CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Sabtu, 20 November 2010

Short Story : Gee... (Part Trois)

"Nak, bangun sudah pagi" Ucap seorang pria berumur empat puluhan kepadaku. Kemudian dia langsung beranjak dari pinggir tempat tidur, pergi membuka korden putih penutup jendela.
Aku membuka mataku, berusaha mengembalikan nyawa-ku kembali.
"Papa, tumben belum berangkat kerja" Ucapku kepada pria yang membangunkan-ku tadi.
"Mumpung anak Papa pulang, gak ada salah-nya khan berangkat-nyaa telat" Jawab-nya sambil tersenyum. "Cepat mandi, kami tunggu di ruang makan" Sebelum akhirnya Papaku pergi keluar kamarku.
Kebetulan hari ini kuliahku masih libur. Dan rencanaku hari ini hanya pergi ke kos sebentar mengambil beberapa barang yang tertinggal untuk keperluan kerja, lalu menyelesaikan beberapa deadline fashion spread untuk Adibusana edisi bulan ini.
Ku buka kloset pakaian diseberang tempat tidurku begitu selesai mandi. Di dalam-nya masih tetap sama seperti biasanya, masih bersih dan tak kutemui seserpih debu-pun di baju-baju, tas, maupun sepatu-sepatunya. Di sisi sebelah kiri ruangan masih tertata rapi baju-baju anak lelaki, beberapa pasang sepatu fantofel dan oxford shoes anak-anak dibawahnya dan diujung-nya baru baju dan sepatu maskulin-ku. Sementara di sisi kanan ruangan masih tertata rapi juga baju-baju anak perempuan, beberapa pasang ballerina shoes dan heels pendek anak-anak dibawahnya, dan disebelah-nya ada monogram indah,anyaman indah, dan kulit-kulit indah dalam wujud sebuah tas. Diujung-nya baru tergantung baju dan sepatu feminim-ku.
Aku mengambil celana abu-abu tiga perempat dengan bawahan celana yang sempit, kaos putih deep v-neck, blazer motif tar-tan berwarna gelap,dan stiletto dengan ujung runcing yang berwarna senada. Memakaikan mereka ditubuhku setelah-nya. Baru setelah kurasa siap aku segera turun kebawah.
"Gee..gimana kabar kamu?. Lama juga gak pernah balik ke rumah" Tanya Zee, kakak perempuanku saat aku baru saja duduk di kursi ruang makan.
"Baik-baik aja, Kak. Yah, kuliah banyak tugas. Kerjaan juga sama aja banyak deadline. Kuliah lagi libur, jadi nyempetin buat pulang ke rumah" Jawabku sambil memulai sarapanku pagi itu.
"Gimana kabar si Ra ?" Zee mulai bertanya lagi.
"Yah..begitu-begitu aja sih, Kak. Damien gimana kabar juga?. Jadi kapan nih aku resmi jadi punya kakak ipar?" Jawabku sambil meledek kakak-ku. Damien, kekasih kakak perempuanku Zee. Sudah menjalin hubungan yang cukup lama. Seorang seniman muda yang sudah cukup punya nama. Mereka berdua berencana untuk segera menikah. Tapi karena kesibukan satu sama lain, jadi masih hanya bayangan saja rencana mereka itu.
"Damien baik. Dia lagi ke Prancis. Ada job bareng-bareng sama seniman asal sana. Yah, menunggu kita sama-sama nggak sibuk mungkin yah, Gee" Jawab kakak-ku.
"Gee, masih baik-baik saja khan, Nak ?" Sekarang giliran Papa yang menanyaiku. "Masih sering diminun khan minuman yang sering dikirim mama untuk kamu ?"
"Baik-baik aja, Pa. Masih kok, gak mungkin lah aku ninggalin minuman seenak itu" Jawabku sambil melirik Mama. Mama memang sering mengirimiku beberapa botol minuman berwarna hitam. Yah, entah kenapa disaat badan-ku terasa lemah. Hanya dengan mengkonsumsi-nya saja sudah bisa dengan cepat sekali kondisi-ku membaik. Aku tak tahu sebenarnya minuman apa itu.
"Syukurlah kalo masih sering diminum" Ucap Papa-ku menanggapi."Gimana kuliah-mu, Nak?.Lancar juga khan ?".
"Lancar, Pa.Yah, cuman sedikit pusing gara-gara jadwal kuliah sering bentrok sama kerja. Tapi selebih-nya lancar kok, Pa"
"Lucli lancar-lancar aja khan, Pa ?" Aku balik menanyai Papa-ku. Lucli nama perusahaan furniture Papa-ku. Sudah cukup punya nama. Banyak pelanggan. Mengusung desain gaya Eropa. Yah, kurang lebih persis tergambar seperti rumah-ku ini.
"Apa yang nggak sukses, Nak. Semua yang dipegang Papa-mu khan semuanya sukses" Mama ternyata yang menjawab. Sementara disebelahnya, Papa hanya tersenyum simpul kecil.
Papaku keturunan Prancis, tetapi sudah cukup fasih berbahasa Indonesia, apalagi bahasa Jawa. Dahulu bekerja sebagai Seniman, untuk mencoba hal baru dia mulai mencoba men-desain furniture setelah itu. Dan desain-nya mendapat sambutan yang cukup hangat, sehingga akhir-nya memutuskan untuk membuka Perusahaan Furniture sendiri. Sifat-nya sombong, temperamen, perfeksionis, dan cukup independen. Tapi entah kenapa dia terlihat seperti orang lain jika dihadapan-ku.
Sedangkan Mama-ku. Wanita asli Jawa. Pengelola galeri lukisan sampai sekarang. Karena pekerjaan-nya ini lah dulu dia sering bertemu Papa dan akhirnya memutuskan untuk menikah setelah 5 tahun berpacaran. Sifat-nya mirip sekali dengan Papa. Juga terlihat seperti orang lain jika dihadapan-ku.
--
Taxi-ku berhenti di depan kos-ku tepat jam 9 pagi.
"Tunggu bentar yah, Pak" Kemudian aku segera keluar, dan segera berlari menuju kamar kos-ku.
Di depan kamar kos, Blackberry-ku berbunyi. Kurogoh tas-ku untuk mencari-nya. Ra mengirimi pesan teks padaku.
"Hi, Gee. Have a great day yah" Tulis-nya. Aku hanya diam sejenak, langsung memasukkan Blackberry-ku ke dalam tas. Dan mencari kunci kamar kos di dalam-nya. Aku tak membalas pesan dari Ra.
--
Di perjalanan menuju Adibusana. Aku sedikit memikirkan Ra lagi. Hanya karena sebuah pesan teks. Di satu sisi ingin membalasnya, di satu sisi aku ingin mengabaikann-nya saja. Aku membuka tas-ku. Mencari sesuatu. Dan menuliskan..
"Have a great day too, Ra" ku ketik dan ku tekan tombol send di Blackberry-ku. Dan sesegera mungkin membuang-nya masuk ke dalam tas.
"Hi, Gee. You look fabulous today" Sapa receptionist Adibusana ketika Taxi sudah mengirimku kesana.
"You look fabulous too, Sis. Masuk dulu yah. Deadline deadline" Aku segera masuk ke ruang redaksi, menuju meja-ku.
Segera ku buka kitab list model-ku. Butuh sekitar dua jam untuk memilih model yang cocok untuk fashion spread. Dan dengan sesegera mungkin ku hubungi wanita-wanita berkaki jenjang yang kurasa sudah cocok itu.
Satu jam setelah itu, mereka tiba ke Adibusana. Aku langsung menyuruh-nya masuk. Dan mengantarkan mereka ke ruang make up. Sementara mereka berdandan, aku sibuk memilih baju untuk mereka bersama Remmy, pria pemegang kuasa di area Wardrobe majalah Adibusana. Dia teman terdekat-ku disini.
"Gimana kemarin di Jakarta ?" Remmy mulai membuka pembicaraan sembari membantu-ku mencari pakaian Fall/Winter yang pas.
"Yah, begitulah"
"Begitulah gimana, Gee ?. Ada kabar baik-kah untuk-ku?" Remmy masih saja mencoba-coba ingin tahu. Dan akhirnya aku menceritakan semua-nya.
"Wow, happy ending khan berarti?" Ucap-nya ketika aku mengakhiri cerita-ku.
"Yah..yah..yah.. Aku harap begitu. Tapi ternyata yah..."
"Hey, bagiku itu sudah cukup Happy Ending. He doesn't want you to leave him. He said he still love you. Yah sudah jelas semuanya khan Gee"
"Tak taulah. And please don't ever talk about him again"Aku segera menuju ke kloset bagian sepatu dan Remmy mengikuti-ku dari belakang.
"Ini bagaimana ?"Aku mengangkat sepasang boots berwarna biru gelap dengan aksen bulu di bagian atas sepatunya. Remmy mengangguk.
"Yah semua tergantung keputusanmu Gee" Remmy mengumpulkan baju-baju yang sudah kami pilih tadi. Menggantungkan-nya pada troli pakaian yang kosong.
Pemotretan di ruang studio majalah Adibusana menghabiskan hampir 4 jam. Dengan 50-an lebih frame dihabiskan. 4 orang model telah sukses mengerjakan fashion spread untuk hari itu.
Jeremy, sang fotografer segera menuju ke meja-nya. Segera meng-koneksi-kan kamera-nya ke komputer. Aku menunggu di sebelah mesin cetak foto sambil meminum segelas coklat panas untuk menghangatkan badan karena diluar sedang hujan deras ditambah dinginnya AC di dalam ruangan.
Semua foto sudah selesai tercetak. Aku menyusun-nya menjadi satu tumpukan.
"Thank's a lot yah, Jer" Seruku ke Jeremy dan aku beranjak dari area-nya menuju ke ruangan Giselle Hardiana, Editor in Chief majalah Adibusana.
Seperti biasa. Jantung terasa mau keluar jika akan menghadap wanita satu ini. Dia seakan tak mau tahu jerih payahmu untuk membuat satu buah pekerjaan yang kita pegang dari bagian majalah Adibusana. Memang terkesan seenaknya sendiri. Tapi dia memang Tuhan dari Adibusana. Bisa berbuat apa saja semau dia.
"Mba', ini buat fashion spread bulan ini" Ucapku lirih sambil memberikan setumpuk foto kepadanya.
"Ok. Duduk Gee"Jawabnya sambil menyuruhku duduk.
Dia melihat satu persatu. Sempat pula aku melihat dia mengerutkan dahi-nya. Menggoyang-goyangkan kepalanya sama seperti jika kita melihat sesuatu yang yang kita tidak suka. Aku hanya harap-harap cemas, semoga tidak seperti bulan lalu. Mba' Isel (begitu aku dan semua teman-temanku di Adibusana memanggilnya), bulan lalu dia pernah mengamuk di depanku. Fashion spread karyaku dianggap-nya kacau. Tak berkonsep dan terlihat kosong. Bulan lalu memang bulan yang cukup sulit untuk-ku. Fase mencoba untuk bertahan dan kuat hanya karena masalah keputusan Ra yang mendadak, yang cukup membuat-ku kehilangan cukup banyak ide. Tak segan-segan Mba' Isel merobek semua foto-foto yang kuberikan pada nya waktu itu. Dan aku merasa seperti orang paling bodoh ketika keluar ruangan-nya.
"Semoga tak seperti bulan lalu" Seruku dalam hati.
Setengah jam berlalu. Mba' Isel masih melihat-lihat foto-foto itu satu persatu.
"Yah..lumayan" Ucap-nya tiba-tiba. Dia tak pernah sekalipun mengucapkan kata luar biasa kepada karya anak buah-nya.
"Interesting" Tambahnya lagi sambil membalik ke foto yang lain.
"Fabulous" Membalik ke foto yang lain lagi.
"Dan...it's very Gee" Dia tiba difoto terakhir segera mengumpulkan foto-foto itu jadi satu tumpukan lagi.
"Kerja yang bagus Gee. Ini alasan-ku menerimamu kerja disini" Dia memberikan tumpukan foto-foto itu kepadaku.
"Makasih yah Mba' Isel" Ucapku lega sama lega-nya karena pekerjaan-ku untuk bulan ini cukup memuaskan-nya.
"You're welcome"
--
Aku duduk di meja yang menghadap ke jalan di coffee shop itu. Diluar masih hujan. Aku memesan secangkir coklpat panas ditambah sebatang rokok ditangan-ku untuk menghangatkan badanku.
"Kenapa aku selalu memikirkan hal ini ?. Kenapa ketika aku berusaha mencoba untuk kuat. Semakin sering aku memikirkan hal ini. Ra" Ucapku lirih, menghadap ke jendela yang membatasiku dengan hujan diluar.
Blackberry-ku berbunyi beberapa detik setelah itu. Ada nama sang dewa matahari muncul di layar.
"Halo" Sapaku setelah menekan tombol answer.
"Hi, Gee. I miss you"
Aku hanya menghembuskan nafas-ku.
"Miss you too, Ra"Jawabku tak mau membohongi diriku.
"Gee, barusan Bre menelpon-ku"
"Oh iya. So ?"Jawabku sedikit ketus. Bre mantan kekasih Ra setelah dia memutuskan aku. Hubungan mereka hanya bertahan selama sebulan. Karena Bre ternyata baru menyadari bahwa Ra ternyata anti dengan komitmen.
"Dia mengajak-ku balikan"
"Terus ?"
"Yah, kamu tau aku lah, Gee"
"Yah..yah..Do what you want, Ra"
"Hah?..kok gitu?"
"Yah..memang begitu adanya"
"Maksudnya apa, Gee ?"
"Kau memang cepat berubah. Satu detik berpikiran seperti ini. Detik berikutnya berubah lagi. Detik berikutnya-pun sudah berubah lagi"
"Hah?..ngomong apa sih Gee ?"
"Yah..Yah..just do what you want, Ra. Aku nggak akan pernah tau apa yang terjadi disana. Yang aku tahu kamu tak ingin aku pergi dan ucapan masih sayangmu ke Aku. Sudah yah, bye.."
"Gee..A.." Aku langsung menutup tombol untuk menutup telepon. Melempar Blackberry-ku ke dalam tas. Dan meminum coklat panas-ku yang mulai dingin. Hujan diluar semakin deras. Aku mengambil sebotong rokok-ku lagi dan segera menyulut api untuk membakar-nya.
--
Bersambung ?..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar