Tak Perlu Jauh-jauh
Pergi ke Negeri Cina
Bagi saya, mungkin berdirinya
ilmu itu selalu bersanding kompak dengan passion.
Keduanya saling berkaitan satu sama lain, Ilmu butuh passion agar bisa berkembang. Sedangkan passion butuh ilmu untuk mewujudkannya. Terlepas dari aspek-aspek
lain yang mengisi celah-celah ruang diantara keduanya, bagaimana mungkin kita
bisa atau ingin meraih dan menambah ilmu jika saja kita tak ada keinginan atau passion atas sesuatu yang ingin kita
cari ilmu-nya tersebut. Dan bagaimana bisa kita mengetahui keinginan atau passion kita, kalau saja kita tak
mengerti (minimal) sedikitpun hal-hal (ilmu) yang menjadikannya sebuah rasa
keinginan atau passion pada diri kita
sendiri.
Ada sebuah pepatah yang berkata “kejarlah
ilmu sampai ke negeri Cina”. Kalau saja saya boleh menambahkan, mungkin saya
akan menambahkan kata passion pada
kalimat tersebut hingga jika dijadikan dalam satu kalimat menjadi “kejarlah
ilmu dan passion sampai ke negeri
Cina”. Pepatah yang sering dijadikan
motivasi (mungkin oleh kebanyakan orang jenius dan gila ilmu) itu menjadikan
negeri Cina sebagai pusat dimana banyak ilmu yang di dapat darisana. Ilmu dari
yang terbaik (seperti dunia bisnis) sampai yang terjelek sekalipun (semisal
pintarnya Cina membuat imitasi produk-produk Famous Luxurious Brand). Namun,
negeri kita tercinta ini, Indonesia. Juga mampu menyajikan berbagai atau
mungkin berjuta-juta ilmu dan passion yang bisa kita saring dan ambil
sesuai apa yang kita inginkan, setidaknya itu yang bisa saya katakan dan saya
rasakan :).
Hanya berbekal segenggam berry hitam elektronik yang di dalamnya
sudah terintegrasi dengan social media
Twitter, di suatu malam yang melelahkan saat saya baru pulang kuliah plus kerja paruh waktu. Di timeline saya menampilkan cuap-cuap dari
penulis novel terkenal yang saya follow, siapa
lagi kalau bukan Alberthiene Endah (@AlberthieneE). Saat itu, beliau sedang
menginformasikan suatu hal yang cukup menggairahkan saya kedalam quota 140 Karakter di Twitter-nya. Sebuah workshop menulis gratis selama satu hari, yang waktu itu
masih belum mempunyai nama. Yang akan diadakan pertengahan bulan November di
Jakarta, dengan persyaratan pendaftaran yang bisa dibilang tidak cukup rumit.
Pendaftar hanya diharuskan mengirimkan data diri, cerita pendek tentang kenapa
ingin menjadi penulis, dan terakhir (yang baru saya tahu setelah mendaftar)
mencantumkan photo paling kece yang dipunya :P. Dan kemudian akan disaring dan
dipilih menjadi 300-an orang yang beruntung bisa mengikuti acara workshop
menulis gratis selama satu hari ini.
Singkat cerita, tanpa segan dan
menyelingkuhi rasa kantuk saya yang sedang melanda saat itu, saya segera
membuat, mengetik apa-apa saja yang diperlukan (tentu saja tanpa mengirimkan
photo, karena pada waktu itu saya belum tahu kalo diharuskan untuk mengirim
photo paling kece juga :P) lalu mengirimkan ke alamat e-mail yang di
informasikan oleh mbak Alberthiene Endah (AE). Di selang waktu satu bulan
berikutnya (mungkin karena banyaknya pendaftar dan sistem penyeleksian yang
cukup rumit karena banyakanya pendaftar) tepat di akhir bulan Oktober saya
menerima e-mail bahwa saya lolos untuk mengikuti Workshop Menulis Gratis selama
satu hari yang saat itu pada akhirnya diberi nama, WORDISME.
Negeri Cina memang boleh
mempunyai berjuta-juta ilmu dan passion
yang bisa dijemput disana. Namun, mungkin saya sedikit merasa beruntung dan
sedikit lega. Tak perlu jauh-jauh ke negeri Cina (mungkin untuk saat ini) untuk
menambah ilmu dan mengejar passion saya
(tentu saja dalam bidang menulis). Jakarta memberikan peluang saya untuk
menambah ilmu dan mengejar passion
saya di bidang menulis melalaui Wordisme. Hanya butuh sembilan jam dari
Yogyakarta. Bersembunyi di dalam kotak besi besar yang ditarik oleh kotak
serupa namun beruap, yang mengantar saya menjemput ilmu dan passion tentang MENULIS.
And the Show Begin..
Pagi hari yang alhamdulillah
cerah tanpa mendung secuilpun, menyambut hari Sabtu saya di ibukota. Memaksa
diri untuk bangun pagi, karena sejujurnya bangun pagi memang bukan kebiasaan
saya. Dan workshop menulis gratis selama satu hari itu tiba pada hari ini, ada
perasaan gugup yang saya rasakan. Betapa tidak, tentunya di acara tersebut akan
banyak sekali saya temui teman-teman seperjuangan yang sama-sama hobi menulis
(bahkan mungkin sudah ada yang menjadi seorang penulis). Hal lain yang membuat
saya gugup adalah bertemu para narasumber yang benar-benar sangat berkompeten
di bidang kepenulisan. Sebut saja, Petty S. Fatimah dan Reda Gaudiamo yang
benar-benar sudah merasakan manis pahit atau bahkan berkali-kali orgasme di bidang
kepenulisan jurnalisme pop. Kalau boleh sedikit berlebihan, Indonesia
sebenarnya juga memiliki sosok Editor in
Chief sekaliber milik majalah Vogue
USA, Anna Wintour. Dan Petty S.
Fatimah mungkin sosok yang tepat untuk mewakili sosok Anna Wintour dari Indonesia. Berikutnya, ada sosok Alberthiene
Endah yang piawai sekali bercerita tentang kehidupan pribadi public figure dari Indonesia mulai dari
nol sampai tuntas dengan sebutan bilangan
yang tak bisa disebutkan. Sesosok penulis biografi terbaik yang pernah
dimiliki Indonesia. Adalah Raditya Dika dan Aulia “Ollie” Halimatussadiah yang
benar-benar berkompeten untuk kepenulisan blog.
Teknologi Informasi yang semakin berkembang dewasa ini, telah memberikan
kemudahan untuk kita mengakses bacaan atau bahkan menulis tidak saja dalam
media kertas yang kemudian dijilid dengan sedemikian rupa hingga menjadi buku.
Telah lahir sebuah media bernama blog
yang telah dilahirkan dunia maya yang ikut berperan berkembang bersama
saudara-saudaranya seperti facebook,
twitter, dan media lain yang telah dilahirkan dunia maya. Dengan diramu
asupan kocak Standup Comedy ala
Raditya Dika dan sedikit bisnis kepenulisan dari Ollie, mereka berdua
bercerita, sharing bermanfaat dan
berbagi ilmu tentang kepenulisan blog. Ketika
bicara tentang menulis atau mungkin membaca fiksi/cerpen itu senikmat bercinta.
Pandangan saya dengan seketika akan tertuju pada sosok Djenar Maesa Ayu. Siapa
yang tidak kenal dengan kumpulan cerpen seperti Mereka Bilang, Saya Monyet!,
Jangan Main-Main (Dengan Kelaminmu), Cerita Pendek Tentang Cerita Cinta Pendek,
1 Perempuan 14 Laki-laki, dan Novel Nayla. Beberapa karya yang katanya sangat
vulgar hingga membuat suatu kontroversi. Yah, sebenarnya kalau boleh saya
sedikit berargumen, menonton film porno justru lebih vulgar daripada membaca
karya-karya Djenar Maesa Ayu. Mungkin saja, saya bisa berargumen demikian
karena background pendidikan saya
adalah seni. Seni yang vulgar biasanya mengandung kesan estesis dan keindahan
serta cita rasa yang benar-benar tinggi. Namun, karena korelasi antara bacaan
dan film itu berbeda, jadi saya lebih memilih untuk mengembalikan persepsi akan
karya-karya Djenar ke pribadi masing-masing. I love Djenar Maesa Ayu. Berduo bersama Clara R. Juana atau yang
lebih akrab disapa Clara Ng. Sebuah novelis dan cerpenis yang benar-benar
produktif menghasilkan karya-karya yang apik. Tidak melulu telah menelurkan
beberapa karya untuk remaja hingga dewasa, karya-karyanya juga telah menyentuh
pikiran-pikiran polos anak kecil untuk berimajinasi dari bacaan. Novel dan
kumpulan cerpen yang kebanyakan kita kenal dari media buku, seakan tak pernah
lepas dari sosok Editor yang siap membabat
habis karya-karya tulis dari para penulis. Adalah Hetih Rusli, wanita dibalik label Editor fiksi dari penerbit
Gramedia Pustaka Utama, dan Windy Ariestanty dari Gagasmedia. Berkolaborasi
bersama kedua penulis fiksi/cerpen Djenar Maesa Ayu dan Clara Ng, keempatnya
berdiri di atas panggung untuk memberikan wejangan penuh kegilaan untuk
meluluskan ke-horny-an saya (dan peserta lain) atas ilmu-ilmu kepenulisan
fiksi/cerita pendek. Sebuah film, ternyata juga tidak terlepas dari dunia
kepenulisan. Aditya Gumay, Alexander Thian yang merupakan selebriti twitter
dengan user id @aMrazing, dan Salman
Aristo adalah sosok sukses dibalik kesuksesan film-film dan sinetron Indonesia.
Mereka bertiga memberikan beberapa ilmu menakjubkan tentang kepenulisan
skenario. Tentunya betapa beruntungnya saya dan peserta lain bisa bertemu dan
menyerap ilmu secara langsung dari nama-nama besar dibidang kepenulisan dari
beliau-beliau ini. Cukup menurunkan rasa ke-gugup-an saya yang lalu digantikan
dengan rasa bersyukur.
Tepatnya di gedung
Kompas-Gramedia di kawasan Jakarta Barat. Sekitar pukul delapan kurang
seperempat saya menginjakkan kaki saya di lantai tujuh gedung tersebut, tempat
dimana diadakannya acara Wordisme. Disambut dengan ramah dan ceria oleh Chiko
Handoyo Soe (@gembrit) selaku panitia yang memegang hak penuh atas
kesekretariatan. Lalu dijejali dengan dua buah goddy bag berwarna hitam yang membungkus isi yang benar-benar
menyenangkan dan mengenyangkan. Artasya Sudirman (@myArtasya), Pembawa acara (secara
general Wordisme) cantik dengan
atasan berwarna putih, penuh dengan lipatan crowl
dilengan, serta bawahan berwarna abu-abu kecoklatan dengan detail penuh
kancing berwarna hitam di bagian depan menyapa semua peserta di jarum jam tepat
menunjukkan pukul setengah sembilan pagi. Yang kemudian di susul dengan sambutan singkat
dan padat ketua panitia wordisme, Alberthiene Endah (@AlberthieneE) yang
dibalut dengan dress cantik berwarna
biru tua dengan belahan leher V yang menambah aura cantik dari tubuhnya yang
langsing.
Sesi pertama diisi dengan materi
pelatihan jurnalisme pop. Dengan narasumber Petty S. Fatimah (Pemimpin Redaksi
Majalah Femina) dan Reda Gaudiamo (Pemimpin Grup Majalah Wanita Gramedia),
serta di moderatori oleh Indah Ariani (@IndahAriani) dari majalah Dewi. Selama
satu jam setengah kedua narasumber benar-benar memberikan saya sebuah
pencerahan dan tambahan ilmu tentang apa-apa saja yang perlu diperhatikan dalam
kepenulisan jurnalisme pop. Yang diantaranya adalah kita harus mempelajari dan
memahami (membaca dan menelaah) karakter (angle, gaya penulisan, dan format
penulisan) majalah atau media yang ingin kita tuju, karena sejatinya setiap
majalah itu memiliki karakter yang berbeda-beda menurut target audience yang mereka tuju dan jangan takut untuk mengirimkan
tulisan-tulisan yang sudah memperhatikan semua karakter dari majalah kepada
majalah yang ingin kita tuju . Tentu saja di sesi pembukaan ini cukup menggugah
diri saya, karena memang kelak bekerja di dunia media (majalah lebih tepatnya)
adalah impian saya. Apalagi mendapat wejangan secara langsung dari ahlinya
seperti Petty S. Fatimah dan Reda Gaudiamo, yang sudah bertahun-tahun hidup
untuk menulis pada sebuah majalah.
Kepiawaian Alberthiene Endah
dalam menuliskan Biografi dibagikan kepada semua peserta wordisme di sesi kedua
acara ini. Pukul sepuluh tepat, beliau ditemani pembawa acara kawakan yang
berkompeten, Mayong Suryolaksono yang identik dengan acara lawas yang membahas review-review film bertajuk Cinema Cinema. Dalam suara cantiknya
yang diluar dugaan saya ketika hanya melihat avatarnya di twitter,
Alberthiene Endah menguraikan beberapa ilmu untuk kepenulisan sebuah biografi.
Yang diantaranya adalah menulis biografi itu adalah menulis dan
menceritakan tentang kisah hidup,
historis, liku-liku kehidupan orang yang mempunyai kekayaan hidup dan memiliki Human Interest, yang bisa menginspirasi
orang lain (yang membaca) untuk berubah lebih baik. Dengan segi kepenulisan
yang tidak banyak berbeda dengan menulis-nulis hal lain, namun ada hal-hal yang
perlu ditambahkan yaitu harus siap mental menghadapi emosi yang sering
berubah-ubah dari narasumber yang akan diwawancarai, untuk wawancara dengan
narasumber sebisa mungkin tidak lebih dari satu setengah jam karena setiap orang
memiliki tingkat kesegaran, jika lama, dikhawatirkan jawaban akan melantur
kemana-mana. Sebisa mungkin untuk intens bertemu
dengan narasumber, agar tercipta kesinambungan wawancara. Di sesi ini,
Alberthiene Endah juga bercerita tentang proses kepenulisan saat menulis buku
biografi Probosutedjo, dimana ada satu bab yang pada akhirnya dihapus dan tidak
ikut diterbitkan, karena dianggap terlalu kontroversi. Dan dari sini mungkin
saya bisa sedikit menyimpulkan, menghadapai emosi dari editor juga sangat
diperlukan. Browsing dan mencari
banyak referensi tentang narasumber juga sangat dianjurkan sebelum melakukan
wawancara langsung dengan narasumber dan mulai menulis biografinya.
Raditya Dika (@radityadika) dan
Aulia “Ollie” Halimatussadiah (@salsabeela) melanjutkan sesi berikutnya dengan
materi pelatihan penulisan blog, yang
dipandu dengan moderator yang juga merupakan selebritis twitter yang juga seorang penyiar radio, Miund (@miund) . Raditya Dika, seorang blogger yang dikenal dengan buku Kambing
Jantan yang merupakan catatan keseharian-nya di blog, kemudian di terbitakan dalam sebuah buku, dengan bumbu penuh
kocak dia memberikan beberapa tips jitu dalam penulisan blog, diantaranya tulislah blog
dengan jujur, tulis apa saja yang kamu mau. Jangan pernah memasang target agar
blog kita ingin dikenal banyak orang. Seringlah menulis, walau tak ada yang
membaca blog kita satupun. Dan dari
semunya, yang paling terpenting adalah You don't have to be better, you just have to
be different dan jangan berpegang teguh pada mood saat
menulis, mending menulis jelek daripada tidak menulis sama sekali. Sementara
dari pandangan Ollie yang saat itu banyak memakai kombinasi warna krem, hitam,
dan oranye pada busananya meninggalkan beberapa ilmu yang diantaranya, Mulailah
menulis dengan hal kecil, seperti apa yang dialami sehari-hari, lalu berkembang
ke reaksi atas apa yang diawali dari hal kecil
itu, lalu kemudian expertise
blogging. Tulislah apa yang kita suka, lalu promosikan blog kita via twitter (mention
teman terdekat tentang blog kita), tutup wanita dibalik self-publishing nulisbuku dan kutukutubuku ini.
Selang beberapa jam setelah
istirahat makan siang. Tepatnya satu setengah jam setelah tengah hari, giliran
Djenar Maesa Ayu, Clara Ng, serta Hetih Rusli dan Windy Ariestanty yang
memberikan pelatihan sesi ke empat, yaitu pelatihan menulis fiksi/cerita
pendek. Saya sangat menikmati sekali sesi ini, pembawaan Djenar yang santai
dengan penuh rock ‘n roll (perpaduan tank top, hot pants, empat kaleng bir
yang membuat saya tergoda, dan seringnya beliau ke kamar mandi. All of that is so cool), dan sosok Clara
Ng yang keibuan, ditambah dua sosok editor dari dua penerbit yang berbeda,
Hetih Rusli mewakili penerbit Gramedia Pustaka Utama dan Windi Ariestanty dari
penerbit Gagasmedia yang piawai menjabarkan apa-apa saja yang diperlukan agar
buku kita bisa diterbitkan. Dengan
dipandu oleh moderator Hilbram Dunar, menjadikan sesi itu cukup kocak, santai
tapi masih tetap serius. Sehingga saya dapat mengambil beberapa ilmu untuk kepenulisan
fiksi/cerpen yang diantaranya adalah, Menulislah karena butuh menulis, jadilah
objek ketika menulis jangan memposisikan kita sebagai subjek, biasakan menulis
tanpa konsep agar lancar ketika bergerak untuk menulis. Gunakan bahasa yang
mudah untuk menerangkan sesuatu tanpa harus memakai diksi yang berbunga (ex: penis is penis. Bukan “sesuatu yang
menyerupai microphone). Seorang
penulis harus kuat dengan kesunyian, bukan tidak mungkin dari situlah muncul
sebuah ide dan harus kuat menampung ide tersebut. Dan yang terpenting adalah
kenali diri kamu sendiri ketika menulis. Clara Ng sebagai sosok yang cukup
produktif dalam menghasilkan banyak karya, juga menambahkan dalam menulis
sebuah fiksi/cerpen, kita akan banyak mendapatkan ide dengan cara peka dengan
perasaan (sensitif), kemudian dari banyaknya ide yang muncul pilihlah yang
paling baik dan bagus. Dan kembangkan ide tersebut hingga memiliki konflik.
Fiksi/cerita pendek yang bagus harus memiliki konflik. Menulis itu merupakan
tingkatan paling tinggi dari level berbahasa (dari level paling bawah yaitu
mengerti (apa yang diucapkan), membaca, berbicara, dan yang paling tinggi
adalah menulis (menyampaikan apa yang ada dipikiran). Selain sosok penulis,
yang sangat berperan penting dalam penulisan sebuah cerita fiksi/cerita pendek,
sosok editor tentunya juga sangat
berperan untuk menjembatani penulis dengan pembaca. Hetih Rusli dan Windy
Ariestanty lebih selalu memperhatikan penulis yang memiliki kemampuan untuk
bercerita dan memiliki tehnik bercerita yang piawai. Mereka berdua juga
menambahkan, sebagai penulis fiksi berusahalah untuk mengenali objek yang ingin
ditulis (dalam artian pembaca). Serta berusahalah menulis dengan baik dan
menenangkan hati sehingga mampu menguasai emosi editor dan juga pembaca. Tutup sesi keempat ini di jarum jam tepat
dipukul tiga sore.
Sesi terakhir dari acara wordisme
yang di moderatori oleh Artasya Sudirman adalah pelatihan menulis skenario.
Sesi ini menyajikan tiga buah narasumber yang sangat berkompeten dibidang
kepenulisan skenario film dan sinetron. Beliau-beliau ini adalah Salman Aristo,
pria dibalik film Brownies, Ayat-ayat
Cinta, Sang Pemimpi dan beberapa film-film Indonesia yang sudah banyak kita
nikmati di bioskop. Lalu disambut dengan Alexander Thian, pria yang juga
merupakan selebriti twitter dikenal
dengan user id @aMrazing, yang juga merupakan sosok sukses dibalik
sinetron-sinetron penuh drama yang setiap harinya sering kita lihat pada layar
kaca. Dan yang terakhir adalah Aditya Gumay, pria dibalik layar film Rumah
Tanpa Jendela dan Emak Ingin Naik Haji. Sesi ini merupakan pengalaman pertama
saya bersentuhan dengan menulis skenario. Tentunya masih benar-benar kosong
ilmu saya tentang menulis di bidang ini. Sehingga ada kalanya saya sedikit
tidak mengerti apa yang dijabarkan narasumber berkompeten ini. Yang saya ingat,
mereka betapa seringnya membahas bahwa sinetron di Indonesia itu bisa dikatakan
konsumsi babu (pembantu, yang bisa dikatakan selalu dipandang sebelah mata),
dan ternyata dibalik kebabuan sinetron dan semakin panjangnya episode sinetron
yang ditayangankan, sebenarnya merupakan titik sukses dari sinetron tersebut
dan tentu saja memberikan pemasukan yang cukup banyak bagi siapa-siapa saja
yang berdiri dibalik layarnya. Dari sini, saya bisa menyimpulan ada sisi
menarik untuk menulis skenario. Tidak melulu membahas tentang sinetron, ketiga
narasumber ini juga memberikan beberpa ilmu yang bisa kita saring untuk
pembelajaran dalam menulis skenario film ataupun sinetron. Diantaranya adalah,
dalam penulisan skenario sinetron kita harus punya ide yang premis (ide yang
bisa dijual), mental yang kuat juga merupakan syarat utama bagi siapa saja yang
ingin terjun kedunia kepenulisan skenario film/skenario, harus kuat dicemooh
karena hasil yang kurang memuaskan, dan terlebih harus kuat mental ketika tanpa
diduga kita diharuskan merubah skenario yang sudah kita buat sedemikian rupa
dalam kisaran waktu yang tidak lama. Dalam menulis skenario, menulisah untuk
visual sehingga deksripsi itu penting. Pemakaian bahasanya juga harus lugas,
bukan hanya bisa dirasa namun harus bisa dilihat dan di dengar. Sesi terakhir
ini bisa dikatakan cukup seru, ada sosok @aMrazing yang begitu suka nyinyir dan
cerewetnya dia ketika bercuap-cuap di twitter,
namun ternyata saat bicara di depan umum, beliau juga masih punya rasa
gugup yang menguasai. Sesi ini pun ditutup tepat pukul lima sore, dan
menandakan ditutupnya seluruh rangkaian acara yang cukup mengenyangkan pikiran
saya akan menulis sekaligus mengenyangkan perut saya yang dijejali dengan
banyak makanan plus snack dari
panitia.
Seakan tak ingin berpisah dengan
para peserta. Setelah semua sesi pelatihan sudah menjejali penuh akan kehausan
ilmu menulis para peserta, para panitia wordisme membagi-bagikan undian doorprize bagi peserta yang beruntung
nomer pesertanya dipanggil. Sebenarnya saya mengincar doorprize kursus menulis. Tapi apa daya, peserta lain lebih
beruntung dan mendapatkan doorprize tersebut.
Tapi, saya tak berkecil hati begitu saja. Dengan semua packaging dan isi yang benar-benar menarik dengan ilmu yang banyak
saya ambil dari keseluruhan acara wordisme. Saya sudah cukup senang dan
bersyukur bisa terpilih untuk mengikuti acara ini. Yang menutup satu minggu
penuh di Jakarta kali ini dengan begitu menyenangakn dan mengenyangkan. Terima
kasih semua panitia, Alberthiene Endah (@AlberthieneE), Aulia “Ollie”
Halimatussadiah (@salsabeela), Rahne Putri (@rahneputri), Jia Effendie
(@JiaEffendie), Rifky Septiaji (@rseptiaji), Faizal Reza (@monstreza), Sitty
Asiah, Abdi Antara (@OmAbdi), Artasya Sudirman (@myArtasya), Chiko Handoyo Soe
(@gembrit). Semua pembicara dengan sejuta ilmu yang diberikan dan moderator.
Semua peserta dari teman baru, teman yang sudah kenal, dan teman lama yang bisa
saya jumpai lagi diantara 300-an peserta.
J’adore WORDISME.
Practice make perfect. Tidak ada kata lain yang lebih dahsyat untuk
menggantikan-nya. Melihat betapa seringnya para narasumber mengucapkannya di
setial sesi pelatiham menulis di Wordisme.
Penuh Selebriti Twitter..
Dewasa ini, peran social media sangat berpengaruh dalam
ranah pergaulan atau mungkin sudah sedikit demi sedikit merambah ke ranah
kehidupan lain seperti bisnis atau mungkin cinta dan lainnya. Salah satunya social media Twitter, yang dalam kuota
140 karakternya, tanpa menunggu dalam beberapa detik saja kita bisa memiliki
teman baru, klien baru dalam urusan bisnis, atau mungkin calon gebetan baru
dalam urusan cinta. Twitter semakin
bergejolak hingga seakan-akan memunculkan dunia kecil baru yang lahir di dalam
dunia besar yang kita pijak dengan kedua pasang kaki kita. Di dalam dunia kecil
itu sama-sama hinggap berjuta-juta macam manusia dari berbagai latar belakang.
Dan beberapa dari berjuta-juta itu, lahirlah selebriti twitter. Mungkin, bisa dibilang sama halnya dengan selebriti di
dunia nyata, banyak orang yang mengenal mereka. Selebriti twitter pun demikian, banyak yang mengenal dan memuja mereka yang
ditunjukkan dengan jumlah follower mereka yang tak bisa dibilang sedikit.
Karena social media Twitter sendiri lebih banyak menampilkan
susunan-susunan huruf menjadi sebuah kata dan kalimat, dari booklet yang saya dapat dari Wordisme,
alasan itulah yang memacu diadakannya acara ini. Karena di twitter semakin banyak dijumpai benih-benih muda yang pintar,
cerdas, dan piawai menulis dengan spontanitas yang apik ke dalam kuota 140
karakter yang diberikan.
Beberapa selebriti twitter, yang tentu saja mereka juga
mencintai bidang menulis dengan keunikan masing-masing, dari yang benar-benar
selebriti, public figure, sudah
menjadi penulis terkenal sampai ordinary
people yang saking lucu dan unik tweet-tweet
mereka sehingga mampu mendongkrak follower yang siap-siap mengalahkan follower @ladygaga, hingga ditasbihkan
menjadi selebriti twitter seperti
layaknya selebriti-selberiti yang lahir dari youtube sensation yang sedang sering kita jumpai akhir-akhir ini.
Di wordisme ini lah, dimana saya bisa berjumpa secara langsung dengan beberapa
dari beberapa selebriti twitter yang
sering wara-wiri di timeline. Dan tak
tanggung-tanggung, beberapa dari mereka menjadi panitia inti dan tiga dari
mereka menjadi pembicara untuk memberikan materi pelatihan kepenulisan.
Diantaranya ada sang ketua suku
pelatihan menulis wordisme, mba’ Alberthiene Endah dengan tweet-tweet penuh cinta tulusnya yang dikenal dengan user id @AlberthieneE, Raditya Dika
(@radityadika) dan Alexander Thian (@aMrazing) yang juga mengisi materi
pelatihan menulis blog dan pelatihan
menulis skenario. Di belakang nama-nama besar itu, bersiap sedia beberapa
selebriti twitter yang siap mengejar follower ketiga penulis yang sudah
malang melintang di industri kepenulisan tersebut, yang terbilang banyak
berdiri menjadi panitia wordisme, adalah Abdi Antara yang kerap dijumpai dengan
user id @OmAbdi, lalu ada Chiko
Handoyo Soe dengan user id @gembrit,
yang saking banyak penggemarnya di dunia twitter, dia membuat sebuah hashtag khusus
#chicoholics. Duo penyiar radio kondang yang juga banyak memiliki follower,
Artasya Sudirman (@myArtasya) dan miund (@miund). Yang kemudian disusul dengan
Rahne Putri (@rahneputri), Rifky Septiaji (@rseptiaji), dan @zarryhendrik yang
kemunculannya bisa dijumpai di akhir acara. Dari beberapa nama tersebut ada
yang mengambil peran sebagai panitia untuk sukses dan berjalannya wordisme. Twitter-an jalan, Wordisme juga harus
tetap jalan.
|
with Andris (@unbornsin), pakar semiotika di twitter :P
|
|
saya saya saya :)) |
And the last word...J’adore
Wordisme
Memang bukan di Perancis hingga
saya bisa berucap J’adore. Tapi di
Indonesia yang mampu bercita rasa seperti Perancis. Cita rasa tinggi bak
koleksi super mewah dari koleksi asli Haute
Couture yang hanya bisa dijumpai di negeri yang katanya romantis. Namun,
kali ini cita rasa tinggi dalam artian lain. Dalam artian lain yang dimaksud
banyak ilmu yang bisa saya dapat, banyak pelajaran yang saya terima, keseriusan
yang juga dibarengi dengan kesantaian yang menggembirakan. Menyenangkan dan
mengenyangkan. Mungkin akan sedikit lebih romantis dan penuh perasaan daripada
diucapkan kepada kekasih. J’adore.
J’adore WORDISME. Terima kasih atas berjuta-juta ilmu menulis yang
diberikan....
|
Persembahan grafis dari saya untuk WORDISME, selain dalam bentuk tulisan ini :) |