CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Jumat, 22 Oktober 2010

Memory of Chanel, Left by Coco Chanel and Karl Lagerfeld is Next to Her Right Now

Ketika ke-maskulin-an seorang pria disatukan dalam ke-feminim-itasan dalam fashion, mungkin rumah mode Chanel yang berhasil mengawinkan kedua aspek itu. Para wanita hanya cukup berterima kasih kepada Coco Chanel, wanita ambisius pionir rumah mode ini. Sepeninggal beliau-pun, Chanel masih tetap teguh berdiri dengan maskulin diatas feminitasnya itu, berkat Karl Lagerfeld yang saya menyebutnya "kenangan lanjut dari Chanel".
Saya ingin mengajak anda berimajinasi lagi. Sejenak membayangkan bahwa Chanel itu adalah sosok wanita prancis yang anggun, ambisius, atau bisa disebut cerminan karya-karya dari filosofi Coco Chanel membuat label itu. Pada tahun 1971, Coco Chanel meninggalkan dia, bukan hanya meninggalkan untuk sementara, tetapi untuk selama-lamannya karena penyakit yang diderita maestro penciptanya itu. Saya sedikit berandai-andai (masih membayangkan Chanel "si wanita perancis") kira-kira bagaimana perasaan dia ketika tiba-tiba ditinggalkan ibu,kakak perempuan,atau mungkin kekasihnya yang sudah disampingnya selama 62 tahun (dari tahun 1909-1971). Pasti terlampau banyak sekali memori bukan ?.
Tapi selama dalam fase itu, Chanel "si wanita perancis" sepertinya masih berusaha seperti sedia kala (atau mungkin dia menjadi lebih baik), walaupun tanpa ada sang maestro yang mendesain dia disampingnya. Pasti cukup susah untuknya, tapi yah mungkin karena usaha dia, 12 tahun berikutnya, pada tahun 1983 dia bertemu maestro baru yang siap mendesainnya, seorang Karl Lagerfeld. Masih tetap dengan mempertahankan sifat asli (ciri khas) dirinya (Chanel), si wanita perancis itu semakin berkembang dengan tetap pada woman trousers dan jersey yang legendaris di tangan Karl Lagerfeld sampai sekarang.
Memori datang pada setiap manusia. Terlepas dari indah atau tidaknya memori itu, tergantung diri kita masing-masing untuk selalu mengenangnya atau tidak. Memori itu datang mungkin untuk mengajari kita untuk lebih berkembang, bukan untuk meratapinya terus-menerus. Saya tidak mau naif atau mungkin munafik. Saya sendiri juga pernah merasakannya, betapa susahnya untuk membuat memori-memori itu sebagai pelajaran hidup saya. Tapi untungnya kita diciptakan sebagai manusia, bukan sebagai Chanel "si wanita perancis". Jadi mungkin setidaknya kita tidak perlu menunggu selama 12 tahun untuk bisa menerima memori-memori itu sebagai pelajaran hidup.
Satu hal lagi yang saya ketahui tentang hidup. Memang susah, malah teramat sangat susah sekali. Tapi itu mungkin sudah jalan Tuhan sebelum kita bisa menjadi the Legendary Fashionable Item yang digilai pecinta fashion. Mungkin semua tergantung masing-masing dari kita untuk menyikapinya seperti apa?. Cuman sekedar mengingat satu hal yang sudah sangat dihapal luar kepala oleh setiap manusia, "Hidup itu suatu pilihan bukan?".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar