CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Senin, 15 November 2010

Short Story : Gee... (Part Deux)

Aku bersiap menata barang bawaanku pagi itu. Ra sudah bangun lebih dulu. Ketika aku bangun aku sudah tak melihatnya disampingku. Aku bisa mendengar suaranya dari dalam kamar. Dia sedang berbicang dengan Mama-nya diruangan di depan kamar-nya.
"Brak!" Aku membuka pintu kamar Ra. Dan langsung menuju ke kamar mandi yang tak jauh dari situ.
"Maaf, tuhan aku menangis lagi" Ucapku lirih ketika melihat kedua mata-ku bengkak karena tadi malam.
Aku mencuci mukaku. Dan segera kembali ke kamar Ra. Kuraih sekotak susu siap saji di meja di kamar Ra, yang kuharap bisa menyegarkan tubuhku pagi itu.
"Brak!" Pintu kamar terbuka dan Ra memasuki kamar-nya dan menutup pintu-nya kembali.
"Mau kemana kamu ?" Ucap-nya memandangku dengan nada bertanya-tanya.
"Aku mau pulang, Bang" Jawabku tanpa melihat kehadapannya.
"Hey..." Ra mulai mendekatiku. Memegang pundaku dan menggoyangkannya. "Maafin aku yah tadi malam. Karena mungkin itu yang terbaik kita lakukan saat kita lelah".
Aku hanya diam, menghabiskan sekotak susu siap saji yang kugenggam.
"Aku hanya ingin pulang, Bang. Aku harap abang mau mengerti keputusan-ku. Dan bukan-nya aku juga berusaha mengerti keputusan Abang ?" Ra hanya terdiam. Dia malah memelukku setelah. Erat sekali.
"Maafin aku yah. Aku yang salah selama ini" Ucapnya sambil terisak.
"Aku juga salah, Bang. Sudahlah sampai kapan kita bermain salah dan benar"
"Makasih yah sudah mau datang ke Jakarta. Aku senang masih ketemu kamu lagi" Tangis Ra semakin menjadi. Aku hanya bisa heran melihat pemandangan ini. Biasanya aku-lah yang berada di posisinya ketika kita akan berpisah seperti ini.
"Aku masih sayang kamu. Meskipun kita udah nggak jadian lagi" Ra semakin erat memelukku. Aku masih terbeku. Entah mengapa aku tidak bisa benar-benar merasakan pelukannya. Aku juga menangis. Tapi tak bisa sederas dirinya.
"Aku juga, Bang. Tapi maaf aku hanya ingin pulang sekarang. Biarkan aku pergi sendiri.Tak usah mengantarku yah" Pelukannya semakin erat dan entah kenapa tak seberapa lama dia melepasnya, mendekati wajahku dan mencium-ku.
--
Kereta-ku masih tujuh jam lagi datang. Aku duduk di bangku antara jalur kereta api 1 dan 2. Merogoh tas kecilku, kuambil Marlboro Black Menthol sebatang dan menyulutnya. Beruntung aku tak bisa melihat gedung tinggi dan kokoh di stasiun Jatinegara. Karena aku benar-benar merasa sedikit baikan kali ini, tak ingin merasa tinggi dan kokoh seperti mereka. Entah berapa batang rokok yang sudah kusulut, aku ingin sedikit menghangatkan tubuhku karena dingin-nya air hujan.
Malam-nya, ketika jam sudah menunjuk-kan pukul 8 malam. Aba-aba masinis terdengar memberitahukan bahwa kereta-ku akan datang.
"Akhir-nya pulang juga" ucapku dalam hati.
Aku segera memasuki gerbong-gerbong ketika kereta api sudah datang. Mengambil tempat duduk-ku di samping jendela. Kereta segera berangkat. Dan tiang-tiang di stasiun mulai bergerak kulihat dari tempatku duduk. Aku masih melakukan kebiasaan-ku saat pulang dari Jakarta. Jalan menuju rumah Ra terlihat darisini. Biasanya aku menangis, dan entah kenapa kali ini aku bisa tersenyum.
"Will miss you" Ucapku ketika kereta melewati jalan menuju rumah Ra.
Blackberry-ku berbunyi. Dan ada satu pesan baru BBM di layarnya. Aku membuka-nya. Dan pesan itu dikirim oleh sang dewa matahari, Ra.
"Aku masih tetap disini yah. Di Jakarta ini" tulisnya.
Aku hanya bisa tersenyum.
"Aku juga masih di sini yah. Di Yogyakarta" balasku kepadanya.
--
Menjelang Shubuh. Yogyakarta sudah menyapaku. Masih terlihat pemandangan-pemandangn putih disana-sini. Gunung Merapi sedang bergejolak. Yah dan mengapa gejolak-nya se-waktu denganku.
Aku beranjak dari kursiku begitu kereta sudah berhenti di Stasiun Tugu. Berjalan antri keluar kereta. Dingin diluar, udara bercampur, antara embun-embun pagi dan abu vulkanik. Aku memutuskan untuk pulang ke rumah saja daripada ke kos.
Aku masih memikirkan Ra di perjalanan pulang ke rumah dengan Taxi. Masih bingung antara senang dan sedih. Tapi aku hanya berusaha meyakinkan diri. Hanya berpegang pada tumpuan "Dia masih sayang aku. Dan aku masih sayang dia" untuk urusanku dengan Ra. Setidaknya aku akan mencoba lebih mempercayai dia dengan berdasar kata-kata itu apapun yang terjadi nanti-nya.
Taxi menuju daerah utara Yogyakarta, dan 30 menit kemudian berhenti di depan sebuah bangunan bergaya arsitektur eropa. Ini rumah pasangan Luci dan Lilith, kedua orang tua-ku.
"Makasih yah, Pak" ucapku pada di pengemudi taksi dan akupun segera beranjak dari sana.
Aku melihat Mama di taman depan ketika Aku berjalan menuju masuk rumah. Dan aku yakin Mama juga melihat keberadaanku.
"Hai, Nak. Kau tampak kurus sekarang" Mama menghampiriku sambil memeluku dan mencium pipi-ku.
"Ma, Aku langsung istirahat aja yah" Ucapku sambil membalas ciumannya.
Aku segera masuk ke peneduhan itu. Rumah ini masih sama. Masih ber-wallpaper merah di dalam-nya. Masih ada jendela besar khas gereja tua klasik bergambar makhluk berkepala rusa dan bertubuh manusia yang akan menyambut ketika kita membuka pintu utama. Aku langsung menaiki tangga menuju lantai dua. Menyusuri lorong penuh dengan lukisan klasik hingga sampai di ruangan paling ujung.
Ruangan di dalam-nya masih sama. Masih paling berbeda dengan semua ruangan di rumah ini. Wallpaper-nya putih, semua serba putih. Dan aku masih melihatfoto anak lelaki di meja sisi sebelah kiri tempat tidur, dan foto anak perempuan di meja sisi sebelah kanan tempat tidur. Aku menaruh barang bawaanku di meja. Melepas jaket-ku. Dan segera membaringkan badanku ke tempat tidur.
"Semoga semua-nya baik-baik saja setelah ini" Ucapku sebelum lalu menutup mataku.
Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar