CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Jumat, 28 Oktober 2011

HEAVEN


Ayumi Hamasaki - HEAVEN

Pada sebuah cerita di mimpiku waktu itu. Aku berada di sebuah pelataran taman antah berantah. Nampak terlihat segalanya hitam putih, segalanya terlihat aneh membuatku betah. Entah. Tak menahu. Aku mengangkat badanku untuk menyusun posisi duduk bertumpu pada batu yang terletak persis dibawah pohon yang rindang, yang juga terlihat hitam putih. Samar-samar tetapi jelas, aku mulai mendengar gemuruh dari kejauhan. Gemuruh biasanya identik dengan tangisan awan berupa hujan. Akupun segera bergeser mendekat menuju bagian bawah pohon. Mengambil strategi awal. Sedia payung sebelum hujan. Gemuruh kedua menembus gendang telingaku. Kali ini suaranya terdengar lebih kerasa daripada sebelumnya. Awan gelap pun mulai menyongsong bergerombol kejam datang. Aku tau awan bukan sosok yang lemah dan cengeng hanya dengan sebuah cubitan akan menangis. Bagaimana mungkin sosok yang bisa mencipta kilat kuat yang kejam merupakan sosok yang lemah dan cengeng?. Perlu dihantam berkali-kali lipat, awan baru akan bisa menangis. Seperti saat ini, gemuruh ketiga yang datang lebih keras bagai teriakan awal awan yang kesakitan telah dihantam. Lalu kemudian menangis, hujan membasahi pelataran antah berantah.

Di kejauhan, aku melihat sosok yang tak asing oleh penglihatanku. Wanita berambut panjang sepinggang. Dia tak takut basah. Dirinya tak basah. Setitikpun tidak. Walau air hujan sudah mengucuri habis raganya. Entah mengapa, aku merasakan ketakutan terbasahi oleh air hujan. Sesuatu yang tidak biasa buatku. Sehingga kuputuskan hanya diam ditempatku terduduk. Wanita itu merubah posisinya berdiri. Berputar. Sedikit demi sedikit aku bisa melihat sosok lengkap dengan raut muka wajahnya. Dirinya sama halnya dengan awan. Sedang menangis. Entah apa yang telah menghantam dirinya untuk kemudian menjadikannya menangis.

Dia sudah sempurna memutar posisinya berdiri. Sudah tidak berada pada posisi membelakangiku. Namun, masih saja aku tak bisa melihat wajahnya dengan benar-benar sempurna tanpa cela. Mungkin terhalang oleh hujan lebat yang turun. Atau mungkin memang jarak kami yang berjauhan. Akupun memicingkan kedua mataku. Berharap usaha ini bisa membuahkan hasil untuk lebih sempurna melihat sosok wajah wanita yang sedang menangis itu. Aku mendapati air matanya meleleh membasahi pipinya. Keheranan. Kekhawatiran. Apakah wanita itu adalah kekasihku?. Kenapa dia menangis?. Kenapa aku tak bisa menjangkaunya?. Kenapa aku tak bisa mempunyai perasaan untuk menjangkau tubuh dan kemudian memeluknya saat ini?. Yang pada akhirnya, yang kubisa hanyalah menjadi gila. Menggila. Menangis menggila ketika dirinya ternyata pergi mendahuluiku. Penyakit berhasil mengunyah habis kekasihku.
***

Pada sebuah cerita di mimpiku. Kini bagian mimpiku yang kedua. Ada sebuah kupu-kupu mencium hidungku. Kubuka mataku. Yang bisa kulihat adalah sosok kekasihku dibelakang siluet kupu-kupu yang persis berada di depan mataku. Karena tak betah berlama-lama. Kupu-kupu itu terbang menikmati kebebasannya kembali. Selamat Datang. Ucap kekasihku dengan lancar. Dia sudah sangat piawai berucap AIUEO. Terima kasih Tuhan.

Sebuah pelataran taman indah berwarna-warni. Rumput-rumput hijau bergoyang bagai bermain peran di perbukitan Sound of Music. Sapuan warna-warni indah tertancap manis di jalan setapak yang penuh dengan taman bunga yang juga berwarna-warni. Awan biru bergradasi keungunan terbentang luas di angkasa. Ada pelangi yang seperti membentuk jembatan warna-warni indah yang menghubungkan awan satu dengan awan yang lainnya. Semuanya sempurna. Semuanya indah. Semuanya bagai surga.

Tuhan masih memberi kami kesempatan untuk bertemu. Kami berdua. Sebuah kehidupan lanjut bersamamu yang tak pernah bisa kubayangkan setelah kau pergi. Karena memang mustahil ingin bersama sosok yang telah tiada. Karena memang ini lah takdir, takdir kita. Bibirmu kembali menyerukan kalimat dalam suara yang dulu tak pernah bisa ku dengar. Aku hanya terdiam, tersenyum, lalu memelukmu erat sampai petang menjelang. Dengan lautan bintang yang terhempas luas di selimut malam yang hitam pekat.

Hidup memberiku petunjuk untuk percaya. Walaupun segalanya memang sudah sangat jelas tidak akan bisa terjadi di kemudian hari, namun hidup tidak pernah menyerah memberikan ku petunjuk untuk selalu percaya. Dirimu memelukku erat, aku pun demikian, kami menikmati sajian lautan bintang yang berkedip manja, dan indera pengucapmu masih berbicara manis tanpa henti tentang semua ini. Sempat aku berpikir untuk menyerah untuk percaya. Dan hanya cukup berkata selamat tinggal ketika waktu itu kau sedang menangis menggila. Tidakkah kau mendengar ucapan selamat tinggalku waktu itu kekasih?.

Aku selalu berada di sampingmu. Walau aku sudah tiada. Tapi kau selalu memintaku berada di sisimu. Tanpa pernah beranjak dari sampingmu. Yang pada akhirnya, kau menyatukan sedikit jiwaku di darahmu. Membiarkannya menggerogoti tubuhmu sepertiku dulu. Aku tak pernah menginginkan cara seperti ini untuk bersama. Namun aku sudah tak bisa melarangmu melakukan hal gila seperti itu. Aku hanya mampu melihatmu dari kejauhan. Dan merasakannya sedikit pada ragaku yang telah menyatu di dalam tubuhmu. Hingga kita bisa saling menyentuh satu sama lain. Benar-benar bisa menyentuh diri kami masing-masing. Pada sebuah pelataran taman indah warna-warni, yang ketika malam tiba, dihiasi lautan kristal berkedip manja di angkasa seperti saat ini.

Mimpi keduaku tak pernah berbohong. Karena mimpi bukan manusia. Akupun juga sama sepertimu kekasih. Tak pernah mampu mengucapkan selamat tinggal. Hingga pada akhirnya aku berbuat demikian. Bodoh. Tolol. Idiot. Moron. Menyatukan sedikit jiwamu mengalir di darahku sudah menggerogoti tubuhku yang kotor. Aku dikirim disamping ragamu yang sudah damai. Semoga aku bisa menemanimu dengan damai. Kami bisa bersatu lagi karena percaya. Mungkin bisa dibilang percaya akan cinta. Atau percaya akan hal lain.

Pada sebuah pelataran taman indah warna-warni, yang ketika malam tiba, dihiasi lautan kristal berkedip manja di angkasa. Bersama kekasihku. Hanya kami. Hanya kami berdua.  Mampu menyentuh sama lain. Mimpi kedua benar-benar menyentuh ragaku. Tidak seperti mimpiku yang pertama. Mimpi pertama yang hanya imajinasi saat terlelap. Mimpi kedua yang seakan ingin membuatku selalu terjaga bersama kekasihku di dunia yang katanya penggambaran sebuah surga. Entahlah. Jangan tanyakan padaku tentang kebenarannya. Aku hanya akan sibuk disamping kekasihku. Kekasihku yang mantan jalang. Dan diriku yang mantan hidung belang.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar