombal dan alas kaki yang kami tempelkan di tubuh masing-masing. Sepotong kain kaos warna hitam berleher V, ditambah celana pendek sendengkul dengan model skinny, ditambah pula dengan loafer beludru warna biru tua plus travel bag berwarna krem. Bersandingan di kursi yang sama dan melewati celah untuk berjalan di gerbong yang sama pula dengan kain kaos berwarna putih berleher biasa, bawahan celana pendek sedengkul berwarna abu-abu, sandal (yang katanya dinamakan model bapak-bapak) dengan desain yang cukup rumit, dan travel tote bag berwarna cokelat. Setelah kami saling memandangi diri kami masing-masing, kami menoleh ke daerah sekitar. Kalau kata sahabat saya, itu mungkin gerbong khusus untuk jamaah pengajian. Karena sejauh mata memandang, kami bisa melihat dengan jelas macam warna penutup kepala para ibu-ibu penumpang. Ekspresi aneh dan kaget itulah hasil produk dari daerah sekitar kami waktu itu. Yang satu katanya tertutup sopan dan yang satu-nya lagi kata-nya bukan gaya yang cowok banget haha (entahlah, fashion pria global, di Indonesia sering dianggap aneh dan tidak banyak dinikmati oleh target audience dari lini pakaian pria itu sendiri). Yah, yah sedikit merasa nggak enak sih iya. Tapi daripada udah keluar duit dan hanya gara-gara hal seperti itu kami nekat turun dari gerbong haha. Cuek bebek adalah senjata utama kami waktu itu. Yang saya pikirkan sih, saya pengen cepet nyampe rumah hehe.

Mungkin sedikit keberuntungan juga menjadi pihak saya waktu itu. Kereta benar-benar bablas, lancar jaya tanpa sedikit-sedikit berhenti di stasiun-stasiun kecil yang bisa berdampak tidak on time-nya jadwal kedatangan sesuai yang tertera pada tiket. Oh, mungkin si masinis juga udah nggak lama pulang ke kampung seperti saya kali yah. Jadi mau-nya di bablas aja, pengen cepet buru-buru nyampe tempat tujuan akhir hehe.

Dan tepat pukul setangah sepuluh malam. Saya bisa mencium aroma semanggi dan lontong balap dengan jelas dari dalam kereta. Surabaya sudah di depan mata euy. Saya seperti anak kecil yang baru bisa berjalan lalu karena orangtuanya sudah percaya kalau buah hati-nya sudah berjalan, mereka melepas-nya. Dan si anak kegirangan, gak kekontrol, hobi-nya pengen jalan terus. Tapi kalau saya saat ini, bawaan-nya pengen lihat jendela terus. Ihh udah lama gak pulang. Hal paling kecil seperti melihat pemandangan cepat kota dari dalam kereta tentu hal yang nihil untuk dibilang katrok. Udah lama gak pulang lhoo >.<.

Saya pulang. Kaki saya udah menginjak-injak kota pahlawana yang saya rindukan.
Bapak Ibu, Saya tiba....
Sahabat-sahabat, Saya siap diculik tiap hari...
Semua cerita di kota ini, cukup sebagai piringan hitam nostalgia yang siap sedia untuk diputar ketika saya ingin mendengarkan-nya...
Jogjakarta, saya pergi untuk kembali....