CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Minggu, 26 Desember 2010

Short Story "Burning Me, Freezing You"

Freija, seorang berambut panjang, berwarna merah. Warna mata-nya juga senada dengan warna mahkota-nya itu. Merah bagai api, karena memang dia seorang penyihir berelemen api. Tertancap bagai mati berdiri di ruang tamu berbentuk persegi dengan sofa usang dibelakangnya. Sementara meja kayu kecil dengan lampu meja klasik berdiri di atas meja kecil itu, terletak persis disebelah sofa usang. Perapian dengan api menyala yang sangat besar yang seharusnya tak perlu sebesar itu menyala jika hanya untuk menghangatkan badan di musim dingin seperti sekarang. Atau entah api itu sebagai penggambaran emosi-nya. Sementara itu wallpaper berwarna kusam yang menempel di dinding-nya sudah nampak tak bernyawa. Terkelupas seperti habis terbakar sesuatu.

Aquos, seorang berambut pendek. Sepintas model rambut-nya mirip bentuk kepala domba. Tapi karena mahkota-nya berwarna biru dingin. Nihil jika menyebutnya kepala domba. Kulit-nya putih dingin. Sedingin air dari kekuatan penyihir yang dimiliki-nya. Berdiri beberapa sentimeter jauh-nya berhadapan dengan si penyihir api.

Hening. Yang terdengar hanya suara potongan kayu yang berteriak karena kesakitan dibakar oleh api di perapian. Suara bergemuruh dingin dan salju lebat yang turun diluar juga mengisi keheningan di tengah persimpangan antara malam dan pagi.

"Apa lagi yang kau mau dari-ku ?"Freija memecah keheningan sementara itu. Wajahnya mulai merah menutupi warna cokelat yang dimilki-nya. Menatap lurus menuju lawan bicara-nya.

"Aku hanya ingin selalu bersamamu. Tapi bukan untuk selama-lamanya. Titik"

"Kalau memang bukan untuk selama-lamanya kenapa kau ingin selalu bersamaku?"

"Yah memang yang aku inginkan hanya seperti itu. Aku tak akan pernah tau apa yang terjadi nanti. Biarkan semuanya mengalir begitu saja"

"Huh. Kau memang benar-benar air, Os. Selalu saja membiarkan semuanya mengalir begitu saja. Sampai-sampai kau lupa berpegang pada satu pegangan saat kau dialirkan pada arus yang deras. Sudah terlanjur menikmati arus-nya, sampai-sampai kau lupa akan jalan yang sebenarnya kau inginkan"Ucap Freija dengan nada mengejek.

"Dan kau memang seperti api, Frei. Selalu saja ingin membakar semua hal yang ingin kau bakar. Tanpa terkecuali aku"

"Seandainya kau mau mengerti, Os. Aku tak ingin membakar-mu. Aku hanya ingin membakar bagian dirimu yang lain yang menyebalkan itu"

"Huh..bagian diriku yang mana?"Aquos menimpali pertanyaan. Dia menoleh ke kanan kiri seolah mencari sosok lain yang dimaksud. "Aku cuman satu. Tak usah-lah kau mengada-ada tentang bagian lain dari-ku. Kalaupun ada bagian lain ada pada diriku. Mungkin hanya kau saja yang bisa melihat-nya. Karena diri-ku yang lain itu muncul karena ada perasaan sebal di dirimu sendiri"Intonasi suara-nya mulai naik. Urat di leher-nya mulai nampak.

Hening datang kembali. Batang-batang kayu di perapian semakin menjerit kesakitan. Suara gemuruh musim dingin diluar semakin bergemuruh mengamuk.

"Sudahlah. Percayalah padaku. Apakah susah ?"Aquos berucap dengan mengurangi Intonasi suara-nya yang semula naik. Seakan menyerah menundukkan kepala-nya.

"Kalau memang semuanya sudah jelas. Sepertinya sia-sia saja aku percaya padamu. Apakah masih berlaku penawaran percaya padaku dari-mu kalau sudah seperi ini, Os?"

"Ya..itu terserah kamu"Jawab Aquos sembari menggoyangkan bahu-nya keatas. Masih menunduk tapi menghadap ke arah yang lain.

"Apa lagi yang kau mau dari-ku, Os?"Freija ikut menundukkan kepala-nya. Sekujur tubuh-nya mulai berwarna merah.

"Tadi khan aku sudah bilang. Aku..."

"Aku masih ingin bersamamu. Aku masih mencintaimu. Aku masih ingin bla bla bla"Freija memotong perkataan Aquos. "Tapi apa?. Perbuatan-mu tak sedikitpun menggambarkan itu semua"Intonasi suara Freija mulai naik. Sekujur badan-nya merah menyala. Dan kemudian.....

BLAM..
..

Terdengar suara ledakan yang cukup keras. Dan seketika itu juga ada jajaran api berbaris membentuk lingkaran persis di bawah tempat Freija berdiri, mengelilingi tubuh-nya.

Aquos, mengangkat kepala-nya yang semula menunduk.

"Hei. Apa yang kau lakukan?. Selalu saja berbuat seperti itu"Dia mulai beranjak maju sedikit-demi sedikit dari tempat-nya semula.

"Cukup hanya berdiri disitu, Os. Jangan kau halangi lagi apa yang ingin kulakukan. Hargai semua yang ingin aku lakukan. Kalau itu mungkin bayaran yang ingin aku minta dari aku menghargai apa saja yang ingin kamu lakukan. Cukup berdiri disitu"

"Tapi ini beda, Frei"Aquos menghimpun tenaga. Dan seakan tak mau mengambil waktu lama dia segera berlari menuju tempat Freija berdiri. Dan..

BRAK

Tubuh Aquos terlempar ke lantai sebelum dia mulai menggapai tubuh Freija, Api mulai membakar bagian bawah celana hareem merah si penyihir api itu. Ada sebuah dinding tak terlihat yang melempar tubuh Aquos, dan dia menabrak-nya karena terlampau sangat tidak terlihat.

"Kenapa kau lakukan ini semua, Frei ?. Belum cukup-kah selama ini untuk menjadi bukti ?"Aquos berteriak. Intonasi suara-nya kembali naik. Masih terkapar di lantai. Air mata-nya mulai keluar.

"Aku sudah menyerah, Os. Aku lelah. Aku sudah tak tau lagi apa yang harus aku lakukan"Freija mengangkat kepalanya yang tertunduk. Mulai menangis juga. Api mulai menutupi setengah tubuh-nya. Rambut-nya terlihat benar-benar merah menyala.

Freija's Heart :
On the first page of our story..
The future seemed so bright..
Then this thing turned out so evil..
I don't know why I'm still surprised..
Even angels have their wicked schemes..
And you take that to new extremes..
But you'll always be my hero..
Even though you've lost your mind..

"Jangan pergi, Frei. Jangan tinggalkan aku"Dia mengangkat tangan-nya. Dan seketika aliran air dengan deras-nya keluar dari tangan-nya menuju ke arah Freija terbakar sedikit demi sedikitm Dia berharap air-nya bisa memadamkan api Freija. Tetapi air itu malah terlempar kembali ke arah Aquos saat melintasi dinding tak terlihat yang melempar tubuh tuan-nya tadi. Dia basah kuyup.

Aquos's Heart :
This morning, you wake, a sunray hits your face..
Smeared makeup as we lay in the wake of destruction..
Hush baby, speak softly, tell me you'll be sorry..
That you pushed me into the coffee table last night..
So I can push you off me..
Try and touch me so I can scream at you not to touch me..
Run out the room and I'll follow you like a lost puppy..
Baby, without you, I'm nothing, I'm so lost, hug me..
Then tell me how ugly I am, but that you'll always love me..
Then after that, shove me, in the aftermath of the..
Destructive path that we're on, two psychopaths but we..
Know that no matter how many knives we put in each other's backs..
That we'll have each other's backs, 'cause we're that lucky..
Together, we move mountains, let's not make mountains out of molehills..
You hit me twice, yeah, but who's countin'?..
I may have hit you three times, I'm startin' to lose count..
But together, we'll live forever, we found the youth fountain..
Our love is crazy, we're nuts, but I refused counsellin'..
This house is too huge, if you move out I'll burn all two thousand..
Square feet of it to the ground, ain't shit you can do about it..
With you I'm in my f-ckin' mind, without you, I'm out it..

"Aku tak akan pergi, Os. Aku akan ada ketika kau atau siapapun sedang menyulut Api. Tak aku tak tau kapan aku akan muncul. Semoga kau bahagia dengan dirimu, Os. Selamat tinggal"Api disekiliing tubuh Freija semakin besar dan seketika melahap badan-nya.

BLAM

Terdengar suara ledakan lagi. Kali ini lebih keras. Api yang membakar tubuh Freija itu kini sudah menjalar ke seluruh ruangan. Dan dinding tak terlihat itu-pun dengan sangat jelas terlihat terbakar.

Semua yang berada di dalam ruangan itu sudah hangus terbakar. Hanya tersisa Aquos masih tertelungkup di tempat yang masih sama. Kekuatan-nya yang menyelamatkan dirinya dari api. Dinding-dinding bangunan sudah roboh. Atap sudah terbakar habis. Badai salju musim yang kencang sekarang sudah bisa bermain-main di dalam bangunan yang hancur itu. Sekedar ingin mendinginkan balok-balok sisa bangunan yang habis terbakar.

Aquos mulai menggigil tak beraturan. Tubuh-nya mulai kaku. Pandangan-nya kosong. Di bagian tubuh-nya yang bawah mulai terlihat batu seperti kristal mulai menutupi badan-nya sedikit demi sedikit, merambat ke atas sampai mulai menutupi seluruh tubuh-nya. Aquos juga pergi. Dia menjadi sebongkah patung es di reruntuhan bangunan tempat-nya bersama Freija yang juga pergi di tempat itu.

Just gonna stand there And watch me burn
But that's alright Because I LOVE The way it hurts..
Just gonna stand there And hear me cry
But that's alright Because I HATE The way you lie..

Selasa, 14 Desember 2010

Haymarket Check, the SIGN for Burberry. And the.. Human SIGN.

Belakangan ini saya sering sekali mendengar kata "SIGN" di kuliah-kuliah saya. Yah, memang tak bisa dipungkiri jurusan yang saya ambil terkadang tak akan pernah lepas dari susunan 4 huruf itu. Dan kala itu saya sempat berpikir semua elemen-elemen yang ada di dunia ini ternyata secara tidak langsung juga memiliki SIGN. Entah itu sebagai penunjuk arah, entah sebagai tanda pengenal mereka, dan entah sebagai ciri khas mereka sebagai pembeda dengan yang lain-nya.
Burberry. Lini fashion dari Inggris ini sudah memulai menempel pada tubuh-tubuh para pecinta fashion sejak tahun 1856. Dengan SIGN yang dibuat berdasarkan komposisi garis-garis vertikal horizontal berwarna hitam, merah, dan abu-abu dan dengan background berwana krem serta biasanya ditambahkan logo seorang ksatria yang menunggangi kudanya ini, Burberry setia menemani sampai saat ini di koleksi-koleski trench coat, tote bag, dan koleksi-koleksi lain-nya. SIGN yang cukup simpel ini membuat para pecinta Burberry (atau lebih tepat-nya pecinta fashion) mudah mengenali hasil karya Christoper Bailey ini di sepanjang jalan yang berdiri beberapa butik-butik lini pakaian terkemuka lainnya.
Ketika saya sedikit mengamati sahabat-sahabat terdekat saya. Saya sempat berandai-andai. Kenapa saya bisa mengenali mereka walaupun mereka belum mengucapkan sepatah katapun pada saya. Apakah yah, karena sudah terlampau sangat lama sekali saya mengenal mereka jadi tanpa mereka berkata-katapun saya sudah bisa mengenali mereka. Dan atau-kah mereka juga memilki SIGN itu sendiri?.
Saya sempat melakukan riset kecil-kecilan kepada teman-teman saya tentang apakah manusia juga mempunyai SIGN sebagai penampil ciri khas kita agar mudah dikenali seseorang. Dan ternyata kebanyakan teman-teman saya mempercayai hal itu. Kita (manusia) juga memiliki SIGN itu sendiri. Dan sedikit lebih beruntung karena manusia lebih banyak memiliki kelebihan tentang SIGN. Contohnya saja bisa dari bentuk badan,bentuk wajah, gaya rambut, gaya berpakaian, sifat,dan lain-nya.
Atas kelebihan SIGN yang dimiliki manusia itu.Terkadang SIGN-SIGN itu juga mempunyai beberapa maksud tertentu. Entah itu baik atau buruk. Seperti jika kita tidak suka kepada seseorang kita secara tidak langsung akan memberikan SIGN seakan tak respect kepada orang yang tidak kita sukai tersebut.
Mengutip sedikit kata-kata yang mungkin sudah kita dengar dari banyak orang bahwa Manusia itu diciptakan memiliki porsi sendiri-sendiri. Entah itu kehidupan mereka, ciri khas mereka, karakteristik mereka dan lain-nya, yang mungkin jika semua elemen-elemen itu disatukan akan tercipta SIGN dari manusia itu sendiri. Kalau memang sudah mengerti, mungkin kita tak perlu heran atau mungkin marah ketika melihat perbedaan antara kita dan orang disekitar kita.
Sulit-kah menerima-nya?.
Yah,terkadang memang sulit. Sulit sekali. Tapi toh itu sebuah proses. Tak ada salah-nya untuk mengerti SIGN orang lain.
Sedikit hal tentang kehidupan yang saja pelajari lagi.

Senin, 06 Desember 2010

Andini's Life

Waktu itu, saat hujan deras membasahi rumah megah berarsitektur eropa. Aku segera berlari berharap agar tidak terkena hujan begitu mobil sedan menurunkanku di bangunan dimana aku tinggal itu. Aku segera memasukinya, dan sesegera mungkin menuju kamar-ku di lantai dua.

Aku melihat mama, dengan tubuhnya yang semakin kurus akhir-akhir ini sedang memasukkan baju-baju-ku ke dalam koper begitu aku sampai di pesanggrahan-ku.

"Cepat mandi sayang. Nanti kamu masuk angin"Ucapnya lembut kepadaku.
"Iya, Ma"Aku segera melepas rok merah dan kemeja warna putihku, mengambil handuk, dan pergi membilas badan.

Aku tak tahu mau dibawa kemana. Hanya Mama berpesan kepadaku, untuk sementara aku dititipkan kepada teman-nya yang tinggal diluar kota. Rumah megah ini mau dijual. Sedangkan Mama ingin menemani Papa disuatu tempat yang tak ingin dia sebutkan, dan tak bisa membawaku kesana.

Aku segera memakai baju-ku yang sudah diletakkan Mama di atas tempat tidur. Aku cukup merasa senang karena aku akan pergi keluar kota. Aku teramat suka bepergian.

Kuraih boneka teddy bear yang letaknya persis disebelah baju-ku tadi. Ini hadiah Mama untukku.

"Dia yang akan menemanimu selama Mama tak disampingmu ya, Sayang"Pesannya saat pertama kali memberikan-nya kepadaku.

Aku segera turun menuju lantai bawah, menuju ruang tamu. Aku melihat sesosok wanita paruh baya sedang berbicang dengan Papa dan Mama di kursi ruang tamu. Dia memberikan map berwarna hitam kepada Papa. Papa membuka map itu, terdiam sejenak, lalu menaruh map itu dimeja ruang tamu. Kulihat Mama hanya terdiam, memandang kearah map itu dengan pandangan kosong. Lalu tak seberapa lama, tangan Papa yang saat itu sedang menggenggam sebuah pulpen sedang menggerakkan tangan-nya persis seperti gerakan menggambar di atas map itu. Menutup-nya dan sesegera mungkin menyerahkan map itu kepada wanita paruh baya di di depannya.

Aku segera beranjak dari tempatku berdiri. Menuju tempat Mama Papa berada.

"Baiklah, terima kasih atas kerjasamanya"Ujar wanita paruh baya itu. Sepertinya wanita inilah teman Mama, tempat dimana aku akan dititipkan."Dan ini pasti Andini yah"

Aku hanya mengangguk ketika wanita itu menyebutkan namaku.

"Baiklah, Bapak Ibu. Saya tidak punya banyak waktu. Bisakah Saya ijin untuk pergi sekarang ?"
"Uhm..ya. Baiklah. Saya titip Andini ya, Mbak"Jawab Papa.
"Tenang saja. Andini pasti baik-baik saja ditangan saya. Bahkan akan teramat sangat baik-baik saja. Ok, saya harus pergi sekarang" Wanita paruh baya itu segera beranjak dari kursi di ruang tamu. "Ayo, Dini"
Mama memelukku erat. Dia menangis. Mukanya pucat.
"Mama kok nangis ?. Aku khan nggak ninggalin Mama. Kita khan masih bisa ketemu, Ma"Mama masih memelukku erat beberapa saat. Lalu mencium keningku.
"Baik baik ya, Sayang".

Diluar masih hujan deras. Dan sebuah sedan hitam metalik menembus tangisan awan itu membawaku pergi beranjak dari rumah.
--

Aku duduk di kursi. Dengan pemandangan rumput hijau yang lapang. Udara sangat segar, matahari dengan cerahnya bersinar. Tapi keadaan tubuhku kenapa tak secerah itu.

Sudah beberapa bulan ini batuk-ku tak kunjung mereda. Mahkota-ku juga sedikit demi sedikit rontok. Padahal aku cukup rajin untuk membilasnya dengan shampo setiap hari. Kurasakan berat badan-ku lama kelamaan juga menurun. Makan-ku padahal banyak. Dan Aku bukan seorang Bulemia atau bahkan Anorexia. Dan sudah beberapa bulan ini juga aku tak mau memusingkan ketidakbiasaan yang terjadi pada tubuhku itu.

Teddy Bear pemberian orang terkasihku disaat aku kecil masih terjaga sampai saat ini. Dia berada di pangkuanku saat ini. Andaikan dia punya nyawa, dia mungkin akan menangis. Sudah banyak hal yang dilihatnya terjadi padaku.

Di tempat yang kurasa tempat paling sejuk dan tentram dimana aku duduk sekarang. Aku hanya ingin menulis sebuah kata-kata untuk orang yang terkasih..

"Mama. Aku tak tau dimana keberadaanmu sekarang. Aku hanya ingin bertemu Mama. Aku tak membenci Mama. Semua hal ini sudah cukup membuat aku sakit daripada aku harus membenci Mama. Sudah cukup Mama dan Papa menjual-ku untuk kepentingan kalian. Sudah cukup aku melayani banyak lelaki hidung belang, dan sekarang aku...."

Kuangkat secarik kertas dimana aku menulis kata-kata-ku tadi. Dibawahnya ada secarik kertas lain-nya. Dan disana tercetak jelas..

Fabiani Andini Larasati. HIV + (positif).

--

Rabu, 24 November 2010

Ta.Ku.Mi

Takumi.
Aku.
Seorang anjing kecil berwarna coklat. Aku dulu ditemukan Papa-ku diantara tumpukan variasi anjing-anjing lain. Akhirnya aku dinamai Takumi. Dia berharap aku anjing yang pintar dan cerdas.

Aku menemani hari-hari Papaku yang kebanyakan melakukan apapun dengan dirinya sendiri. Aku disambut-nya hanya ketika Papa akan tidur atau ketika dia hanya berbaring ditempat tidur. Yah, hanya tempat tidur yang menjembatani antara aku dan Papa.

Ketika 3 kali sudah aku merasakan siklus musim yang sama. Aku akhirnya ditemukan dengan Mama. Papa sendiri yang membawa-nya untuk-ku. Aku hanya bisa menyambut Papa Mama ketika mereka berbaring di tempat tidur. Mama suka sekali memeluk-ku. Yah, hanya tempat tidur yang menjembatani antara aku dan Papa dan Mama.

4 musim yang sama berlalu. Aku tak pernah tahu apalagi membayangkan Papa akan pergi. Kala itu dia benar-benar pergi, katanya untuk sementara dan berjanji tak akan meninggalkan aku.Memang benar janjinya ditepati.

Tetapi suatu ketika..
Ketika di perjalanan terakhir musim gugur datang.

Aku melihat Mama terisak tiap malam. Dia selalu melihat-ku ketika matanya mulai berair. Dan waktu itu yang bisa menjembatani aku dengan Mama hanya airmata-nya saja. Papa sudah mengingkari janji-nya untuk tidak meninggalkan aku.

Waktu itu Mama membawa-ku pergi. Kesebuah tempat penuh gedung-gedung tinggi. Disana Mama menemukan-ku dengan Papa, yang sulit kami cari keberadaannya karena tertutup oleh banyak-nya gedung-gedung tinggi itu. Papa memeluk-ku lagi diantara gedung-gedung tinggi itu. Dan aku tak bisa menerka lagi jembatan apa yang bisa menjembatani aku dengan Papa.

Saat ini
Aku mengalami hal awal yang terjadi padaku ketika baru menemukan orang tuaku. Aku menemani hari-hari Mama yang saat ini kebanyakan melakukan apapun dengan dirinya sendiri. Dan aku sudah benar-benar tak bisa menerka jembatan apa lagi yang bisa menjembatani aku dengan Mama.

Ini mungkin alasan Tuhan menciptakan aku dengan wajah yang murung dan memelas
Ini mungkin alasan Tuhan menciptakan aku dari kumpulan kapas bukan daging
Ini mungkin alasan Tuhan menciptakan aku hanya sebagai simbolisasi...

Selasa, 23 November 2010

Short Story : Gee... (Part Quatre)

Menjelang malam, Taxi membawaku pulang ke rumah. Di teras depan rumah, banyak mobil berjajar seperti biasa. Rupa-rupanya ini waktunya Papa, Mama, dan teman-teman-nya berkumpul tiap minggu-nya. Entah mereka sudah membuat kesepakatan atau tidak sebelumnya. Ketika mereka berkumpul, mereka serasa menjadi satu dengan rumah-ku. Pakaian-Pakaian yang mereka kenakan berwarna merah terang senada dengan wallpapaer merah di dinding rumah. Entah itu berupa Dress, Cocktail Dress, Kemeja panjang maupun pendek, Jas atau-pun blazer, semua-nya melebur menjadi satu dalam warna merah menyala. Aku segera turun dari Taxi dan memasuki rumah merah-ku. Mereka berkumpul di ruang tamu, sedang berbincang sesuatu, jumlah-nya sepertinya bertambah, dan ada seorang pria berambut botak satu senti melihat kedatangan-ku dari kerumunan itu. Aku segera menuju ke kamarku di lantai atas, ingin segera membasuh badanku.
Aku segera menyalakan kran air untuk memenuhi bathtub berwarna putih berbentuk segitiga. Berbaring sebentar di tempat tidur sembari menunggu air-nya penuh.
"Tok! Tok! Tok!"Pintu kamar-ku bersuara. Ada yang mengetuk-nya dari luar. Aku beranjak sejenak dari tempat tidur. Dan segera menyambut orang dibalik pintu kamar-ku.
"Nak.."Sapa Mama dari balik pintu ketika aku membuka-nya.
"Iya, Ma. Ada apa?. Gee baru pulang. Capek. Mau mandi. Istirahat"Jawabku.
"Ada yang ingin berkenalan dengan-mu, Nak"Dan tangan Mama segera mempersilahkan seorang lelaki disebelah-nya untuk menampilkan jati dirinya. Dia Pria berambut botak satu centi yang pandangan-nya menyambut-ku dirumah. Tak segan dia segera mengulurkan tangan dibalik Vest Tartan warna merah yang menutupi kemeja warna hitam dibagian dada-nya..
"Helios. You can call my name as you want"Ujar-nya memperkenalkan diri.
"Gee. You just call me Gee"Balasku memperkenalkan diri. Menyambut uluran tangan-nya yang besar kekar sebesar badan besar kekar Pria di hadapan-ku ini.
"Biasanya dia dipanggil Leo"Sahut Mama seketika. "Ya sudah kamu mandi yah. Acara dibawah sudah mau dimulai. Selamat Istirahat, Nak"
Mama beranjak dan diikuti si Pria berambut botak satu senti di sebelahnya. Dia sempat melambaikan tangan dan tersenyum simpul kepadaku sebelum mengikuti Mama turun kebawah.
Aku segera menutup kembali pintu kamarku. Menuju kamar mandi. Dan bathtub-ku sudah penuh dengan cairan berwarna hitam. Aku melepas baju-ku dan segera menenggelamkan tubuhku di cairan hitam hangat itu. Kupejamkan mataku sejenak, untuk sekedar merasakan perginya kelelahan yang sejenak pula.
--
Saat itu aku berada di sebuah ruangan yang cukup luas. Berbentuk segitiga jika dilihat dari pandangan mata burung. Berwallpaper campuran warna merah dan hitam. Di tengah ruangan ada tiga tempat tidur yang terbuat dari batu. Di tempat tidur batu sisi sebelah kiri tertidur sesosok anak kecil laki-laki. Mata-nya ditutup kain berwarna hitam. Seluruh badan-nya dililit kabel dengan rapat. Dan banyak kabel-kabel menempel di tubuhnya. Sementara di tempat tidur sisi sebelah kanan dengan kondisi yang sama aku bisa melihat seorang gadis kecil sedang terbaring. Kedua-nya sudah tak sadar. Sementara di tempat tidur batu di antara dua tempat tidur yang lain. Terbaring sesosok robot berwarna emas. Di dadanya terukir sketsa bintang terbalik, dengan sisi tajam bukan di atas tapi dibawah. Ditengah-tengah sketsa bintang terbalik itu juga terdapat sketsa kepala rusa jantan persis seperti jendela kaca besar di ruang utama rumah-ku. Semua kabel-kabel yang menempel pada kedua bocah itu terpusat disini. Disisi bagian bawah tempat tidur batu bagian tengah terdapat beberapa kotak komponen mesin rumit. Dan belum sempat aku menyentuhnya tiba-tiba mesin itu menyala. Dan aku bisa melihat sedikit demi sedikit robot ditengah mulai berubah menjadi sesosok manusia. Entah kenapa tiba-tiba badanku terasa sakit luar biasa,perih, dan...
Aku berjingkat dari tempat tidur-ku. Mengatur nafasku. Keringatku bercucuran padahal mesin pendingin di kamar sudah aku atur di posisi suhu paling rendah. Aku beranjak dari tempat tidur-ku. Berjalan mendekati pintu kamar. Membuka-nya. Dan kemudian berjalan menyusuri lorong penuh lukisan klasik. Kulihat pintu menuju balkon terbuka. Dan aku melihat sesosok lelaki tinggi besar dari bayangan-nya di kaca. Aku melanjutkan langkah-ku turun ke bawah menuju dapur. Lampu dibawah masih menyala. Pintu utama masih terbuka dan di halaman rumah masih berjejer mobil-mobil yang sama seperti yang ku lihat tadi menjelang tiba dirumah. Dan segera ku ambil gelas, kutuang air hitam yang biasa-nya ku minum. Setelah itu aku kembali ke atas. Pintu menuju balkon masih terbuka. Dan aku sudah tak melihat bayangan pria tinggi besar dari jendela. Aku menuju keluar balkon untuk menjawab rasa penasaranku. Disana gelap, tak terlihat apa pun. Walaupun sinar bulan berusaha menyinari balkon. Aku berjalan ke tepi balkon. Memandang halamam rumah dari balkon memang cukup indah. Kudiam sejenak berusaha menenangkan pikiranku karena mimpi barusan. Menghirup napas dalam-dalam dan membuangnya.
"Hey.."Ada suara pria yang tiba-tiba menyapaku. Suara-nya serak berat. Dan sepertinya aku baru mengenal suara-nya hari ini.
"Hey juga. Siapa kamu ?"Jawabku tanpa menoleh ke seseorang yang menyapaku itu.
Dia segera mendekatiku. Berdiri di sampingku.
"Mau ?"Pria itu menawariku rokok. Aku mengambilnya satu.
"Tak menawariku benda untuk membakar-nya juga?"Dan dia mengeluarkan Zippo dari saku celananya. Menyalakannya. Dan mendekatkan api-nya ke ujung rokok yang sudah di mulutku."Makasih, Os.Tak apa khan ku memanggil-mu seperti itu?"
"Haha tak ingat-kah aku berkata apa saat berkenalan tadi?"
"Ya ya ya"
"Mau mencoba minuman-ku, Gee?"Helios mengangkat botol dengan label putih dari tangannya. Sudah tak asing lagi aku dengan minuman itu. Mama mengirimiku tiap bulan-nya.
"Eh..kau meminum-nya juga?"Tanya-ku.
"Iya, kenapa emang?"Pria itu malah menanyai-ku balik.
"Yah..baru kali ini ada orang lain selain aku meminumnya. Bolehlah"Aku menyodorkan gelas-ku yang sudah kosong dengan isi yang sama tadi-nya.
"Kutambahkan Wine di dalam-nya. Agar lebih gila. Haha"Helios menuangkan-nya pada gelasku.
"Segila apa memang?. Sudah cukup lama tak meminum minuman beginian. Rasanya saja mungkin sudah lupa"Aku mulai memiringkan gelas itu. Dan mengalirkan-nya ke tenggorakan-ku lewat mulut-ku."Apa bedanya yah?. Sepertinya sama seperti minuman yang biasa Mama kirim itu. Hanya memang ada sedikit sensasi anggur-nya"
Entah aku yang sudah lupa cara menikmati Wine atau apa. Aku memang sudah cukup lama tidak mengkonsumsi minuman seperti ini. Sudah cukup cerita lama. Sudah cukup lama aku meninggalkan dunia malam. Dengan sejuta kebingaran lampu-lampu-nya. Dengan sejuta kehebohan pesta-nya. Dan yang terbesit hanyalah. "Sampai sedetail ini-kah Ra merubah diriku?".
Aku dan Helios duduk bersila di tempat yang masih sama dengan tempat kita berdiri tadi. Kami belum beranjak. Sudah beberapa puntung rokok kami koleksi di lantai balkon.
"Kenapa kamu malah disini?.Bukannya ikut acara dibawah?.Itu rencana-mu datang kemari bukan?"
"Aku cuman mengantar orang tua-ku kemari. Bukan berarti aku harus ikut acara mereka juga bukan?".
"Yah, kukira kau bergabung. Habisnya kau berkostum berwarna senada dengan mereka".
"Memakai kostum berwarna senada juga bukan berarti harus ikut acara mereka juga bukan?".
"Yahh...by the way that's Vivienne Westwood Vest looks good to you".
"Makasih, Gee".
"Bisa menuangkan minuman itu lagi untuk-ku?"
"Sure"Dan segera dituangkannya isi botol itu digelas-ku.
Entah sudah berapa lama kami duduk bersila disana. Hanya sebotol minuman yang dicampur Wine yang akhirnya bisa memecah keheningan malam itu. Kami mengobrol cukup banyak pada akhirnya. Tentang semua. Tentang studi, tentang karir, tentang hidup, sampai tentang masalah se-sensitif cinta. Aku mungkin membutuhkan konsumsi minuman seperti ini untuk hanya sekedar mengeluarkan segala isi dipikiranku saat ini kepada seseorang. Kami mulai sedikit mabuk, semakin mabuk, dan akhirnya benar-benar mabuk. Mulai tertawa pelan, semakin tertawa keras, dan akhirnya tertawa tak terkendali tanpa henti.
"Makasih yah, Os. Sudah bisa tertawa bebarengan sejenak malam ini"Ujarku sambil menengguk gelas terakhir minuman yang dicampur Wine itu.
Dia tak menjawab. Dan aku menoleh ke dia. Pandangan-ku sudah sedikit kabur. Aku hanya bisa melihat samar-samar Pria besar kekar itu sudah tertelungkup di lantai.
"Yah..dia malah tidur"Seru-ku. Aku pun menelungkup-kan tubuhku juga dilantai balkon. Langit malam sangat gelap. Bulan terlihat samar-samar juga. Pandangku lama kelamaan sudah mulai tidak stabil. Dan sampai pada titik yang seharusnya aku tak bisa melihat lagi semua disekitarku.
--
Bersambung?

Sabtu, 20 November 2010

Short Story : Gee... (Part Trois)

"Nak, bangun sudah pagi" Ucap seorang pria berumur empat puluhan kepadaku. Kemudian dia langsung beranjak dari pinggir tempat tidur, pergi membuka korden putih penutup jendela.
Aku membuka mataku, berusaha mengembalikan nyawa-ku kembali.
"Papa, tumben belum berangkat kerja" Ucapku kepada pria yang membangunkan-ku tadi.
"Mumpung anak Papa pulang, gak ada salah-nya khan berangkat-nyaa telat" Jawab-nya sambil tersenyum. "Cepat mandi, kami tunggu di ruang makan" Sebelum akhirnya Papaku pergi keluar kamarku.
Kebetulan hari ini kuliahku masih libur. Dan rencanaku hari ini hanya pergi ke kos sebentar mengambil beberapa barang yang tertinggal untuk keperluan kerja, lalu menyelesaikan beberapa deadline fashion spread untuk Adibusana edisi bulan ini.
Ku buka kloset pakaian diseberang tempat tidurku begitu selesai mandi. Di dalam-nya masih tetap sama seperti biasanya, masih bersih dan tak kutemui seserpih debu-pun di baju-baju, tas, maupun sepatu-sepatunya. Di sisi sebelah kiri ruangan masih tertata rapi baju-baju anak lelaki, beberapa pasang sepatu fantofel dan oxford shoes anak-anak dibawahnya dan diujung-nya baru baju dan sepatu maskulin-ku. Sementara di sisi kanan ruangan masih tertata rapi juga baju-baju anak perempuan, beberapa pasang ballerina shoes dan heels pendek anak-anak dibawahnya, dan disebelah-nya ada monogram indah,anyaman indah, dan kulit-kulit indah dalam wujud sebuah tas. Diujung-nya baru tergantung baju dan sepatu feminim-ku.
Aku mengambil celana abu-abu tiga perempat dengan bawahan celana yang sempit, kaos putih deep v-neck, blazer motif tar-tan berwarna gelap,dan stiletto dengan ujung runcing yang berwarna senada. Memakaikan mereka ditubuhku setelah-nya. Baru setelah kurasa siap aku segera turun kebawah.
"Gee..gimana kabar kamu?. Lama juga gak pernah balik ke rumah" Tanya Zee, kakak perempuanku saat aku baru saja duduk di kursi ruang makan.
"Baik-baik aja, Kak. Yah, kuliah banyak tugas. Kerjaan juga sama aja banyak deadline. Kuliah lagi libur, jadi nyempetin buat pulang ke rumah" Jawabku sambil memulai sarapanku pagi itu.
"Gimana kabar si Ra ?" Zee mulai bertanya lagi.
"Yah..begitu-begitu aja sih, Kak. Damien gimana kabar juga?. Jadi kapan nih aku resmi jadi punya kakak ipar?" Jawabku sambil meledek kakak-ku. Damien, kekasih kakak perempuanku Zee. Sudah menjalin hubungan yang cukup lama. Seorang seniman muda yang sudah cukup punya nama. Mereka berdua berencana untuk segera menikah. Tapi karena kesibukan satu sama lain, jadi masih hanya bayangan saja rencana mereka itu.
"Damien baik. Dia lagi ke Prancis. Ada job bareng-bareng sama seniman asal sana. Yah, menunggu kita sama-sama nggak sibuk mungkin yah, Gee" Jawab kakak-ku.
"Gee, masih baik-baik saja khan, Nak ?" Sekarang giliran Papa yang menanyaiku. "Masih sering diminun khan minuman yang sering dikirim mama untuk kamu ?"
"Baik-baik aja, Pa. Masih kok, gak mungkin lah aku ninggalin minuman seenak itu" Jawabku sambil melirik Mama. Mama memang sering mengirimiku beberapa botol minuman berwarna hitam. Yah, entah kenapa disaat badan-ku terasa lemah. Hanya dengan mengkonsumsi-nya saja sudah bisa dengan cepat sekali kondisi-ku membaik. Aku tak tahu sebenarnya minuman apa itu.
"Syukurlah kalo masih sering diminum" Ucap Papa-ku menanggapi."Gimana kuliah-mu, Nak?.Lancar juga khan ?".
"Lancar, Pa.Yah, cuman sedikit pusing gara-gara jadwal kuliah sering bentrok sama kerja. Tapi selebih-nya lancar kok, Pa"
"Lucli lancar-lancar aja khan, Pa ?" Aku balik menanyai Papa-ku. Lucli nama perusahaan furniture Papa-ku. Sudah cukup punya nama. Banyak pelanggan. Mengusung desain gaya Eropa. Yah, kurang lebih persis tergambar seperti rumah-ku ini.
"Apa yang nggak sukses, Nak. Semua yang dipegang Papa-mu khan semuanya sukses" Mama ternyata yang menjawab. Sementara disebelahnya, Papa hanya tersenyum simpul kecil.
Papaku keturunan Prancis, tetapi sudah cukup fasih berbahasa Indonesia, apalagi bahasa Jawa. Dahulu bekerja sebagai Seniman, untuk mencoba hal baru dia mulai mencoba men-desain furniture setelah itu. Dan desain-nya mendapat sambutan yang cukup hangat, sehingga akhir-nya memutuskan untuk membuka Perusahaan Furniture sendiri. Sifat-nya sombong, temperamen, perfeksionis, dan cukup independen. Tapi entah kenapa dia terlihat seperti orang lain jika dihadapan-ku.
Sedangkan Mama-ku. Wanita asli Jawa. Pengelola galeri lukisan sampai sekarang. Karena pekerjaan-nya ini lah dulu dia sering bertemu Papa dan akhirnya memutuskan untuk menikah setelah 5 tahun berpacaran. Sifat-nya mirip sekali dengan Papa. Juga terlihat seperti orang lain jika dihadapan-ku.
--
Taxi-ku berhenti di depan kos-ku tepat jam 9 pagi.
"Tunggu bentar yah, Pak" Kemudian aku segera keluar, dan segera berlari menuju kamar kos-ku.
Di depan kamar kos, Blackberry-ku berbunyi. Kurogoh tas-ku untuk mencari-nya. Ra mengirimi pesan teks padaku.
"Hi, Gee. Have a great day yah" Tulis-nya. Aku hanya diam sejenak, langsung memasukkan Blackberry-ku ke dalam tas. Dan mencari kunci kamar kos di dalam-nya. Aku tak membalas pesan dari Ra.
--
Di perjalanan menuju Adibusana. Aku sedikit memikirkan Ra lagi. Hanya karena sebuah pesan teks. Di satu sisi ingin membalasnya, di satu sisi aku ingin mengabaikann-nya saja. Aku membuka tas-ku. Mencari sesuatu. Dan menuliskan..
"Have a great day too, Ra" ku ketik dan ku tekan tombol send di Blackberry-ku. Dan sesegera mungkin membuang-nya masuk ke dalam tas.
"Hi, Gee. You look fabulous today" Sapa receptionist Adibusana ketika Taxi sudah mengirimku kesana.
"You look fabulous too, Sis. Masuk dulu yah. Deadline deadline" Aku segera masuk ke ruang redaksi, menuju meja-ku.
Segera ku buka kitab list model-ku. Butuh sekitar dua jam untuk memilih model yang cocok untuk fashion spread. Dan dengan sesegera mungkin ku hubungi wanita-wanita berkaki jenjang yang kurasa sudah cocok itu.
Satu jam setelah itu, mereka tiba ke Adibusana. Aku langsung menyuruh-nya masuk. Dan mengantarkan mereka ke ruang make up. Sementara mereka berdandan, aku sibuk memilih baju untuk mereka bersama Remmy, pria pemegang kuasa di area Wardrobe majalah Adibusana. Dia teman terdekat-ku disini.
"Gimana kemarin di Jakarta ?" Remmy mulai membuka pembicaraan sembari membantu-ku mencari pakaian Fall/Winter yang pas.
"Yah, begitulah"
"Begitulah gimana, Gee ?. Ada kabar baik-kah untuk-ku?" Remmy masih saja mencoba-coba ingin tahu. Dan akhirnya aku menceritakan semua-nya.
"Wow, happy ending khan berarti?" Ucap-nya ketika aku mengakhiri cerita-ku.
"Yah..yah..yah.. Aku harap begitu. Tapi ternyata yah..."
"Hey, bagiku itu sudah cukup Happy Ending. He doesn't want you to leave him. He said he still love you. Yah sudah jelas semuanya khan Gee"
"Tak taulah. And please don't ever talk about him again"Aku segera menuju ke kloset bagian sepatu dan Remmy mengikuti-ku dari belakang.
"Ini bagaimana ?"Aku mengangkat sepasang boots berwarna biru gelap dengan aksen bulu di bagian atas sepatunya. Remmy mengangguk.
"Yah semua tergantung keputusanmu Gee" Remmy mengumpulkan baju-baju yang sudah kami pilih tadi. Menggantungkan-nya pada troli pakaian yang kosong.
Pemotretan di ruang studio majalah Adibusana menghabiskan hampir 4 jam. Dengan 50-an lebih frame dihabiskan. 4 orang model telah sukses mengerjakan fashion spread untuk hari itu.
Jeremy, sang fotografer segera menuju ke meja-nya. Segera meng-koneksi-kan kamera-nya ke komputer. Aku menunggu di sebelah mesin cetak foto sambil meminum segelas coklat panas untuk menghangatkan badan karena diluar sedang hujan deras ditambah dinginnya AC di dalam ruangan.
Semua foto sudah selesai tercetak. Aku menyusun-nya menjadi satu tumpukan.
"Thank's a lot yah, Jer" Seruku ke Jeremy dan aku beranjak dari area-nya menuju ke ruangan Giselle Hardiana, Editor in Chief majalah Adibusana.
Seperti biasa. Jantung terasa mau keluar jika akan menghadap wanita satu ini. Dia seakan tak mau tahu jerih payahmu untuk membuat satu buah pekerjaan yang kita pegang dari bagian majalah Adibusana. Memang terkesan seenaknya sendiri. Tapi dia memang Tuhan dari Adibusana. Bisa berbuat apa saja semau dia.
"Mba', ini buat fashion spread bulan ini" Ucapku lirih sambil memberikan setumpuk foto kepadanya.
"Ok. Duduk Gee"Jawabnya sambil menyuruhku duduk.
Dia melihat satu persatu. Sempat pula aku melihat dia mengerutkan dahi-nya. Menggoyang-goyangkan kepalanya sama seperti jika kita melihat sesuatu yang yang kita tidak suka. Aku hanya harap-harap cemas, semoga tidak seperti bulan lalu. Mba' Isel (begitu aku dan semua teman-temanku di Adibusana memanggilnya), bulan lalu dia pernah mengamuk di depanku. Fashion spread karyaku dianggap-nya kacau. Tak berkonsep dan terlihat kosong. Bulan lalu memang bulan yang cukup sulit untuk-ku. Fase mencoba untuk bertahan dan kuat hanya karena masalah keputusan Ra yang mendadak, yang cukup membuat-ku kehilangan cukup banyak ide. Tak segan-segan Mba' Isel merobek semua foto-foto yang kuberikan pada nya waktu itu. Dan aku merasa seperti orang paling bodoh ketika keluar ruangan-nya.
"Semoga tak seperti bulan lalu" Seruku dalam hati.
Setengah jam berlalu. Mba' Isel masih melihat-lihat foto-foto itu satu persatu.
"Yah..lumayan" Ucap-nya tiba-tiba. Dia tak pernah sekalipun mengucapkan kata luar biasa kepada karya anak buah-nya.
"Interesting" Tambahnya lagi sambil membalik ke foto yang lain.
"Fabulous" Membalik ke foto yang lain lagi.
"Dan...it's very Gee" Dia tiba difoto terakhir segera mengumpulkan foto-foto itu jadi satu tumpukan lagi.
"Kerja yang bagus Gee. Ini alasan-ku menerimamu kerja disini" Dia memberikan tumpukan foto-foto itu kepadaku.
"Makasih yah Mba' Isel" Ucapku lega sama lega-nya karena pekerjaan-ku untuk bulan ini cukup memuaskan-nya.
"You're welcome"
--
Aku duduk di meja yang menghadap ke jalan di coffee shop itu. Diluar masih hujan. Aku memesan secangkir coklpat panas ditambah sebatang rokok ditangan-ku untuk menghangatkan badanku.
"Kenapa aku selalu memikirkan hal ini ?. Kenapa ketika aku berusaha mencoba untuk kuat. Semakin sering aku memikirkan hal ini. Ra" Ucapku lirih, menghadap ke jendela yang membatasiku dengan hujan diluar.
Blackberry-ku berbunyi beberapa detik setelah itu. Ada nama sang dewa matahari muncul di layar.
"Halo" Sapaku setelah menekan tombol answer.
"Hi, Gee. I miss you"
Aku hanya menghembuskan nafas-ku.
"Miss you too, Ra"Jawabku tak mau membohongi diriku.
"Gee, barusan Bre menelpon-ku"
"Oh iya. So ?"Jawabku sedikit ketus. Bre mantan kekasih Ra setelah dia memutuskan aku. Hubungan mereka hanya bertahan selama sebulan. Karena Bre ternyata baru menyadari bahwa Ra ternyata anti dengan komitmen.
"Dia mengajak-ku balikan"
"Terus ?"
"Yah, kamu tau aku lah, Gee"
"Yah..yah..Do what you want, Ra"
"Hah?..kok gitu?"
"Yah..memang begitu adanya"
"Maksudnya apa, Gee ?"
"Kau memang cepat berubah. Satu detik berpikiran seperti ini. Detik berikutnya berubah lagi. Detik berikutnya-pun sudah berubah lagi"
"Hah?..ngomong apa sih Gee ?"
"Yah..Yah..just do what you want, Ra. Aku nggak akan pernah tau apa yang terjadi disana. Yang aku tahu kamu tak ingin aku pergi dan ucapan masih sayangmu ke Aku. Sudah yah, bye.."
"Gee..A.." Aku langsung menutup tombol untuk menutup telepon. Melempar Blackberry-ku ke dalam tas. Dan meminum coklat panas-ku yang mulai dingin. Hujan diluar semakin deras. Aku mengambil sebotong rokok-ku lagi dan segera menyulut api untuk membakar-nya.
--
Bersambung ?..

Senin, 15 November 2010

Mistake...

I'm still at the same spot/place
I'm weary from wandering by your side

Even today, as I was wandering
Day has passed again and again.
Now I'm here

You know...
You know that my heart is hurting
Watching you laugh/smile makes my heart ache more

It's my mistake for not making you love me more
It's my mistake for loving you more than you love me
It's my mistake for not making you love me as much as I wanted you to.

How much longer must I cry
As I'm trusting that promise/ I'm only trusting/ believing that promise

You lied to me to wait for you
Even my greedy side(for love) has grown weary/tired

You know..
You know that my heart is hurting/aching
You can't just ignore and laugh/smile like that.

It's my mistake for not making you love me more
It's my mistake for loving you more than (you love/like me? This is my assumption)
It's my mistake for not making you love me as much as I wanted you to.

I knew I couldn't have you
But my heart(my love for you) just kept growing
It's my mistake for
Waiting by myself
Regretting by myself
Loving you.

Even though my heart was hurting/aching
It's my mistake for not letting you go/forgetting you

I'm such a fool
I knew I would get hurt and couldn't let go

It's my mistake
Even though it could be all my fault/mistake
That's ok. As long as you're there…

Always…
Please forgive me for being like this.
(forgive the person) Who loved you
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Short Story : Gee... (Part Deux)

Aku bersiap menata barang bawaanku pagi itu. Ra sudah bangun lebih dulu. Ketika aku bangun aku sudah tak melihatnya disampingku. Aku bisa mendengar suaranya dari dalam kamar. Dia sedang berbicang dengan Mama-nya diruangan di depan kamar-nya.
"Brak!" Aku membuka pintu kamar Ra. Dan langsung menuju ke kamar mandi yang tak jauh dari situ.
"Maaf, tuhan aku menangis lagi" Ucapku lirih ketika melihat kedua mata-ku bengkak karena tadi malam.
Aku mencuci mukaku. Dan segera kembali ke kamar Ra. Kuraih sekotak susu siap saji di meja di kamar Ra, yang kuharap bisa menyegarkan tubuhku pagi itu.
"Brak!" Pintu kamar terbuka dan Ra memasuki kamar-nya dan menutup pintu-nya kembali.
"Mau kemana kamu ?" Ucap-nya memandangku dengan nada bertanya-tanya.
"Aku mau pulang, Bang" Jawabku tanpa melihat kehadapannya.
"Hey..." Ra mulai mendekatiku. Memegang pundaku dan menggoyangkannya. "Maafin aku yah tadi malam. Karena mungkin itu yang terbaik kita lakukan saat kita lelah".
Aku hanya diam, menghabiskan sekotak susu siap saji yang kugenggam.
"Aku hanya ingin pulang, Bang. Aku harap abang mau mengerti keputusan-ku. Dan bukan-nya aku juga berusaha mengerti keputusan Abang ?" Ra hanya terdiam. Dia malah memelukku setelah. Erat sekali.
"Maafin aku yah. Aku yang salah selama ini" Ucapnya sambil terisak.
"Aku juga salah, Bang. Sudahlah sampai kapan kita bermain salah dan benar"
"Makasih yah sudah mau datang ke Jakarta. Aku senang masih ketemu kamu lagi" Tangis Ra semakin menjadi. Aku hanya bisa heran melihat pemandangan ini. Biasanya aku-lah yang berada di posisinya ketika kita akan berpisah seperti ini.
"Aku masih sayang kamu. Meskipun kita udah nggak jadian lagi" Ra semakin erat memelukku. Aku masih terbeku. Entah mengapa aku tidak bisa benar-benar merasakan pelukannya. Aku juga menangis. Tapi tak bisa sederas dirinya.
"Aku juga, Bang. Tapi maaf aku hanya ingin pulang sekarang. Biarkan aku pergi sendiri.Tak usah mengantarku yah" Pelukannya semakin erat dan entah kenapa tak seberapa lama dia melepasnya, mendekati wajahku dan mencium-ku.
--
Kereta-ku masih tujuh jam lagi datang. Aku duduk di bangku antara jalur kereta api 1 dan 2. Merogoh tas kecilku, kuambil Marlboro Black Menthol sebatang dan menyulutnya. Beruntung aku tak bisa melihat gedung tinggi dan kokoh di stasiun Jatinegara. Karena aku benar-benar merasa sedikit baikan kali ini, tak ingin merasa tinggi dan kokoh seperti mereka. Entah berapa batang rokok yang sudah kusulut, aku ingin sedikit menghangatkan tubuhku karena dingin-nya air hujan.
Malam-nya, ketika jam sudah menunjuk-kan pukul 8 malam. Aba-aba masinis terdengar memberitahukan bahwa kereta-ku akan datang.
"Akhir-nya pulang juga" ucapku dalam hati.
Aku segera memasuki gerbong-gerbong ketika kereta api sudah datang. Mengambil tempat duduk-ku di samping jendela. Kereta segera berangkat. Dan tiang-tiang di stasiun mulai bergerak kulihat dari tempatku duduk. Aku masih melakukan kebiasaan-ku saat pulang dari Jakarta. Jalan menuju rumah Ra terlihat darisini. Biasanya aku menangis, dan entah kenapa kali ini aku bisa tersenyum.
"Will miss you" Ucapku ketika kereta melewati jalan menuju rumah Ra.
Blackberry-ku berbunyi. Dan ada satu pesan baru BBM di layarnya. Aku membuka-nya. Dan pesan itu dikirim oleh sang dewa matahari, Ra.
"Aku masih tetap disini yah. Di Jakarta ini" tulisnya.
Aku hanya bisa tersenyum.
"Aku juga masih di sini yah. Di Yogyakarta" balasku kepadanya.
--
Menjelang Shubuh. Yogyakarta sudah menyapaku. Masih terlihat pemandangan-pemandangn putih disana-sini. Gunung Merapi sedang bergejolak. Yah dan mengapa gejolak-nya se-waktu denganku.
Aku beranjak dari kursiku begitu kereta sudah berhenti di Stasiun Tugu. Berjalan antri keluar kereta. Dingin diluar, udara bercampur, antara embun-embun pagi dan abu vulkanik. Aku memutuskan untuk pulang ke rumah saja daripada ke kos.
Aku masih memikirkan Ra di perjalanan pulang ke rumah dengan Taxi. Masih bingung antara senang dan sedih. Tapi aku hanya berusaha meyakinkan diri. Hanya berpegang pada tumpuan "Dia masih sayang aku. Dan aku masih sayang dia" untuk urusanku dengan Ra. Setidaknya aku akan mencoba lebih mempercayai dia dengan berdasar kata-kata itu apapun yang terjadi nanti-nya.
Taxi menuju daerah utara Yogyakarta, dan 30 menit kemudian berhenti di depan sebuah bangunan bergaya arsitektur eropa. Ini rumah pasangan Luci dan Lilith, kedua orang tua-ku.
"Makasih yah, Pak" ucapku pada di pengemudi taksi dan akupun segera beranjak dari sana.
Aku melihat Mama di taman depan ketika Aku berjalan menuju masuk rumah. Dan aku yakin Mama juga melihat keberadaanku.
"Hai, Nak. Kau tampak kurus sekarang" Mama menghampiriku sambil memeluku dan mencium pipi-ku.
"Ma, Aku langsung istirahat aja yah" Ucapku sambil membalas ciumannya.
Aku segera masuk ke peneduhan itu. Rumah ini masih sama. Masih ber-wallpaper merah di dalam-nya. Masih ada jendela besar khas gereja tua klasik bergambar makhluk berkepala rusa dan bertubuh manusia yang akan menyambut ketika kita membuka pintu utama. Aku langsung menaiki tangga menuju lantai dua. Menyusuri lorong penuh dengan lukisan klasik hingga sampai di ruangan paling ujung.
Ruangan di dalam-nya masih sama. Masih paling berbeda dengan semua ruangan di rumah ini. Wallpaper-nya putih, semua serba putih. Dan aku masih melihatfoto anak lelaki di meja sisi sebelah kiri tempat tidur, dan foto anak perempuan di meja sisi sebelah kanan tempat tidur. Aku menaruh barang bawaanku di meja. Melepas jaket-ku. Dan segera membaringkan badanku ke tempat tidur.
"Semoga semua-nya baik-baik saja setelah ini" Ucapku sebelum lalu menutup mataku.
Bersambung...

Minggu, 14 November 2010

Short Story : Gee... (Part : Une)

Gee. Aku bukan wanita, karena memang aku tak berpayudara, meskipun aku memiliki vagina. Aku bukan pria, karena memang aku tak berpenis, dan tak memiliki payudara. Aku juga bukan transseksual, karena aku tidak pernah mengalami operasi ganti kelamin. Gee, aku hanya seorang berumur 21 tahun yang berusaha mempelajari hidup, hanya seorang mahasiswa/i seni, hanya rajin ditemui berwujud alfabet setiap bulan-nya di lembaran majalah fashion.
Gedung-gedung pencakar langit Jakarta dan gemerlap lampu-lampu dari dalamnya waktu itu membuatku terpaku sejenak. Pikiranku masih penuh. Tubuhku masih lemah. Berharap sekali aku seperti pandangan yang aku lihat di depan mataku. Kokoh, terang, dan tinggi. Semakin padat merayap dijalan, karena memang ini malam minggu. Aku hanya duduk terdiam di dalam taxi, berharap cepat sampai tujuan. Sementara disampingku, seorang pria duduk terdiam dengan berkaca Blackberry yang digenggamnya. Ra, kekasih atau mantan kekasih atau abang-ku atau klien-ku. Dia memang setangguh dewa matahri buatku, sehingga sepertinya tak salah nama Ra dimilikinya.
Tanganku seakan tak segan menghampiri tangannya, walaupun perlu beberapa detik berpikir hanya untuk menyentuh tangan Ra. Dia menatapku sebentar ketika tanganku sudah mendarat di tangan-nya dan seketika itu juga pandangannya kembali ke layar blackberry-nya.
"Aku ingin menggambar hati di telapak tanganmu, bang".
"Hati bukan digambar di telapak tangan. Tetapi digambar disini" Ucapnya sambil menunjuk tangannya ke dada, dengan masih menggenggam Blackberry-nya.
Perjalanan malam itu hanya diisi keheningan, hanya arahan Ra ke pengemudi taksi saja yang ku dengar. Sampai akhirnya...
"Pak, kok lewat sini?. Mustinya kita ngambil jalur yang sebelah kiri" Ra berseru kepada pengemudi taksi yang salah mengambil jalur menuju tujuan kita. Dan dengan seketika pengemudi taksi itu langsung banting stir kearah kiri dengan terpaksa dan berusaha mati-matian. Karena seperti pada umum-nya jalanan di Jakarta, ada sebuah garis pembatas yang dibuat sedikit lebih tinggi sebagai pembatas dua jalan yang masing-masing menuju ke arah yang berbeda.
Perjalanan-pun hening seketika-lagi ketika ku rasa jalan yang diambil sudah benar.
"Pak, saya bilang khan nggak lewat sini!. Ini mah sama aja saya musti muter-muter keliling Jakarta dulu baru bisa nyampe Rumah!. Udahlah berhenti di sini aja!" Seru Ra lagi, yang kali ini emosi-nya mulai meledak. Mengambil dompet dalam tas-nya dan memberikan secarik uang kertas kepada si pengemudi taksi itu.
"Lain kali, kalo nyetir yang bener dong!" Ucap Ra geram, setelah itu langsung keluar dari taksi, aku mengikuti di belakangnya.
Kami berhenti di pinggir jalan yang untung-nya tidak seberapa jauh dari rumah Ra. Dia berjalan di depanku, aku memilih untuk berjalan di belakangnya. Dia memang orang yang cukup mudah naik darah, dan ketika seperti ini aku cuma akan melakukan hal yang biasa aku lakukan, diam dan membiarkan dia sejenak. Karena apapun yang aku perbuat dan aku katakan hanya akan menambah emosi-nya naik.
Dan benar saja...
"Hey, kamu jangan jalang dibelakangku !. Kesrempet mobil tau rasa kamu !" Ucapnya masih geram. Dan aku menurutinya berlari kecil kesamping Ra.
Ra memutuskan untuk berjalan kaki saja untuk melanjutkan perjalanan. Aku hanya memandang-nya, masih wajah yang sama ketika dia sedang emosi. Dan saat ini hanya wajah itu yang sering aku lihat.
"Bego banget sih si supir taksi itu" Ra masih menggerutu tentang perkara itu.
"Sudahlah" Ucapku bermaksud untuk menenangkan.
"Maaf yah, sempat marah-marah ke kamu juga"
"Hehe sudah biasa bukan?. Setahun ini bukannya itu makananku sehari-hari yah" Candaku sambil menepuk bahu Ra.
"Kau benar-benar berubah yah, bang" tanyaku
"Berubah gimana ?"
"Yah..semakin lebih cepat naik darah. Dua bulan sejak putus ternyata banyak membuat-mu berubah"
Ra tak menjawab apapun, hanya sebuah senyuman simpul kecil yang kudapat.
---
Ra sudah terlelap tidur. Sementara aku masih terjaga dengan berjuta-juta pikiran. Aku hanya menatap wajahnya. Tanganku mendarat di pipinya dengan kulit-nya yang ku rasa semakin kasar. Layaknya orang bodoh, aku mulai mengobrol sendiri di depan wajah terlelap itu.
"Kenapa kau tak membiarkan aku pergi saja, bang"
"Kenapa ketika kau sudah memutuskan untuk putus waktu itu. Kau malah akhirnya kembali ke aku, bang"
"Hah ?" Dia ternyata belum sepenuh-nya terlelap. Malah seakan mau menjawab perkataann-ku.
"Tidur sajalah, bang. Tak usah mendengar obrolan tolol-ku ini" Dan dia kembali terlelap. Aku masih mengobrol gila sendiri,masih menatap pandangan yang sama dan posisi tangan yang sama.
"Aku tak tau harus merasa senang,sedih,atau apalah itu"
"Kau masih minta untuk bertemu, bang. Kau masih berucap kangen kepada-ku, bang. Dan... Kau masih menginginkan bercinta dengan-ku, bang"
Ini yang aku takutkan. Aku bingung. Dan mungkin bodoh-nya kenapa justru cinta yang membuat aku bodoh. Aku benar-benar pengen lari tak bertujuan. Tapi kenapa ada sesuatu yang membuat-ku tertahan untuk tetap disini.
Tangan-ku mulai turun dari pipi Ra. Menuju kelamin Ra. Awalnya dia sempat berontak. Tapi entah kenapa aku masih nekat melakukan-nya lagi. Untuk kedua kali-nya Ra seperti menyerah. Aku mulai membuka celana-nya. Aku tak tau kenapa pikiranku menjadi sedangkal ini.
"Maaf, bang. Silahkan menyebutku pelacur setelah aku melakukan ini. Sepertinya aku sudah tak bisa lagi menggambar hati di hatimu. Dan mungkin hanya bercinta lah yang saat ini yang kau dan aku bisa lakukan"
Dan dengan seketika Ra terbangun. Ketika aku sudah sempat memasukkan kelamin-nya ke mulutku.
"Hey, apaan sih kamu !" Geramnya sambil membanting tubuhku yang saat itu langsung terjatuh di sampingnya.
"Aku capek, dan kamu pasti juga capek !. Jalan satu-satunya itu tidur !. Mau sampai kapan kamu mikir masalah yang sama terus !"
"Jangan dikiranya kamu aja yang banyak pikiran !. Aku juga !. Tangisan-ku tadi pagi belum ada apa-apanya dengan pikiran di otakku !" Ra benar-benar marah. Lalu melanjutkan tidurnya, aku membalik-kan badanku membelakangi dirinya. Tetapi Ra, memelukku dari belakang.
"Oh tuhan, ada apalagi dibalik ini semua. Haruskah aku bertanya terus-menerus padamu agar mengerti ada apa dibalik ini semua, ya tuhan". Ucapku dalam hati.
Aku membalikkan tubuhku. Dan saat ini wajahku hanya berjarak beberapa senti dengan wajah Ra.
"Ra, aku hanya tak tau apa yang sebenarnya kau minta. Dan sepertinya aku tak akan pernah tau apa yang kau minta. Aku kehilangan arah. Aku bingung harus berbuat apa, Ra" Ucapku masih dalam hati.
" Orang sekuat kamu saja bisa lemah, Ra. Apalagi aku, yang baru mengalami hal ini untuk pertama kalinya. Mungkin aku tahu alasan-mu mencintai gedung-gedung pencakar langit. Karena kau ingin sekokoh dan setinggi mereka bukan?. Kain tar-tan ku sudah robek. Mesin jahitku tak jelas keadaan-nya, terkadang bisa digunakan,terkadang macet. Tangan-ku sudah mulai gatal sebenarnya untuk menjahit-nya kembali. Aku bingung, Ra" Ucap terakhirku dalam hati lagi untuk mengakhiri dini hari itu.
Bersambung....

Minggu, 07 November 2010

3 Lines for My Runway Life..

Surabaya...
It's home,tempat dua pasangan ibu bapak saya tinggal. Jalur pertama saya ketika saya baru mengenal huruf,membaca,berjalan,makan,berhitung dan perangkat awal lain seorang manusia kecil ketika baru tiba di kehidupan. Hanya sebuah rumah kecil yang menyimpan berjuta-juta bahkan bermiliar-miliar obat penenang hati. Hanya sebuah gemerlapan lampu kota dimalam hari yang menyimpan sekotak dark chocolate bersama sahabat-sahabat terdekat. Dan mungkin hanya sebuat kota yang saya cintai, tempat dimana saya benar-benar merasakan bentuk lain dari olahraga yoga yang menenangkan.


Yogyakarta...
Ketika gejolak kawula muda saya mulai memberontak untuk keluar, tak tau mengapa saya melanjutkan jalur kedua saya di kota ini. Just for my school life, saya tambatkan di perguruan tinggi seni di kota yang disebut kota budaya ini. Dan mungkin fase dewasa saya mulai menyeruak minta keluar disini. Dan yah keduanya belum mau mengalah sampai saat ini. Sepenggal kehidupan cinta-pun saya jumpai disini. Hanya sebuah kesederhanaan kotanya ,yang membuat saya mengerti hidup itu apa ada-nya. Hanya sebuah lembaran kain batik khas yogyakarta, yang membuat hidup itu ternyata indah yah. Dan mungkin hanya sebuah janji tak terduga di monumen tugu yang membuat kembali disini.


Jakarta...
Megapolitan,kota yang tak pernah tidur. Dan my loves life sudah terlanjur saya tambatkan disini. Apakah saya menyesalinya ?. Tidak, karena hati saya yang sudah terlanjur meyakininya :). Mungkin akan menjadi jalur ketiga untuk kehidupan saya mendatang. Dimana ketika sepotong Banana Republic terpasang dibadan, bawahan panjang Raoul, dan alas Bottega Veneta layaknya laga runway menswear di bilangan Sudirman. Hanya beribu-ribu gedung tinggi kokoh dengan lampu sorotnya dimalam hari yang mungkin bisa membuat kuat. Hanya sebuah rentetan mobil motor yang mungkin membuat pusing. Dan mungkin hanya tugu selamat datang dan monas yang akan menyapa pagi di jakarta dengan senyuman.

Senin, 01 November 2010

Damn !..Make me Like Your Face, Tyra !

Tyra Banks, mungkin salah satu model yang cukup saya kagumi (disamping saya menyukai acara reality show yang yang dibuat). Damn, She have soooo manyy fierce and strong face on her photograph..

Ketika mood dan emosi saya saat ini sedang tidak bisa stabil-stabilnya. Mungkin hanya kata "kuat" saja yang benar-benar ingin saya minta. How to make me strong, like your fierce and strong photos tyra ?.

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Minggu, 31 Oktober 2010

LOVE is Dolce & Gabbana..

Animal print leopard sepertinya sedang berada pada titik puncaknya musim ini. Terbukti dari banyaknya rumah mode rumah mode terkenal menyalurkan ide-nya dalam sebuah baju pret-a-porter dengan memakai kain motif di musim fall/winter ini.

Ketika saya membuka Harper's Bazaar edisi bulan september yang lalu. Saya sempat terpaku sejenak dengan rancangan animal print leopard musim fall/winter 2011 dari desainer Milan, Italia yaitu pasangan Domenico Dolce & Stefano Gabbana yang rumah mode mereka diambil dari nama mereka juga Dolce & Gabbana. Saya sempat berpikir, apa jadinya Dolce & Gabbana yah ketika pada tahun 1985 mereka tidak bertemu ?. Mungkin saja kita tak akan pernah bisa melihat kampanye si diva dunia madonna sedang menangis di dalam apartemen, dan atau mungkin kita tak akan pernah bisa melihat kesebelasan italia sedang bernarsis meng-kampanyekan lini underwear dari dua pasangan desainer ini. Dan tentunya tak akan ada label Dolce & Gabbana dan D&G di jajaran luxurius goods yang dirunway khan.

Ketika saya berpikir tentang cinta, cinta dari sudut pandang secara umum bukan sekedar cinta kepada pasangan anda. Tapi cinta yang kita punya pada keluarga, sahabat, atau semua yang kita beri cinta. Saya bisa katakan membuat satu hal yang bernama cinta itu cukup susah yah, dan cinta itu hanya bisa tumbuh ketika dua orang entah itu dalam hubungan apapun, merasa sejalan, nyaman, dan terbiasa akan hal yang dilakukan satu sama lain sehingga lambat laun mereka bisa menumbuhkan cinta. Dan ketika cinta itu semakin lama semakin tumbuh mungkin anda bisa melihat jerih payah dua sepasang yang membuatnya berdiri megah dan cukup mewah di jajaran butik di madison avenue. Yah memang sulit tentunya membuat cinta untuk agar tampak seperti anggunnya one shoulder gown motif leopard karta dolce & gabbana.

Satu hal lagi sulit yang saya ketahui tentang hidup. Tentang cinta, mengenal cinta, membuat cinta yang memiliki suatu tingkat kesulitan tertentu. Tentu tidak mudah bukan untuk membuat sesuatu agar tampak haute couture ?.

Rabu, 27 Oktober 2010

Just Wondering Roberto Cavalli Children's Line,Wether it WouLd be Make as Sexy as Their Adult Collection ?..

Dunia fashion seakan tak mengenal usia dalam penciptaan karya desain-nya. Saya sempat sedikit terkejut ketika saat ini anak-anak juga mendapatkan porsi sendiri di dunia fashion. Dan saya tidak perlu bertanya-tanya lagi mengapa akhirnya bisa muncul gadis kecil seperti Suri Cruise dengan sejuta keanggunan di usia-nya yang masih cukup sangat belia itu. Saya sempat berandai-andai, kira-kira di pikiran para desainer itu apa yah ketika koleksi untuk lini anak-anak itu mereka buat ?.
Roberto Cavalli, nama rumah mode dari Italia yang diambil dari nama sang pendesainer-nya itu sendiri. Para wanita Italia sepertinya cukup beruntung memiliki beliau, karena berkat karya-karya beliau, ke-seksi-an mereka bisa dikenal khalayak fashionista di seluruh dunia. Yah, Roberto Cavalli cukup konsekuen atas inspirasi seksi ala wanita Italia dalam karya-karyanya, disamping motif animal print yang eksentrik yang juga merupakan ke-konsekuensian-nya dalam penciptaan karyanya. Lalu bagaimana-kah wujud koleksi lini anak-anak mereka ?. Awalnya saya sempat membayangkan, Suri memakai cocktail dress sexy motif leopard, memegang clutch ditangan dan heels menawan (keduanya dengan motif serupa) sedang dipotret oleh paparazzi ketika sedang sekedar berjalan-jalan di madison avenue bersama ibu-nya. Apakah gadis sekecil itu sudah mengenal kata sexy dan setidaknya apakah pria-pria yang melihatnya akan mengatakan sexy?. Untungnya pengandaian saya itu tidak benar-benar ada. Roberto Cavalli memang konsekuen dengan karya sexy-nya. Tapi untuk lini anak-anaknya, dia sedikit menghilangkan kosa kata itu dalam karyanya.
Kadangkala kita pasti pernah berfikir (di fase saat bangku sekolah sudah kita tinggalkan dan mulai melanjutkan untuk kuliah atau bekerja) betapa indah-nya masa kecil kita dahulu. Yang cuma mengenal kata bermain dan bermain, sampai akhirnya kita lelah saat tiba di fase saat itu. Mungkin saat ini akan semakin banyak anak-anak kecil yang tak akan lelah bermain jika waktu bisa diputar kembali. Tapi sayangnya "waktu" itu sangat konsekuen dengan pekerjaan-nya untuk melaju terus tanpa henti. Saat kita kecil kita banyak sekali dilarang dengan semua hal yang berhubungan dengan ke"dewasa"an, tapi saat kita dewasa mungkin kita juga mau tidak mau tak bisa lagi melakukan hal yang kita lakukan saat kita kecil, dan kita mulai berkenalan dengan suatu rancangan haute-couture tuhan yang diberi nama masalah.
Salah satu bagian kecil dan mungkin sulit dari kehidupan yang saya ketahui lagi. Biarkanlah Suri kecil memakai Roberto Cavalli kecil-nya sambil menggendong teddy bear ditangannya. Sampai akhirnya dia mungkin akan menyimpan teddy bear dan Roberto Cavalli kecil-nya saat dia sudah lelah bermain.

Sabtu, 23 Oktober 2010

How Tight You Could Tie Your Ermenegildo Zegna up ?, Don't Forget Put Your Armani on..

Sepotong celana panjang (entah itu jeans, atau dari bahan kain) tentunya sangat sulit dipisahkan dengan ikat pinggang bukan. Seolah-olah mereka memiliki hubungan simbiosis mutualisme seperti kerbau dan burung di mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kita dikala duduk si sekolah dasar. Si ikat pinggang tak akan melepas si celana panjang, begitu pula si celana panjang. Mereka berdua saling membutuhkan satu sama lain.
Tetapi bagaimana yah agar Ermenegildo Zegna dan Armani, keduanya agar tidak cepat rusak satu sama lain. Tentu keduanya barang sangat berharga. Walaupun berperan hanya sebagai bawahan anda dan pengikatnya. Tapi apakah rela memakainya dengan asal-asalan begitu saja ?.
Ketika anda mengikatkannya dengan kencang mungkin si Ermenegildo akan menjerit kalau dia bisa bicara (dan bukan tidak mungkin akan cepat rusak dibagian pinggangnya) dan tentunya perut anda juga akan merasa sakit bukan terikat dengan Armani anda yang kencang?. Sebaliknya ketika anda mengikatnya dengan longgar. Tentu saja Ermenegildo Zegna yang sudah anda beli dengan harga yang tidak cukup murah tidak akan berfungsi semestinya sebagai celana yang menutupi bagian bawah anda. Malahan bisa dibilang si Armani juga akan bertanya kalau bisa bicara "untuk apa aku kalau bukan untuk mengikat sebuah celana". Ketika keduanya bisa berjalan beriringan dengan kata lain menggunakannya dengan pas, alhasil simbiosis mutualisme yang semestinya akan mereka alami. Anda tak merasa sakit dan anda tak perlu menyanyangkan sudah membuang banyak tabungan anda untuk keduanya.
Ketika tuhan menghadapkan kita pada bentuk apapun (entah itu berwujud atau tidak berwujud). Sebenarnya kita mungkin seharusnya harus bisa menyikapinya. Tuhan mungkin secara tidak langsung memberi kita pengajaran bahwa semua hal harus dilalui dengan pas, sesuai dengan semestinya. Bukankah terkadang suatu hal jika terlalu kita pegang erat akan pergi ?, begitu pula jika tidak kita pegang erat malah akan pergi juga.
Satu hal lagi hal yang saya ketahui tentang kehidupan. Ketika semuanya harus dijalani dengan pas. Ketika diri kita naik turun dan mengkondisikan semua itu dengan susah payah agar stabil seperti sedia kala.

Wooahh..it's the Birkin Bag by Hermès

Mungkin itu reaksi pertama para wanita ketika melihat sebuah tas jinjing dari perancis yang melegenda itu. Kenapa sampai bisa disebut melegenda?. Karena selain harganya yang jika bisa dibilang sedikit agak tidak masuk akal oleh manusia pada umumnya, cara mendapatkannya-pun tidak bisa dibilang mudah. Entah menunggu satu tahun atau mungkin lebih, sampai nama anda dilayani di list pemesan yang bejibun di butik resminya. Jika sudah mendapatkannya bukan tidak mungkin, bisa menyebut tas ini adalah "berharga". Banyak yang dilalui sebelum kita bisa benar-benar memilikinya. Tapi ketika sudah ditangan anda, tabungan anda yang mendadak kosong rasanya mungkin tak akan ada sesali. Ketika Tas Birkin yang anda punya ada sedikit cacat yang mungkin tidak disengaja anda lakukan, Anda bisa meng-inap-kannya untuk sementara ke rumah sakitnya untuk dibenahi. Yah itulah salah satu dari kesekian alasan tas birkin Hermès sangat "berharga". Dan si pemilik-pun tak segan untuk merawatnya secara ekstra lebih dan sedikit terpuaskan rasa batinnya ketika si kecil dari perancis ini ada ditangan mereka.
Tuhan pasti memberi yang terbaik untuk kita, entah itu kapan akan datang kepada kita, bisa saja satu tahun atau lebih sama seperti ke-rabu-nan ketika list nama kita sudah masuk dalam daftar pemesanan tas Birkin itu. Dan satu-satunya hal yang susah dilakukan adalah ketika kita terkadang tidak pernah tahu apakah hal yang secara tiba-tiba datang (yang mungkin datang dari Tuhan) di hadapan kita itu benar-benar yang terbaik atau bukan dan lebih parahnya lagi kita susah untuk menerima pemberian tuhan itu secara ikhlas. Yah..semua hal tentang hidup ini memang susah, jadi saya atau mungkin anda tidak perlu heran jika ada seseorang yang melakukan kesalahan pada peristiwa yang baru pertama kali dialaminya. Itu mungkin pembelajaran awal untuk menerima semuanya dengan apa adanya. Memang sangat teramat susah. Tapi setidaknya kita harus mencoba untuk lebih berusaha menerimanya apa adanya.
Dan ketika Tuhan sudah memberikan hal yang terbaik untuk kita itu. Pasti beliau tidak akan membuang "hal itu" begitu saja ketika hal yang terbaik yang kita dapat itu mengalami kerusakan. Pasti ada cara tersendiri untuk menjahitnya kembali, menjadi kesatuan yang indah Tas Birkin Hermès.
Untungnya Tuhan tidak meminta kita untuk membayar sampai tabungan kita terkuras agar beliau memberi kita hal yang terbaik itu. Mungkin bayarannya hanya do'a yang dengan senantiasa akan selalu dia dengar.
Satu hal lagi pelajaran hidup yang saya pelajari. Terimalah semua hal apa adanya, entah itu kita sudah menyadari atau belum bahwa hal itu hal terbaik dari Tuhan atau bukan. Memang susah, benar-benar sangat susah. Karena sejatinya, kita manusia, yang terkadang tak pernah puas akan suatu hal yang sudah Tuhan berikan ke kita. Tapi sejatinya manusia juga ingin untuk menjadi lebih baik bukan ?.

Jumat, 22 Oktober 2010

Memory of Chanel, Left by Coco Chanel and Karl Lagerfeld is Next to Her Right Now

Ketika ke-maskulin-an seorang pria disatukan dalam ke-feminim-itasan dalam fashion, mungkin rumah mode Chanel yang berhasil mengawinkan kedua aspek itu. Para wanita hanya cukup berterima kasih kepada Coco Chanel, wanita ambisius pionir rumah mode ini. Sepeninggal beliau-pun, Chanel masih tetap teguh berdiri dengan maskulin diatas feminitasnya itu, berkat Karl Lagerfeld yang saya menyebutnya "kenangan lanjut dari Chanel".
Saya ingin mengajak anda berimajinasi lagi. Sejenak membayangkan bahwa Chanel itu adalah sosok wanita prancis yang anggun, ambisius, atau bisa disebut cerminan karya-karya dari filosofi Coco Chanel membuat label itu. Pada tahun 1971, Coco Chanel meninggalkan dia, bukan hanya meninggalkan untuk sementara, tetapi untuk selama-lamannya karena penyakit yang diderita maestro penciptanya itu. Saya sedikit berandai-andai (masih membayangkan Chanel "si wanita perancis") kira-kira bagaimana perasaan dia ketika tiba-tiba ditinggalkan ibu,kakak perempuan,atau mungkin kekasihnya yang sudah disampingnya selama 62 tahun (dari tahun 1909-1971). Pasti terlampau banyak sekali memori bukan ?.
Tapi selama dalam fase itu, Chanel "si wanita perancis" sepertinya masih berusaha seperti sedia kala (atau mungkin dia menjadi lebih baik), walaupun tanpa ada sang maestro yang mendesain dia disampingnya. Pasti cukup susah untuknya, tapi yah mungkin karena usaha dia, 12 tahun berikutnya, pada tahun 1983 dia bertemu maestro baru yang siap mendesainnya, seorang Karl Lagerfeld. Masih tetap dengan mempertahankan sifat asli (ciri khas) dirinya (Chanel), si wanita perancis itu semakin berkembang dengan tetap pada woman trousers dan jersey yang legendaris di tangan Karl Lagerfeld sampai sekarang.
Memori datang pada setiap manusia. Terlepas dari indah atau tidaknya memori itu, tergantung diri kita masing-masing untuk selalu mengenangnya atau tidak. Memori itu datang mungkin untuk mengajari kita untuk lebih berkembang, bukan untuk meratapinya terus-menerus. Saya tidak mau naif atau mungkin munafik. Saya sendiri juga pernah merasakannya, betapa susahnya untuk membuat memori-memori itu sebagai pelajaran hidup saya. Tapi untungnya kita diciptakan sebagai manusia, bukan sebagai Chanel "si wanita perancis". Jadi mungkin setidaknya kita tidak perlu menunggu selama 12 tahun untuk bisa menerima memori-memori itu sebagai pelajaran hidup.
Satu hal lagi yang saya ketahui tentang hidup. Memang susah, malah teramat sangat susah sekali. Tapi itu mungkin sudah jalan Tuhan sebelum kita bisa menjadi the Legendary Fashionable Item yang digilai pecinta fashion. Mungkin semua tergantung masing-masing dari kita untuk menyikapinya seperti apa?. Cuman sekedar mengingat satu hal yang sudah sangat dihapal luar kepala oleh setiap manusia, "Hidup itu suatu pilihan bukan?".

Rabu, 20 Oktober 2010

When Freja Beha Erichsen Wears Tight Stilettos, and Loose Ankle Boots Wore by Agyness Deyn..

Seorang model, yang merupakan salah satu media propaganda dari suatu rumah mode untuk mengkomunikasikan karya rancangan seorang desainer ternyata harus mampu melakukan hal yang sebenarnya diluar kebiasaan mereka. Saya sedikit cukup kaget sekaligus kagum ketika salah satu teman saya yang pernah mencicipi terjalnya lintasan runway ketika saya sempat memasang status di salah satu instant messenger. Saya memasang "Oxford shoes yang kekecilan" yang merupakan analogi versi saya untuk mengartikan rasa sakit. Dan seketika teman saya yang pernah mencicipi terjalnya lintasan runway itu mengirim pesan kepada saya "Sudah biasa, bahkan itu suatu keharusan untuk seorang model runway. Sakit?. Yah memang sakit. Tapi ini resiko pekerjaan saya. Tidak lepas dari heels kekecilan saja, bahkan alas kaki yang kebesaran-pun terkadang juga harus dijalani demi hasil yang sempurna" terangnya ketika itu.
Dan ketika itu saya berpikir sempat tertipu dengan wajah anggun Freja Beha Erichsen dikala berlaga dirunway. Dibalik wajahnya yang kuat ternyata saya tak tahu bahwa sebenarnya dia menahan sakitnya Stiletto yang mungkin kebesaran atau malah kebesaran itu hanya demi hasil yang memuaskan untuk dirinya dan untuk rumah mode yang dijalaninya.
How hard your problem, just tryin' to keep strong..
Selama kita masih bisa bernafas, kita akan masih menghadapi berbagai masalah tentang hidup. Seberat apapun itu, seringan apapun itu ternyata kita harus berusaha kuat untuk menghadapinya. Memang susah untuk tampak atau bahkan terlihat kuat. Tapi setidaknya kita bisa mencobanya untuk kebaikan kita sendiri. Mungkin hanya bisa mengandalkan Tuhan, dan selanjutnya hanya kita sendiri yang bisa menghadapi itu semua.
How loose Agyness Deyn ankle botts, she always keep tryin' strong on the runway.
Banyak hal yang bisa menjadikan diri kita menjadi kuat. Dan itu mungkin susah untuk menghadapinya.
Saya sendiri cuman bisa menyerahkan ke Tuhan kalau sudah dalam fase seperti ini. Karena dia yang merancang saya, dan hanya dia yang tahu filosofi apa dibalik penciptaan saya. Yang terpenting mungkin hanya berusaha kuat, berusaha lebih baik, sampai acara runway kita selesai pada waktunya.

Selasa, 19 Oktober 2010

Dior, from Christian Dior to John Galliano..Everybody Changing Damn Fastly..

Paris, sebagai ibukota fashion sungguh banyak sekali menyuguhkan desainer-desainer berbakat dengan karya-karyanya yang spektakuler. Dior, yang memiliki desain adibusana (haute couture) yang memukau. Walaupun sempat mengalami beberapa pergantian desainer ternyata masih saja memiliki pelanggan yang cukup besar seperti besarnya monumen Lady Dior Bag-nya yang baru-baru ini dibuat di butik barunya di China. Berawal dari Christian Dior, dilanjutkan dengan Yves Saint Laurent, Marc Bohan, Gianfranco Ferré, dan terakhir (sampai saat ini) di pegang oleh si eksentrik John Galliano. Entah karena faktor akulturasi atau inkulturasi jika dalam mata kuliah Sosiologi Seni saya, perubahan-perubahan yang dialami rumah label itu memang terjadi (mungkin dengan cepatnya), tapi tanpa meninggalkan ciri khasnya dari awal. Malahan dari perubahan-perubahan itu muncul ide-ide dan variasi-variasi baru dalam perjalanan kesuksesan rumah label itu sendiri.

Saya jadi ingat ketika dosen di kampus saya berkata "manusia itu bisa berubah kapan saja, entah minggu ini dia seperti ini, minggu depan bisa saja dia tidak seperti minggu sebelumnya". Yah..manusia-pun bisa berubah dengan cepatnya. Entah itu dari faktor akulturasi ataupun inkulturasi (yang masih saya ambil dari mata kuliah saya yang sama) yang mereka hadapi. Bisa saja dari proses perubahan yang mereka alami, muncul sedikit banyak sisi lain dari diri kita masing-masing. Tapi yang pasti bukankah kita berubah agar menjadi lebih baik ?.

Parfume, menswear, womenswear, glasses, haute couture..sisi lain dari Dior di perkembangannya dalam perubahan-perubahan yang dialaminya.

Dan saat ini, saya sudah tak perlu kaget apalagi takjub ketika melihat orang-orang disekitar saya menjadi berbeda tiap harinya. Dan mereka juga tak perlu melakukan hal yang sama ketika melihat saya seperti itu juga. Karena saya bernafas di dunia ini, dan bukankah manusia itu bisa berubah dengan begitu sangat cepatnya ?.

When I thought, if used Manolo Blahnik would be thrown away just like that..

Postingan saya kali ini mungkin sedikit banyak,kurang lebih mengajak anda untuk berimajinasi. Bayangkan anda seorang wanita, yang rela membelanjakan berupiah-rupiah jerih payah anda bekerja, untuk mendapatkan si seksi manolo blahnik untuk kaki jenjangnya. Dan ketika si desainer merilis rilisan baru Manolo-nya, akankah anda rela membuang Manolo lama anda sementara disisi lain anda sedang memegang rilisan terbaru Manolo Blahnik ?.
Ketika itu, posisi saya masih sebagai creative graphic designer suatu acara film festival di kota asal saya, Surabaya. Ini tahun ketiga saya membantu media promosi acara tersebut. Awalnya, di persiapan-persiapan sebelum acara si ketua panitia menghubungi saya, menawari apakah saya masih mau membantunya?, Mungkin karena dia tahu saya disini sudah ada pekerjaan lain jadi dia menanyakan kesanggupan saya untuk mau membantu lagi atau tidak. Dan sayapun menyanggupinya karena ikut serta dalam acara ini, saya rasa sungguh menyenangkan, sedikit kurang banyak mengetahui orang-orang dibalik layar perfilman indonesia.
Dan sampai dihari-hari berlangsungnya acara, beliau tak kunjung memberi kabar. Saya pikir, oh ya sudah mungkin beliau sudah membuang saya begitu saja. Tetapi ternyata..oh ternyata..si panitia acara itu menghubungi saya ketika acara penutupan akan berlangsung. Menyayangkan keberadaan saya atas tak bisa hadirnya saya di acara tahun ini (dan acara penutupan itu sendiri). Dirinya berbicara panjang lebar tentang beberapa hari selama acara berlangsung ketika saya bertanya bagaimana selama beberapa hari acara berlangsung. Dan lagi lagi karena beliau tahu kalo saya sudah ada pekerjaan lain disini dan karena banyaknya masalah akan acara ini, menjadi alasan beliau untuk tak memberi kabar kepada saya.

Rahasia hidup yang saya pelajari lagi dan masih saya coba untuk bisa melakukannya..
Jangan terburu-buru untuk berpikir negatif tanpa mengetahui sebab-sebabnya, dan jadikan diri anda "bermanfaat" bagi orang lain sesuai kemampuan anda.
Saya mungkin merasa seperti si sexy Manolo Blahnik. Dan mungkin anda bisa saja seperti Jimmy Choo, Stuart Weitzman, Christian Louboutin, Tod's dan sepatu-sepatu lain yang sayang untuk dibuang karena ke"rare-item"an-nya.
‎​✗0✗0

Senin, 18 Oktober 2010

Where's my Vivienne Westwood??..I'll try to find it with BESTIE..

Ketika orang bertanya pada saya "Siapa desainer favorit anda ?". Saya tidak akan segan-segan menjawab Vivienne Westwood favorit saya. Saya tertarik dengan ide-ide perancangannya yang cukup unik. Memadukan ke"glamor"an dunia fashion dengan gaya jalanan di era Sex Pistol berjaya ditambah dengan tren saat ini.

Konteks perasaan saya tentang Vivienne Westwood mungkin bisa diartikan kurang lebih sama seperti perasaan saya tentang postingan saya tentang "membeli" tas monogram louis vuitton.

Saya ingin sedikit bersenang-senang, sejenak melupakan semua yang sudah saya hadapi akhir-akhir ini.

Sahabat..yah untungnya saya masih punya mereka ketika keadaan saya seperti ini. Terlepas dari seperti apa mereka kepada saya, seperti apa mimpi-mimpi mereka, seperti apa cara mereka memandang hidup..tapi saya masih menyayangi mereka.

Ketika kedua sahabat saya, Udja dan Adit sudah rela berkunjung untuk main ke Jogja mengunjungi saya dan sahabat saya yang lain, Ratih. Saya ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk sedikit bersenang-senang dengan mereka. Yah..mereka membantu saya "mencari vivienne westwood" saya..

Sahabat..
Mungkin tempat mengadu selain Tuhan..
Mungkin tempat kasih sayang abadi selain Orang tua..
Mungkin tempat mengenal dirimu selain dirimu sendiri..
Mungkin tempat pelarian yang tepat dikala cinta pergi..
Mungkin tempat dimana membantu kita mencari "label" kesayangan kita..

Thank you so much to Allah..My Parents..Myself..Bestie..Beach..Babay's House..Oppa Hyundai..Mba' Esti..and Cheers..

Sepenggal rahasia kehidupan yang saya pelajari lagi..

‎​✗0✗0

Minggu, 17 Oktober 2010

Batik Natural...and That's Natural Life

Batik the fabulous garment in Indonesia..
Ketika itu saya mengunjungi sebuah tempat pembuatan batik di seputaran kota Jogja milik teman dari teman saya, Ratih. Sebenarnya kedatangan kami kemari belum terencana sebelumnya, mumpung dua teman saya dari Surabaya, Udja dan Adit sedang berlibur ke Jogja dan saya menyempatkan sedikit "untuk mencari vivienne westwood saya bersama mereka". Udja, yang sempat desperate dengan jurusan kuliahnya dan mencintai fashion saya seakan-akan ingin memadukan keduanya untuk mengatasi ke"desperate"an-nya itu. Yah..kedatangan kami kemari untuk menemani dia survei tempat pembuatan batik ini untuk mata kuliah seminar di semester-semester tingkat atasnya.
"Batik yang saya buat memakai warna dari alam. Karena itu saya menamainya Batik Natural" terang si Pemilik menutup penjelesannya menjelaskan tentang butik batik yang dikelolanya.
Batik natural ini benar-benar sangat beda. Karena mengambil warna dari alam secara langsung (seperti daun, potongan kulit kayu, dedaunan busuk, kulit buah dan sebagainya). Sangat berbeda dengan Batik sintesis pada umumnya. Warna yang dihasilkannyapun juga benar-benar pas. Tidak terlalu menyala dan tidak terlalu gelap. Memang prosesnya lebih sulit,tapi hasil yang didapatkan setimpal dengan itu semua.
Saya jadi sempat berpikir ketika hidup itu dijalani dengan natural. Dosen saya pernah berkata "hidup itu akan lebih bisa dinikmati ketika semuanya berjalan secara natural". Apakah benar-benar seperti itu ?.
Mungkin prosesnya memang susah seperti pembuatan batik natural itu, tapi hasil yang di dapat mungkin juga akan setimpal dengan usaha yang kita dapat. Saya hanya bisa berkata "mungkin" karena sampai detik ini pun terkadang masih susah untuk hidup dengan natural ketika gejolak kawula muda saya masih menggebu-gebu.
Hidup dengan natural mungkin sepertinya juga bisa mengatasi di kala emosi kita sedang naik turun. Menstabilkan diri kita akan hal itu. Layaknya hasil warna yang dihasilkan batik itu, tidak terlalu terang dan tidak terlalu gelap sehingga menghasilkan komposisi warna yang pas.
Life..masih menyimpan banyak sekali rahasia-rahasia yang dimilikinya...
‎​✗0✗0

Kamis, 14 Oktober 2010

Si Mesin Faksimili dan "GEE-VON-CHEE"

Lupakan sementara sms,atau e-mail,apalagi blackberry mesengger dan instant mesennger lainnya. Hari ini saya bertemu dengan si mesin faksimili. Sudah bukan hal yang tabu juga khan mesin (yang juga) hasil teknologi ini?..
Di tempat saya bekerja part-time,yang membuat saya harus berkenalan secara intim dengan beliau (si mesin faksimili). Sebelumnya saya cuman mendengar namanya saja dan...oh yaa sepertinya saya akan jarang (tak pernah malah) untuk menggunakan mesin ini,kalau teknologi praktis lainnya bisa lebih mempermudahnya..
Tetapi..ketika ciptaan Tuhan saja punya kekurangan,apalagi ciptaan seorang manusia (yang ciptaan Tuhan). Semua punya kelebihan dan kekurangannya..
Saya baru pertama kali menggunakan jasa faksimili (benar-benar saya yang memencet tombol dan memasukkan kertas di mesinnya) hari itu. Dimana boss saya menyuruh saya mengirim surat pesanan buku ke salah satu supplier buku itu diproduksi. Dann..oh oh oh saya kebingungan bagaimana caranya..
Tapi karena saya memiliki teman-teman yang baik di tempat saya bekerja part-time, mereka mau menuntun saya bagaimana caranya mengirim faksimili yang sebelumnya saya tak tahu mengoperasikannya. Thank you guys :)
Saya cukup menyukai mengikuti perkembangan dunia fashion lewat sebuah majalah yang kebanyakan kiblatnya dari bahasa prancis, tentu banyak sekali kata-kata yang pengucapannya berbeda dengan yang dituliskan bukan?.
Ketika itu saya sedang asyik dengan Harper's Bazaar ditangan saya. Dan dengan penuh percaya diri saya mengatakan "Givenchy" pada sebuah iklan komersial parfum di salah satu halamannya. Dan dengan seketika sahabat saya yang duduk bersebrangan dengan saya bilang "GEE-VON-CHEE". oh ok..saya salah sebut nama merk luxurious good dari perancis itu. Dan Tyra Banks, sang mantan modelpun sepertinya meng-iya-kan pengucapan givenchy teman saya, saat salah satu kontestan America's Next Top Model-nya salah pengucapan seperti saya haha..
Selama 21 tahun saya berkembang,ternyata banyak sekali hal-hal baru dan pertama kali saya alami selama saya menuntut ilmu di kota ini. Dan sebenarnya ternyata kita sedikit lebih butuh kemampuan orang lain untuk mengenal hal-hal baru itu (terlepas dari egoisme kita masing-masing yang ingin mengetahuinya sendiri).
Dan..bukankah wajar jika kita melakukan kesalahan (entah itu fatal atau tak fatal) atas hal-hal baru yang baru pertama kali kita alami itu ?. Setidaknya, saya mau mencoba untuk lebih mengerti hal-hal baru yang baru pertama kali saya alami tersebut (yahh bukan hanya sekedar tentang si mesin faksimili dan "GEE-VON-CHEE" tentunya), agar kelak tak mengulangi kesalahan tersebut lagi dan lagi.
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

When You Can't Share Your Fabulous Louis Vuitton Monogram Bags to Someone (again) Anymore..

Ketika saya pertama kali melihat fotografi fashion spread ini tak tahu kenapa saya bisa tertarik begitu saja. Yah..terlepas dari saya pecinta fashion photography dan... Terlepas dari saya pecinta serial Sex and the City..

Mungkin ini saat bekerjanya otak saya atas sebagian dari ilmu yang diberikan dosen saya di kampus di mata kuliah tinjauan dkv dan kritik dkv (yah saya mahasiswa desain komunikasi visual). Dimana di setiap media komunikasi visual itu secara tidak langsung berkomunikasi dengan kita saat kita sadar maupun tidak sadar.

Yang menarik perhatian saya dari fotografi itu adalah banyaknya tas monogram louis vuitton yang dibawa big,sementara si carry berdiri sendiri dengan anggun tanpa beban disampingnya (ini terlepas dari khaidah bahwa lelaki harus mau berkorban kepada wanita yah :).

Saya sangat mengidam-idamkan suatu saat bisa membali salah satu luxurious item dengan dompet saya sendiri,dan tak bisa saya bayangkan betapa bahagianya saya kalau impian saya itu terwujud..

Tapi yang patut disayangkan,sebenarnya saya ingin membagi kebahagiaan saya itu (saat impian saya itu terwujud) dengan seseorang. Tapi yah..dengan siapa yah seseorang itu..

Dan ketika saya menemukan seseorang itu (ketika kita sudah berjalan lama,seperti lamanya hubungan yang dijalin big dan carrie di gambar itu),tetapi dia hanya berdiri anggun seperti carrie di karya fotografi..

Masih bisakah saya berbagi kebahagiaan dengannya ??..

Masih bisakah saya berbagi tas Louis Vuitton Monogram dengannya?..

The another things should I learn to know about life...

X.O.X.O

Rabu, 13 Oktober 2010

The third year JOGJA...

Ketika itu saya hanya membayangkan bagaimana hidup sendiri jauh dari orangtua..
Ketika itu saya mencoba hidup baru saya dengan jurusan kuliah yang benar-benar saya idamkan..
Ketika itu saya belum terbayang untuk belajar memaknai hidup..
Yah..ketika itu saya masih benar-benar hanya seorang lelaki kanak-kanak..
Dan itu semua sudah berjalan selama 36 bulan,kurang lebih 1080 hari,dan jika disederhanakan ke bilangan yang lebih kecil,semuanya sudah berjalan selama 3 tahun.
Disini..di jogja..
Sudah teramat banyak sekali hal indah dan tak indah saya jalani disini..
Mulai dari masalah yang "wajar" dari anak kos,yaitu masalah finansial.Masalah pertemanan di kampus yang kembang kempis.Masalah percintaan yang..yahh the most I ever had lah..
Oh iya..di tahun ketiga ini saya juga menjumpai masalah baru (entah itu terlepas dari indah tak indah yang semestinya).Saya sudah mulai bisa menghasilkan "si merah bergambar presiden pertama indonesia" (lagi) dan saya sangat bersyukur kepada Allah, karir saya (yah banyak orang menamainya itu) dengan cepatnya melesat naik..teramat sangat bersyukur tentunya,walaupun hasil yang didapat tetap sama saja..tetapi bukankah kita harus mensyukuri apa yang kita dapat bukan?..
Cinta saya hilang (begitu saja)..
Bahkan lebih baik saya mendapat banyak tugas kuliah yang seabrek daripada harus menghadapi masalah ini..
Ketika semua gejolak kawula muda saya naik turun (halah)..saya akhirnya memutuskan untuk mencoba memaknai semuanya (sampai tulisan ini saya tulispun,saya masih mencoba untuk itu)..dan alhamdulilllllaahhh saya jadi ingat dan kembali kepada Allah lagi yang sebelumnya hilang karena gejolak kawula muda itu (semua orang mengalaminya bukan?)..
Yahh..mungkin tahun ini saatnya saya untuk berusaha lebih baik lagi..
Seperti kata teman-teman saya... "Ayo..move on..move on..."
Terima kasih buat kedua teman saya,yang biasa saya panggil ratih dan udja untuk selalu mengingatkan saya akan hal itu..
Atas semua hal yang terjadi,saya jadi ingat dengan lirik lagu penyanyi negeri sakura kesayangan saya,yang sudah lama tidak saya dengar >.<..
道に迷った時そして
道が遠すぎた時に
ひとりつぶやいていたよ
そんなものだと...
Michi ni mayotta toki soshite
Michi ga toosugita toki ni
Hitori tsubuyaite ita yo
Sonna mono da to...
When I stray from the path, and
When the path is too long,
I was muttering to myself.
That's the way life is...
Yahh..hanya cukup dimaknai semuanya..dan berusaha lebih baik..dan mensyukuri apa yang sudah ada lebih dulu..
X.O.X.O

Selasa, 12 Oktober 2010

L.O.V.E

Apakah seperti memakai manolo yang kekecilan ?..

Apakah seperti membeli tas louis vuitton yang selama ini kau idam-idamkan ?..

Apakah akan membuat kita merasa seperti dirumah ?..

Saya seperti tidak pernah menyadarinya selama 21 tahun berkembang, mungkin terlalu naif. Karena orang-orang terdekat saya selalu bilang kalau secara tidak sadar kita menemuinya bahkan merasakannya..