CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 06 Desember 2011

KAMI

Jakarta tampak lengang. Dengan berjuta lampu temaram yang menyebar di tiap bagian tubuhnya. Sesekali angin malam menyeruak masuk celah jendela, membuat sebuah pergumulan tanpa cinta dengan kulit. Gedung pencakar langit yang tak bisa sempurna tidur sejenak, nampak terlihat dari penerangan cahaya yang masih berpendar terang terlihat dari bagian luar. Bagai satu keinginan terpendam untuk masa depan yang berada dalam salah gedung pencakar langit di kota Megapolitan.

Kami berdua beradu asap rokok. Aroma strawberry yang beradu dengan menthol yang melekat. Saat-saat  seperti ini seharusnya lebih semarak jika dentingan beradu botol-botol bir ikut mengambil peran dalam drama dini hari kami berdua. Bersandar pada sebuah tembok di pinggir pintu balkon yang terbuka. Kami mengijinkan angin malam masuk dengan bebasnya, membuang asap rokok beraroma kami untuk kemudia bercinta dengan udara diluar. Dengan berlatar belakang sapuan berjuta-juta gedung-gedung penanda jaman. Untuk kali pertama kami berdua, secara bersama-sama menikmati dini hari di kota yang mungkin untuk masa depan kami.

Segalanya tak berubah dan tak akan berubah diantara kami. Kecuali bergesernya pemikiran kami, yang katanya sangat dibutuhkan dan harus dilakukan untuk eksistensi hidup di dunia. Kami masih gemar mencipta sebuah gelak tawa hanya untuk sekedar memecah keheningan dan dinginnya dini hari. Terlebih memecah apa-apa saja yang sudah mengikat pikiran kami yang mampu membuat kami sedikit sukar menikmati hidup. Hidup seharusnya dinikmati, bukan untuk membuatnya lebih sulit. Banyak orang yang berkata demikian. Tapi membuat untuk menikmati hidup itu terkadang bukan perihal yang mudah.

Kepingan beberapa puzzle kehidupan. Kata banyak orang hidup itu seperti merangkai sebuah puzzle dengan hasil akhir sebuah karya seni yang super duper bercita rasa tinggi. Kepingannya ada berupa teman, sahabat, orang tua, dan cinta. Tapi aku atau mungkin dia tak pernah membatasi kepingan-kepingan apa saja yang akan membentuk lukisan karya seni indah masing-masing kami. Aku tak ingin sebegitunya bersusah payah menjalani hidup dengan mencari tiap bagian puzzle-puzzle itu. Kalau kita bisa mencarinya bersama-sama, kenapa tidak ?. Tentu tanpa menjadikannya sebagai tujuan utama. Bersama-sama mencarinya dengan rasa cinta. Bersama-sama mencarinya bukan untuk mencari cinta. Cinta itu sahabat. Cinta itu teman. Cinta tidak seharusnya membunuh. Namun cinta terkadang juga hidup. Dia berkembang seiring berkembangnya jaman. Terkadang bisa membunuh tanpa bersisan secuil pun.

Gedung pencakar itu roboh seketika. Tanpa menyisakan secuil pun seonggok bangunan kuat. Namun, sebelum gedung itu roboh, kami menopangnya bersama-sama. Aku berani sangsi, aku tak akan mampu menopangnya sendirian. Kami menopangnya dengan masih menghisap rokok beraroma di mulut kami. Kami berdua saling membutuhkan satu sama lain. Manusia makhluk sosial. Masih butuh orang lain untuk hidup, walau pada akhirnya akan kembali menjadi sebuah individu ketika di akhir. Kami, dua pasang sahabat dengan cinta. Cinta tak seharunya diberi kepada sang kekasih. Bukan, bukan karena aku tak memiliki kekasih. Tapi kekasih yang memberi cinta, kehadirannya selalu tak terduga persis seperti kisah pangeran berkuda putih yang datang secara mendadak ketika puti salju tertidur karena sebuah apel. Cukup klise mungkin, tapi sudahlah.

Hanya ingin menikmati hidup. Melihat indahnya matahari terbit dan terbenam. Melihat indahnya manusia yang saling mencinta. Duduk bersila dengan dia di pinggir jendela yang terbuka. Dengan sapuan gedung-gedung pencakar langit penanda jaman kota megapolitan. Lantai enam. Dengan aroma strawberry dan menthol yang memamcar dari mulut kami.

Katanya, menikmati hidup itu gratis kok. Oh, yah?. Apakah benar?.
Bagi saya sahabat itu yang gratis. Dengan berjuta-juta teman yang silih berganti berdatangan, sahabat terdekat tetap yang dihati, walau hati yang dipunyai sedang hancur dan menunggunya pulih :).

Untuk seorang sahabat :).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar